"Pria man.."
"....." Gadis itu tertegun menghentikan ucapannya, sekilas mengingat salah satu kejadian yang terbesit dalam benak.
"Saya mencari gadis baju kuning,"
"Hhh. Sial! Aku yakin tadi denger kalo pria tua itu bilang, nyari gadis baju kuning!"
"Kebetulan nenek ngasih baju kuning polos. Terus dia barusan menelpon dan tiba tiba nenek nelpon aku--"
"Arhg, tapi masa nenek nyariin jodoh tua kek gitu sih?! Aku ga salah lihat. Mukanya kek seumuran bahkan lebih tua dari nenek!" gerutu Thea dalam hati.
"Ngga!! aku harus pergi sekarang,"
Berkat rasa panik gadis itu memilih untuk segera beranjak dari tempat duduk dan melangkah pergi, namun tidak sengaja menabrak salah satu karyawan. Membuat beberapa pesanan yang dibawa berserakan ke atas lantai,
"Maaf…" ucap karyawan itu dengan kepala tertunduk,
"Gapapa gapapa." Melambaikan tangan dengan cepat sebelum merogoh uang dari dalam dompet,
"Nih buat ganti pesanan yang barusan tumpah." tegas Thea bergegas melangkah pergi setelah menyodorkan lembar kertas tadi.
"Plis, jangan lihat!!" pikirnya berjalan sambil menutupi wajah dengan telapak tangan.
Berharap tidak ada masalah ketika berjalan melewati pria tua tadi. Berlari secepat mungkin setelah berhasil keluar dari dalam ruangan,
Dikemudikannya kembali kendaraan tadi menuju apartemen Manda.
****
Brak...
Menutup pintu mobil dengan keras. Meski telah selamat dari bahaya, gadis itu masih tergesa gesa berjalan masuk ke dalam lift. Berhasil membawa kantong belanjaan lalu menekan salah satu angka yang akan membawanya ke lantai atas,
Drap..
Drap..
Drap..
Thea berlari secepat mungkin sambil melepas rambut palsu yang ia pakai. "Ck. Gatel banget!" gerutunya,
Sekejap tersentak ketika menyadari beberapa orang yang tengah berjalan ke arahnya, membuat Thea berhenti berlari dan melangkah dengan cepat.
Seluruh mata menatap risih sekaligus heran melihat kedatangan wanita aneh di tempat itu. Disesalkannya wig tadi ke dalam tas belanjaan sebelum sampai di depan pintu,
Tring...Tring...Tring…."Aduh, ayo dong cepet buka!" gerutu Thea, berulang kali menekan bel.
Harapan tadi berhasil terkabul ketika pembatas di depannya perlahan terbuka. Menampilkan seorang gadis yang baru saja tersentak kaget berkat penampilan Thea saat ini,
"Aaaa!" pekik Manda nyaris membulatkan mata,
"Hhh, ya ampun! Jantungku hampir copot." Mengusap bagian tubuh yang tengah berdetak kencang, segera menghela nafas sebelum berbalik masuk dengan kaki lemas.
Seakan membuka jalan, tanpa segan Thea berjalan mengikuti punggung yang nyaris menghilang.
"Jangan lupa ditutup lagi!" seru Manda, telah menempatkan diri di atas sofa sambil bersandar guna melanjutkan aktivitasnya tadi.
Sekilas melirik ke arah gadis yang tengah melangkah mendekat. "Sebentar banget ketemuannya, dia pasti kabur ya, habis ngeliat kamu?"
"Engga. Justru aku yang kabur ngeliat dia," bantah Thea memasang raut kecewa, melempar tubuh demi mengisi tempat kosong di samping temannya.
"Lah, kenapa gitu---emang apa aja yang terjadi?" Begitu penasaran melihat aura kekalahan yang terpancar kuat dari wajah Thea.
"Masak yang mau dijodohkan denganku, pria yang umurnya udah tua banget! Padahal aku sempet ngira, kalo dia kesana sama cucunya." sahut Thea menjelaskan.
"A-apa? masak sih? Kamu yakin ga salah lihat,"
"Enggak. Aku yakin banget! dia ngomong kalo nyari gadis pake baju kuning----dan lihat!" seru Thea,
Begitu tergesa gesa memilah seraya melirik satu persatu paper bag demi mencari benda yang tepat. Hingga menemukan sebuah dress kuning, tanpa segan merogoh lalu disodorkannya ke hadapan Manda, "Nih.."
"Terus bukan cuma ini! Aku lihat kakek itu langsung menghubungi seseorang, habis itu beberapa detik setelahnya nenek langsung nelpon aku!"
"Ng, kebetulan mungkin.." sanggah Manda memikirkan peluang yang terjadi,
"Ga mungkin! Aku yakin kakek itu orang yang nenek maksud."
"Ya udah, terus kenapa lari? Toh dandananmu udah jelek. Dia pasti ga akan mau, dilihat dari umurnya----pria itu pasti belum menikah karena terlalu pemilih." seru Manda berspekulasi,
"Iya, tapi itu mah milihnya waktu dia masih muda dulu. Kalo sekarang! Cantik atau nggak, pasti tetap dinikahi. Dia juga kaya---kalo dapet cewek jelek tinggal disuruh oplas! Beres,"
"Bener juga sih!" gumamnya mengangguk paham,
"Hhh, untung aja keburu kabur dari sana!" seru Thea menghela nafas lega, merasa begitu lelah hingga reflek menyandarkan diri ke pundak temannya.
Perlahan Manda merasakan hal aneh tengah menyiksa indra penciumannya. Menerbitkan kerutan alis setelah menghirup aroma busuk yang cukup menyengat, segera mengendus asal bau asing yang perlahan menuntunnya ke tubuh Thea.
"Huek--Thea! Kamu ga mandi ya? bau banget!" celetuk Manda mendorong paksa tubuh gadis tadi hingga menjauh,
"Masa sih? aku udah mandi kok." sanggah Thea mulai mengendus kuat. Segera mengernyit ketika menyadari bau tak sedap yang membuatnya sesak,
"Ih, bau banget. Aku baru ingat, sebelum masuk restoran! Aku sempet make parfum bau yang kita beli tadi."
"Iyuh. Pantesan! udah sana buruan mandi terus bersihin make upnya-----Aku tadj hampir terkena serangan jantung, gara gara wajah itu!" gerutu Manda dengan raut kesal,
"Ck, iya iya. Tapi dimana handuknya?" decak Thea merendahkan suara,
"Itu ada di dalam rak. Ambil aja,"
"Oke," lugasnya bergegas beranjak dari tempat duduk,
Gadis itu berjalan ke arah kamar mandi sambil meraih salah satu kain putih yang tertata rapi di dalam rak. Benda dengan pembatas kaca dua arah itu menyimpan tumpukan handuk serta beberapa keperluan lain yang dibutuhkan untuk merawat kebersihan tubuh,
Berbekal kain kaki Thea mulai melangkah masuk ke dalam kamar mandi.
30 menit kemudian,
Dengan sedikit usaha akhirnya dia berhasil menghapus bersih noda riasan untuk mengembalikan wajah cantiknya. Sebuah handuk terlilit demi menutupi tubuh serta rambut yang terurai basah, Thea berjalan keluar hingga melewati ruang tv.
Sorot mata teralih tak kuasa menahan rasa penasaran melihat satu kantong plastik berukuran besar di atas meja, serta seorang gadis yang terlihat tengah bersiap untuk menata benda di dalamnya. "Apaan tuh?"
"Hei! udah selesai?" Menoleh dengan kedua alis terangkat,
"Ini aku mesen makanan, kalo sudah ayo makan!" ajaknya tersenyum lebar.
"Iya bentar. Aku belum pake baju---eh! Aku ga bawa baju tidur," Menghentikan langkah yang hendak mendekati pembatas kamar.
"Aku pinjem baju tidurmu ya?"
"Iya, ambil aja di lemari." angguk Manda enggan menoleh, sibuk menata bungkus makanan ke atas meja.
"Makasih!" Tersenyum lebar setelah mendapat persetujuan.
Gadis itu melangkah masuk ke dalam kamar, menatap sekilas susunan tempat yang telah dihapalnya. Berjalan ke arah lemari kayu, segera membuka salah satu pintu dan mendapati berbagai tumpuk piyama berbagai model.
Begitu mudah mengetahui letak barang milik temannya. Tanpa ragu memilih satu setelan,
"Udah ketemu?" pekik suara gadis dari luar kamar,
"Udah.." sahut Thea mengeraskan suara,
"Cepetan! aku udah laper banget!"
"Iya iya, sebentar!" ujarnya semakin tergesa gesa membalut tubuh dengan piyama sutra tadi.
Nyaris dalam waktu lima menit dia telah berhasil menyelesaikan semua hal lalu bergegas keluar kamar dan berjalan ke arah sofa,
Menatap gadis yang telah menunggu, "Udah!"
"Ya udah. Tunggu apalagi? Buruan duduk.." pinta Manda antusias, merasakan getaran dari cacing pita yang memenuhi perutnya.
Thea tersenyum, tanpa ragu menempatkan diri ke atas lantai. "Beli apaan?"
***Bersambung.
Sinar terang serta gambar penuh warna memenuhi layar, bunyi bising yang ditimbulkan berhasil memenuhi seluruh ruang. Kedua gadis itu terlihat begitu khidmat menatap acara show sembari menikmati makanan di piring masing masing, "The.." "Hm?" Mengangkat alis dengan raut penuh tanda tanya, "Terus, tadi nenekmu tahu kalau kau kabur?" "Enggak! nenek kira aku ga dateng, soalnya pria itu ga ngeliat gadis baju kuning." sahutnya santai memasukkan sesuap makanan ke dalam mulut, "Terus aku juga belum sempet bilang. Tiba tiba aku matiin telpon nenek, saking kagetnya." ucap Thea sambil menikmati rasa yang menjalar di setiap kunyahan, "Lah terus---sekarang gimana? Kalo nenek tanya, kamu bakal jawab apa?" "Ga tau, kayaknya aku ga mau pulang dulu. Aku numpang ya?" celetuk Thea memasang raut polos dengan sorot penuh harap, "Gampang. Tinggal aja selama yang kau mau, gratis kok!" "Hehe, makasih!" ujarnya tersenyum lebar, merasa le
Pukul 20.00 Di tempat yang sama, sofa panjang itu terisi dua gadis dengan kesibukan masing masing. Thea terlihat begitu antusias menatap iklan melalui layar televisi sedangkan Manda sedang sibuk mengokak atik benda dalam pangkuannya, "Oh ya. Kamu lulusan administrasi bisnis kan?" "He.em," gumam Thea mengangguk sambil mengunyah sisa snack yang ada di dalam mulut, "Kenapa emangnya?" "Mm, gimana kalo kamu kerja di kantor pamanku! Dia lagi butuh asisten pribadi." tawar Manda, "Asisten pribadi? Mm, emangnya harus lulusan administrasi bisnis?" "Ya enggak sih. Tapi setidaknya kamu ga terlalu sulit buat belajar jadi asisten pribadi." sahut Manda menjelaskan. "Bener juga sih. Kayaknya cocok, berapa gajinya?" Sedikit menaruh antusias pada harapan yang akan melepaskan sebagian beban hidup. "10 juta per bulan," "Lumayan--" angguk Thea menekuk bibir, "Lumayan jidatmu! Kalo di dunia kantor, gaji segitu u
"Huh, untung sama sama karyawan baru. Kalo ngga! Udah aku pukul pake ini," gerutu Thea dalam hati, mencengkram erat setumpuk dokumen serta map tadi lalu diletakkannya ke atas meja. "Cepat keluar! aku mau membuat kopi. Awas saja, kalo kamu belum pergi saat aku kembali!" seru Thea memberi tatapan sinis. Dengan cepat melangkah keluar lalu bergegas mencari ruangan yang bisa ia gunakan untuk membuat secangkir minuman serta menyiapkan sepiring kudapan sesuai anjuran Manda. Namun langkah Thea berhenti setelah berpapasan dengan karyawan wanita, segera menoleh dan menatap lekat nampan berisi hidangan di atasnya. "Tunggu, kau mau kemana?" Siapa sangka satu pertanyaab berhasil menghentikan langkah karyawan tadi, perlahan Thea melangkah mendekat dan menatap sekilas secangkir kopi hitam serta piring kecil berisi kue kering. "Siapa kau---kenapa menghentikanku? Apa kau tidak lihat kalau aku sedang menyiapkan ini semua untuk Pak Nathan," ketusnya te
"Keem.." "Cukup!" tegas Nathan menghentikan ocehan gadis itu, Sedikit merasa muak setelah mendengar jawaban tak sesuai harapan, dengan cepat tangannya beraluh membuka salah satu rak meja demi mengambil sebuah ipad. Segera disodorkan ke hadapan Thea, "Di dalam sini ada banyak file tentang rencana perjalanan, pertemuan dan beberapa catatan rapat tahun lalu." "Sekarang kamu siapkan kertas dan bolpoin, pilih 5 file lalu buat salinannya masing masing file 5 salinan." "T-tulis? semua yang tadi Bapak bilang, harus ditulis?" gumam Thea dengan raut terkejut, Setelah berkhayal mendapat beban tugas penuh hormat seperti pertunjukan dalam film, dia justru melaksanakan tugas remeh yang bahkan mampu dikerjakan oleh seorang bocah kecil. "Iya. Apa kamu tidak bisa menulis?" lugasnya dingin, "B-bisa!" "Lalu tunggu apalagi? Cepat kerjakan." "Saya ga bawa alat tulis." gumam Thea lirih sebelum menggigit bibir bawah,
"Sepertinya kemampuanmu sangat buruk. Saya kasih tambahan waktu, 3 jam harus selesai." ucap Nathan memalingkan muka,dan meraih berkas yang tadi gadis itu kerjakan. 3 jam kemudian. "Ehrg. Jariku sakit banget!" gerutu Thea, Berulang kali menjambak rambutnya untuk melupakan rasa sakit yang ia rasa. "Hhh, sampe mual lihat tulisan ini..Bosen woy, capek juga!" teriak gadis itu dalam hati, Tap. Ditaruhnya bolpoin tadi lalu Thea beranjak dari atas lantai,membawa buku itu dan disodorkan ke hadapan Nathan. "Ini Pak, sudah selesai.." Laki laki itu melirik sekilas ke arah tulisan yang ada di atas kertas. "Nanti malam latihan menulis, perbaiki gaya tulisannya. Ini terlalu jelek dan membuat sakit mata saya." ketus Nathan "Sial! mataku juga sakit.." celetuk Thea dalam hati, Mengepalkan kedua tangannya dengan erat,berusaha menahan emosi karena perkataan laki laki itu. "Ambil dan pelajari buku pedoman tul
"......" detiknya berlalu karena membisu, Thea terdiam sambil berulang kali membuka tutup telapak tangan kanan yang terasa nyeri. Seakan tengah berusaha memberi relaksasi bagi kelima jarinya, Ini pertama kali dia merasa begitu letih, mungkin wajar karena pengalaman pertama. Perlahan pandangannya beralih pada gadis yang masih setia memeluk selimut tebal, "Man. Ayo bangun! aku udah siap berangkat," ucap Thea mengeraskan suara. "Ng.." "Iya iya, ini aku bangun." gumam Manda perlahan membuka mata seraya menatap gadis di depannya dengan tatapan kosong. "Ayo!" seru Thea sekali lagi demi mempersi
"Menurutku dia bukan gadis kompeten. Aku yakin dia masuk kesini dengan cara licik!" timpal suara gadis lain yang tak lagi asing di telinga Thea. Suara nyaring yang kemarin berhadapan dan sosok yang berhasil dihindari pagi tadi, "Ini suara wanita yang kemarin bawain kopi!" "Berarti--mereka beneran lagi gosipin aku?" benak Thea menggigit bibir bawah, semakin mendekatkan telinga pada pembatas demi memperlancar tujuannya sekarang. Menguping bukanlah hal baik tentu semua orang tahu akan hal itu, namun bagaimana lagi? Mendengar sesuatu tentang diri sendiri bukanlah suatu kejahatan. Jadi Thea tak merasa menyesal meski harus melakukan hal secara diam-diam, "Licik--apa maksudmu?" tanya Mia mengerutkan alis,
"Aduh, gila banget nih orang!" gumam Thea lirih, Kenapa dia selalu bertemu pria tidak waras atau memang seluruh dunia ini dipenuhi wajah tampan tanpa akal? Demi mempertahankan posisi, Thea harus segera pergi dan cara yang tersisa hanyalah kekerasan. Tak mau berpikir ulang, ditancapkannya kedua gigi taring pada pergelangan tangan yang masih mencengkram erat. "Aw.." rintihnya, reflek melepas tangan dan membiarkan Thea lari menjauh. Secepat mungkin memasuki lift, hanya saja karena keberuntungan yang telah berpaling. Gadis itu harus terjebak di tengah karyawan yang tengah aktif memanfaatkan waktu pada jam makan siang, Bersama dengan lima karyawan lain yang tentu saja lebih dulu datang, mau tidak mau dia harus sabar menunggu untuk bisa pergi pada lantai yang dituju. "Kak Mia, sudah makan siang?" sontak salah satu karyawan asing, Seketika membuat perhatian Thea beralih karena mendengar nama tad
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas