Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.
Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis. "Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
"Apa! Perjodohan?" Suasana nyaman yang menyelimuti seluruh sudut rumah sekejap tersapu bersih ketika Thea mendepakkan telapak tangannya ke atas meja, Kedua manik nyaris membulat sempurna sesudah mendengar keputusan sepihak yang dilakukan neneknya. Perkataan aneh tadi berhasil membuat sesuap nasi dalam mulut Thea tertelan bulat bulat. "Aw, sakit." Merintih dalam hati, berusaha menahan bagian tubuh yang terasa nyeri. Muka masam yang tersemat di wajah gadis itu begitu jelas mengartikan sebuah kekesalan, ditemani sorot mata kecewa mengarah pada wanita tua di depannya. "Santai dong Thea. Bikin orang kaget aja!" gumam Barsha masih menikmati sepiring salad, Dengan raut tak acuh ditatapnya gadis tadi dengan lekat, menebar senyum dalam hati seakan telah menduga reaksi apa yang akan diterima. Sekali lagi dia berhasil menebak setiap langkah gadis manja yang telah tinggal begitu lama dengannya, senjata paksaan se
Sebuah kecupan singkat yang hampir setiap hari dilakukan sebagai tanda pamit. Gadis itu berbalik seraya melontarkan senyum cerah ditemani lambaian tangan. Kelopak yang semakin menyipitkan berkat mengukir lengkungan sempurna di bibirnya, Setelah puas memberi salam pamit, tanpa ragu dia melangkah keluar rumah dan bergegas masuk ke dalam mobil. Dikemudikannya mobil hitam itu menuju salah satu gedung bertingkat, 15 menit kemudian. Kendaraan beroda empat berhenti tepat di depan apartemen. Mendapati sosok familiar tengah berjalan dari dalam gedung. Tin...Tin... Nyaring klakson berhasil mengalihkan perhatian, reflek gadis itu menatap kaca mobil yang perlahan terbuka hingga memperlihatkan senyuman pada wajah pengemudi di dalamnya "Ayo masuk!" tegas Thea, tengah berusaha menyadarkan gadis tadi dari lamunan. Pasalnya dia tak henti menatap setiap inci kendaraan dengan kedua manik membulat sempurna. "Wih
"Kalo gitu, mau aku beresin dulu.." seru Manda segera berjalan ke arah kekacauan. Dengan satu helaan nafas tangannya mulai terulur untuk mengambil satu persatu benda yang tergeletak di atas lantai lalu meletakkannya kembali ke tempat yang tepat. 30 menit kemudian. Seluruh ruangan terlihat rapi dan kembali bersih sama seperti sebelum kedatangan Thea. Seorang gadis tengah berbaring manja di atas ranjang sambil menikmati tontonan televisi sedangkan di sisi lain terlihat sosok yang telah menyelesaikan riasannya, "Tara---udah siap!" Berbalik menghadap ke arah Manda demi menunjukkan hasil tangan, "Coba lihat. Gimana menurutmu?" celetuk Thea perlahan melangkah semakin mendekatkan diri ke samping tempat tidur. "Buset, jelek banget!" sontaknya menutup mulut yang sekilas menganga karena terkejut, Dengan kedua manik membulat sempurna, gadis tadi mengamati setiap inci dari hasil karya polesan yang menempel di wajah Thea. Begi
"Jangan bohong. Barusan nenek dapat telpon, dan katanya pria itu ga ngeliat kamu ada disana." seru nenek meninggikan suara, "Pria man.." "....." Gadis itu tertegun menghentikan ucapannya, sekilas mengingat salah satu kejadian yang terbesit dalam benak. "Saya mencari gadis baju kuning," "Hhh. Sial! Aku yakin tadi denger kalo pria tua itu bilang, nyari gadis baju kuning!" "Kebetulan nenek ngasih baju kuning polos. Terus dia barusan menelpon dan tiba tiba nenek nelpon aku--" "Arhg, tapi masa nenek nyariin jodoh tua kek gitu sih?! Aku ga salah lihat. Mukanya kek seumuran bahkan lebih tua dari nenek!" gerutu Thea dalam hati. "Ngga!! aku harus pergi sekarang," Berkat rasa panik gadis itu memilih untuk segera beranjak dari tempat duduk dan melangkah pergi, namun tidak sengaja menabrak salah satu karyawan. Membuat beberapa pesanan yang dibawa berserakan ke atas lantai, "Maaf…" ucap karyawan itu dengan kepala t
Sinar terang serta gambar penuh warna memenuhi layar, bunyi bising yang ditimbulkan berhasil memenuhi seluruh ruang. Kedua gadis itu terlihat begitu khidmat menatap acara show sembari menikmati makanan di piring masing masing, "The.." "Hm?" Mengangkat alis dengan raut penuh tanda tanya, "Terus, tadi nenekmu tahu kalau kau kabur?" "Enggak! nenek kira aku ga dateng, soalnya pria itu ga ngeliat gadis baju kuning." sahutnya santai memasukkan sesuap makanan ke dalam mulut, "Terus aku juga belum sempet bilang. Tiba tiba aku matiin telpon nenek, saking kagetnya." ucap Thea sambil menikmati rasa yang menjalar di setiap kunyahan, "Lah terus---sekarang gimana? Kalo nenek tanya, kamu bakal jawab apa?" "Ga tau, kayaknya aku ga mau pulang dulu. Aku numpang ya?" celetuk Thea memasang raut polos dengan sorot penuh harap, "Gampang. Tinggal aja selama yang kau mau, gratis kok!" "Hehe, makasih!" ujarnya tersenyum lebar, merasa le
Pukul 20.00 Di tempat yang sama, sofa panjang itu terisi dua gadis dengan kesibukan masing masing. Thea terlihat begitu antusias menatap iklan melalui layar televisi sedangkan Manda sedang sibuk mengokak atik benda dalam pangkuannya, "Oh ya. Kamu lulusan administrasi bisnis kan?" "He.em," gumam Thea mengangguk sambil mengunyah sisa snack yang ada di dalam mulut, "Kenapa emangnya?" "Mm, gimana kalo kamu kerja di kantor pamanku! Dia lagi butuh asisten pribadi." tawar Manda, "Asisten pribadi? Mm, emangnya harus lulusan administrasi bisnis?" "Ya enggak sih. Tapi setidaknya kamu ga terlalu sulit buat belajar jadi asisten pribadi." sahut Manda menjelaskan. "Bener juga sih. Kayaknya cocok, berapa gajinya?" Sedikit menaruh antusias pada harapan yang akan melepaskan sebagian beban hidup. "10 juta per bulan," "Lumayan--" angguk Thea menekuk bibir, "Lumayan jidatmu! Kalo di dunia kantor, gaji segitu u
"Huh, untung sama sama karyawan baru. Kalo ngga! Udah aku pukul pake ini," gerutu Thea dalam hati, mencengkram erat setumpuk dokumen serta map tadi lalu diletakkannya ke atas meja. "Cepat keluar! aku mau membuat kopi. Awas saja, kalo kamu belum pergi saat aku kembali!" seru Thea memberi tatapan sinis. Dengan cepat melangkah keluar lalu bergegas mencari ruangan yang bisa ia gunakan untuk membuat secangkir minuman serta menyiapkan sepiring kudapan sesuai anjuran Manda. Namun langkah Thea berhenti setelah berpapasan dengan karyawan wanita, segera menoleh dan menatap lekat nampan berisi hidangan di atasnya. "Tunggu, kau mau kemana?" Siapa sangka satu pertanyaab berhasil menghentikan langkah karyawan tadi, perlahan Thea melangkah mendekat dan menatap sekilas secangkir kopi hitam serta piring kecil berisi kue kering. "Siapa kau---kenapa menghentikanku? Apa kau tidak lihat kalau aku sedang menyiapkan ini semua untuk Pak Nathan," ketusnya te
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas