"Menurutku dia bukan gadis kompeten. Aku yakin dia masuk kesini dengan cara licik!" timpal suara gadis lain yang tak lagi asing di telinga Thea.
Suara nyaring yang kemarin berhadapan dan sosok yang berhasil dihindari pagi tadi, "Ini suara wanita yang kemarin bawain kopi!"
"Berarti--mereka beneran lagi gosipin aku?" benak Thea menggigit bibir bawah, semakin mendekatkan telinga pada pembatas demi memperlancar tujuannya sekarang.
Menguping bukanlah hal baik tentu semua orang tahu akan hal itu, namun bagaimana lagi? Mendengar sesuatu tentang diri sendiri bukanlah suatu kejahatan. Jadi Thea tak merasa menyesal meski harus melakukan hal secara diam-diam,
"Licik--apa maksudmu?" tanya Mia mengerutkan alis,
"Aduh, gila banget nih orang!" gumam Thea lirih, Kenapa dia selalu bertemu pria tidak waras atau memang seluruh dunia ini dipenuhi wajah tampan tanpa akal? Demi mempertahankan posisi, Thea harus segera pergi dan cara yang tersisa hanyalah kekerasan. Tak mau berpikir ulang, ditancapkannya kedua gigi taring pada pergelangan tangan yang masih mencengkram erat. "Aw.." rintihnya, reflek melepas tangan dan membiarkan Thea lari menjauh. Secepat mungkin memasuki lift, hanya saja karena keberuntungan yang telah berpaling. Gadis itu harus terjebak di tengah karyawan yang tengah aktif memanfaatkan waktu pada jam makan siang, Bersama dengan lima karyawan lain yang tentu saja lebih dulu datang, mau tidak mau dia harus sabar menunggu untuk bisa pergi pada lantai yang dituju. "Kak Mia, sudah makan siang?" sontak salah satu karyawan asing, Seketika membuat perhatian Thea beralih karena mendengar nama tad
"Sudah sampai mana?" "Ha?" sontak Thea merasa bingung dengan respon laki laki itu. Kenapa masih harus ada pertanyaan di ujung penantian, apakah tidak bisa membiarkannya tenang tanpa harus berpikir keras. "Aturan tadi. Kamu sudah hafal sampai mana?" "Oh. Saya sudah hafal sampe aturan ke 45," "Bawa pulang dan pelajari di rumah, dalam 3 hari kamu harus hafal semua aturan. Tapi mulai besok kamu sudah harus ikut kemanapun saya pergi---siap siaga selama 24 jam." ujar Nathan, "Baik Pak, nanti saya akan lanjut membaca dan menghafal sampe selesai! Kalo begitu saya pamit undur diri," "Tunggu.." sontaknya berhasil membuat langkah Thea terhenti. Sambil menghela nafas berat juga menggigit bibir bawah, gadis itu berbalik kembali pada posisi semula hanya demi menunggu perintah lain yang belum Nathan lontarkan. "Kamu sudah bisa berkumpul dengan karyawan departemen perencana. Meja kerjamu ada di barisan paling depan di pojok kan
"Buku paket." tegas Thea tanpa menoleh. "Ha? Buku paket apaan?" sahut Manda masih belum bisa menuntaskan rasa penasarannya, Apalagi yang didapat bukanlah sebuah penjelasan, gadis itu hanya diam perlahan mengangkat map coklat hingga menunjukkan sampul tertulis judul berkas. "Aturan kontrak? tebel amat!" "Ya gimana lagi! Pamanmu banyak maunya. Suruh hafal ratusan aturan ini dalam 3 hari----pantesan karyawan lain bilang, kalo sebelumnya asisten pribadi bakal diganti sebulan sekali." "Karena sekarang aku ngerasain posisi itu, aku jadi tau alasannya!" gerutu Thea masih sibuk mengamati tulisan yang tertera dengan raut kesal.
Sebuah pertanyaan terlontar dari salah satu karyawan yang masih penasaran menatap keberadaan wanita di depan meja Thea. Terlebih lagi dengan kalimat yang mengundang tanya bagi semua orang, "Oh, tidak ada! aku hanya memberi satu kaleng minuman soda, dan mengatakan kepadanya untuk tidak mendengar semua ocehan buruk yang karyawan lain katakan." ucap Lisa tersenyum ramah, berusaha menjadi pemeran baik di hadapan mereka. Dengan lihai menyembunyikan tawa licik yang menggema dalam benak karena berhasil menambah kericuhan, setidaknya ini semua pantas Thea dapat karena telah berani mengusik orang yang salah. "Hh, kau akan kewalahan menghadapi mereka. Suruh siapa kau berani merebut posisi ini---jabatan ini tidak pantas untukmu!" gumamnya dalam hati,
Derita sama terulang, seperti hari sebelumnya meski telah bekerja selama tiga hari di setiap akhir waktu Thea selalu selalu kembali dengan raut lesu bahkan langkah kakinya melemah bagai wanita tua yang berjalan lambat sambil menunduk. Entah kenapa dia masih sangat sulit untuk beradaptasi dengan dunia kerja yang selalu membuatnya tersiksa. Bos angkuh, cibiran rekan kerja, dan sekarang ditambah rumor buruk. Apapun itu setidaknya sekarang dia mampu menghela nafas lega karena telah sampai ke tempat tinggalnya. Dengan tatapan kosong Thea berjalan melewati lorong, Sekilas merenungi nasib yang berubah sejak beberapa hari terakhir, padahal dulu dia adalah nona muda kaya yang selalu menjalani kehidupan tenang dan menyelesaikan semua masalah dengan uang. &nb
Ditaruhnya kain penyeka ke sebuah gantungan yang ada di dalam kamar mandi.Gadis itu mulai melepas satu persatu setelan yang menutupi tubuhnya. Selang 20 menit,Thea telah selesai bebersih diri. Rambut basah dan handuk putih yang terlilit di bagian atas tubuh, dia berjalan ke arah kamar Manda. Meski terdapat 3 kamar dalam apartemen. Gadis itu lebih memilih, berbagi kamar dan juga perabotan lain dengan temannya karena tidak ingin repot beberes ruangan. Terlebih lagi,kini Thea telah bekerja dan membuatnya lebih lama di luar. Dibukanya pintu lemari lalu meraih salah satu baju tidur berwarna kuning. "Ih, kok aku tiba tiba kepikiran soal tadi!" gerutu Thea,bergegas menggelengkan kepala agar semua ingatan yang baru saja terbesit segera menghilang. "Aneh juga ngeliat dia kayak tadi." "Tapi ujung ujungnya juga tetep ngeselin. Semuanya aku juga yang beresin," gerutu Thea sambil membenarkan pakaiannya. Membiarkan rambutnya yang mas
"Kamu dimana?" tanya Nathan,menjawab pertanyaan gadis itu dengan pertanyaan lain. "Mobil Bapak yang mana? jadi saya bisa langsung lari." "Mobil Rolls Royce" "A-apa pak?" seru Thea, Bertepatan dengan ucapannya, sebuah kendaraan ambulans baru saja melintas. Bunyi sirine mobil membuat gadis itu tidak terlalu mendengar ucapan Nathan. "Katakan saja kamu dimana? biar saya yang kesana." sanggahnya "Tap…" "Jangan buat saya mengulang!" tegas Nathan sedikit membentak, "B-baik…" "Aku turun dulu ya," pamit Thea lirih, Gadis itu menoleh ke arah Manda,sambil menutup lubang speaker yang ada di bagian ponselnya. Manda mengangguk, mengiyakan ucapan Thea,setelah itu dia bergegas membuka pintu mobil dan melangkah keluar. "Saya ada di seberang toko kue, pake baju merah di samping kotak surat." ucap Thea melirik ke arah papan nama yang tersemat di bagian atas toko dan menoleh sekilas ke arah benda yang ada di
Tap…Tap…Tap… Suasana terasa hening karena belum ada satu orang pun yang berpapasan dengan gadis itu,membuat langkah kakinya terdengar memenuhi setiap lorong. Dia baru saja sampai di lantai tempat tinggalnya sekarang, "Masih jam 8 malam. Manda udah tidur apa belum ya?" pikir Thea,melirik ke arah layar ponsel yang ada di tangan kanannya "Oh ya! Dia kan udah ngasih tau aku, password pintunya apa." Mengurungkan niat untuk menekan bel, seperti yang biasa dilakukan. Kali ini gadis itu lebih memilih menekan angka dan mengakses pintu masuk,jaga jaga seandainya Manda sudah tertidur. Sehingga tidak menimbulkan suara bising dan membangunkan temannya. Pintu terbuka,ditaruhnya sepasang sepatu kaca yang sudah ia tenteng cukup lama. Gadis itu menutup kembali pintu ruangan, kemudian melangkah dan mendapati temannya masih terbangun. Sosok familiar tengah berbaring di atas sofa sambil memegang remote tv. Sorot matanya teralihkan ke arah Thea
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas