"Sepertinya kemampuanmu sangat buruk. Saya kasih tambahan waktu, 3 jam harus selesai." ucap Nathan memalingkan muka,dan meraih berkas yang tadi gadis itu kerjakan.
3 jam kemudian.
"Ehrg. Jariku sakit banget!" gerutu Thea,
Berulang kali menjambak rambutnya untuk melupakan rasa sakit yang ia rasa.
"Hhh, sampe mual lihat tulisan ini..Bosen woy, capek juga!" teriak gadis itu dalam hati,
Tap.
Ditaruhnya bolpoin tadi lalu Thea beranjak dari atas lantai,membawa buku itu dan disodorkan ke hadapan Nathan.
"Ini Pak, sudah selesai.."
Laki laki itu melirik sekilas ke arah tulisan yang ada di atas kertas.
"Nanti malam latihan menulis, perbaiki gaya tulisannya. Ini terlalu jelek dan membuat sakit mata saya." ketus Nathan
"Sial! mataku juga sakit.." celetuk Thea dalam hati,
Mengepalkan kedua tangannya dengan erat,berusaha menahan emosi karena perkataan laki laki itu.
"Ambil dan pelajari buku pedoman tulisan yang ada di rak saya,"
"Kamu harus bisa nentuin mana kata kata baku dan tidak baku,serta tahu cara penulisan yang benar." tegas Nathan,tanpa melihat ke arah lawan bicara.
Laki laki itu tengah fokus membaca tulisan tangan Thea.
"Mengerti?" sontak Nathan meninggikan suara,
"M-mengerti Pak!"
Ting. Ting. Ting.Ditekannya tombol bel secara berulang kali,
"Iya, sebentar!" teriak suara gadis dari dalam apartemen,terdengar sedikit kesal karena suara bising.
Pintu terbuka,lalu gadis itu segera melangkah masuk dan membaringkan tubuhnya ke atas sofa.
"Hhh, akhirnya pulang juga." gumam Thea menghela nafas lega.
Manda berjalan mendekat dan mengisi sofa lain. Menatap raut lesu yang tersemat di wajah gadis itu,
"Kok baru pulang? perasaan orang kantor pulang jam 5."
"Satu jamnya aku habiskan untuk nunggu bus," seru Thea dengan tatapan kosong.
"Hahaha kasian. Ya udah aku pesenin makanan, kamu mandi aja dulu."
"Engga. Aku masih mau rebahan bentar, punggungku rasanya pegel banget gara gara duduk terus." gerutunya,
Thea meraih bantal kecil yang ada di atas sofa. Mendekapnya lalu memejamkan mata,
"Emangnya, udah disuruh ngapain aja?" ucap Manda,sedikit penasaran.
dia terlihat sedang mengotak atik layar ponsel untuk menghubungi layanan pesan antar makanan.
"Nulis sama baca. Berasa kayak kembali ke masa masa sekolah,"
"Hah? yang bener? kok bisa."
"Emangnya lagi ga ada rapat atau ketemu klien?" celetuk Manda sedikit mengeraskan suara karena terkejut,
"Ya ada. Tapi aku disuruh diem aja di ruang kantornya."
"Jadi aku berjam jam duduk dengan tugas nulis sama baca yang dia suruh," seru Thea menggertakkan gigi,
"Wah, hebat banget kamu bisa tahan."
"Ya bisalah! namanya demi kerjaan. Daripada dipecat. Ini juga gara gara kamu tau!" sontak Thea membuka kedua matanya,
Gadis itu beranjak duduk,lalu menghadap ke arah temannya. Dengan raut kesal menatap gadis yang tengah duduk disana,
"Lah, kok aku? emangnya aku ngapain!?"
"Ya kamu ga bilang kalo dia masih muda! Kamu cuma cerita kalo itu pamanmu." dengus Thea memasang muka masam.
"Dia emang pamanku. Adik bungsu mama, umurnya emang cukup muda sih."
"32 tahun."
"Emangnya kenapa?"
"Aku ga sengaja ngebentak, terus bicara non formal sama dia." seru Thea merendahkan suara,
"K-kok bisa!"
"Iya, tadi aku kira dia karyawan lain yang tiba tiba nimbrung ke ruangan kerja. Dan aku pikir, pamanmu itu pria yang usianya ga jauh berbeda dengan pamanku."
"Ya kirain kamu bakalan tahu! Soalnya terakhir kali aku kesana, ada foto pamanku yang terpampang nyata." ujar Manda
"Yang bener? perasaan aku galiat foto apapun."
"Yaudah, udah terlanjur jadi lupain aja! Anggap pengalaman." celetuk Manda tersenyum lebar.
"Hari ini nenek tetep ga nelfon?"
"Ngga.." sahut Thea menggelengkan kepala.
tring...tring...tring…
Terdengar suara yang berasal dari luar,membuat salah satu gadis itu beranjak pergi.
"Bentar…"
Manda beranjak dari tempat duduk,membuka pintu dan kembali dengan 1 buah kantong plastik berukuran besar.
"His. Tanganku rasanya sakit banget," gumam Thea menggerakkan jari jemarinya yang terasa nyeri.
"Ayo makan!"
****Keesokan hari
Pukul 06.00
Ruang kamar yang masih sunyi,kedua gadis itu tengah tertidur lelap di atas ranjang. Salah satu dari mereka menghabiskan malam untuk belajar,
Thea menuruti perintah atasannya dan belajar memperbaiki tulisan yang menurutnya terbilang sudah sangat bagus namun masih belum sempurna untuk pimpinan perusahaan Galaksi.
Gadis itu juga membaca kata baku dan cara penulisan dari beberapa laman internet. Dia ingin memberikan yang terbaik agar tidak ada lagi perintah untuk menulis,
tring...tring...tring...
Dering alarm begitu nyaring membuat seluruh kamar dipenuhi bunyi bising. Manda yang merasa terusik mulai mengerutkan alis dan menarik bantal miliknya untuk menutupi telinga,
"Urgh. Thea! matikan alarmnya!" seru gadis itu menepuk pundak temannya yang masih tertidur,
"........" Thea yang terlalu lelah tidak bergerak ataupun merespon suara yang masuk ke telinga nya.
"Thea.." sontak Manda,
Gadis itu merasa kesal lalu menendang bagian punggung Thea.
"Ng.." gerutunya,merasa sesuatu yang keras baru saja menghantam bagian belakang.
Thea perlahan membuka mata,meraih ponsel yang ada di atas meja lampu tidur.
Menggeser layar untuk menghentikan suara bising tadi. Lalu menatap ke arah angka penunjuk waktu,
"Hh." menghela nafas dan kembali ke posisi semula, berulang kali mengedipkan mata yang masih terasa berat.
Gadis itu menatap langit langit kamar, sambil mengumpulkan kesadarannya.
"Aduh, capek banget! Kapan ya libur kerja,"
"Habis ini mandi. Terus naik bus,"
"Kalo pagi mah, masih enak. Tapi waktu pulang panas banget! Mana harus desak desakan,"
"Ahrg. Bayanginnya aja udah ga sanggup," gerutu Thea dalam hati.
Sorot matanya beralih ke arah Manda yang masih tidur meringkuk. Gadis itu mulai menepuk pundak temannya secara perlahan.
"Man?"
"Ng??" sahut Manda masih terpejam.
"Kamu hari ini ada pemotretan ga?"
"Ada. Tapi masih 2 jam lagi," gumamnya lirih,
"Yah. Jadwalnya ga bisa diganti? dimajuin kek,"
"Kenapa emangnya?" tanya Manda merendahkan suara,
"Badanku sakit semua, niatnya mau nebeng ke tempat kerja."
"Oh, yaudah aku anterin."
"Hah? beneran jadwal mu bisa dimajuin?"
"Ya gak bisa sih, tapi aku masih mau beli beberapa tiara buat konsep photoshoot. Jadi sekalian beli waktu nganterin kamu,"
"Beneran gapapa?" tanya Thea memastikan
"Iya gapapa. Udah sana mandi dulu! Aku mau tidur sebentar."
"Nanti kalo udah selesai siap siap,bangunin aja." seru Manda.
Gadis itu berbalik mencari posisi yang tepat untuk melanjutkan tidurnya.
Thea menatap sekilas punggung temannya yang terbalut piyama biru,lalu beranjak duduk.
"Euhrg…" sontak Thea merentangkan kedua tangan,dan melangkah turun.
Thea meraih sebuah kain penyeka yang tersemat di towel hanger. Lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi,
20 menit kemudian,gadis itu telah selesai bebersih diri. Segera keluar dalam keadaan rambut basah dan setengah badan yang tertutupi oleh handuk putih.
Thea menoleh ke arah lemari kaca yang menyimpan beberapa alat kecantikan. Diambilnya sebuah hairdryer kuning milik Manda,
Setelah itu sorot matanya beralih ke arah gadis yang masih diam di atas tempat tidur. Thea melangkah mendekat,perlahan mengguncangkan pundak temannya.
"Man…"
"Ng?" sahut Manda,beralih posisi. Sedikit mendongak perlahan membuka mata.
"Aku udah selesai mandi, tinggal pake baju sama make up sebentar. Sana kamu cepetan mandi,"
"Kamu siap siap aja deh, sampe selesai! baru bangunin." gumam Manda menatap gadis yang berdiri di depan dengan sebuah pengering rambut di tangannya.
"Lah, terus kamu kapan mandinya?"
"Aku ga mandi…" ucap Manda merendahkan suara,
"Ha? beneran? yakin keluar rumah ga mandi?"
"Iya, asal kamu tahu. Kecantikan model yang sesungguhnya itu, saat kita baru bangun tidur."
"Jadi mau aku mandi atau nggak, aku tetep aja cantik." sanggah Manda,
"Hhh, narsis amat!"
Thea menghela nafas mendengar ucapan temannya lalu berbalik dan segera mengeringkan rambut.
15 menit kemudian.
Gadis itu tengah berdiri di depan cermin,berlenggak lenggok untuk meneliti penampilannya. Dengan sebuah kemeja blouse abu abu,serta rok hitam yang menutupi paha dan setengah lututnya.
Thea membiarkan rambutnya terkuncir tinggi supaya terkesan rapi,juga memakai sedikit riasan yang lebih menunjukkan wajah asli Thea tanpa make up.
"Oke siap!" serunya mengangkat kepalan tangannya,
"His, masih sakit banget!"
***Bersambung."......" detiknya berlalu karena membisu, Thea terdiam sambil berulang kali membuka tutup telapak tangan kanan yang terasa nyeri. Seakan tengah berusaha memberi relaksasi bagi kelima jarinya, Ini pertama kali dia merasa begitu letih, mungkin wajar karena pengalaman pertama. Perlahan pandangannya beralih pada gadis yang masih setia memeluk selimut tebal, "Man. Ayo bangun! aku udah siap berangkat," ucap Thea mengeraskan suara. "Ng.." "Iya iya, ini aku bangun." gumam Manda perlahan membuka mata seraya menatap gadis di depannya dengan tatapan kosong. "Ayo!" seru Thea sekali lagi demi mempersi
"Menurutku dia bukan gadis kompeten. Aku yakin dia masuk kesini dengan cara licik!" timpal suara gadis lain yang tak lagi asing di telinga Thea. Suara nyaring yang kemarin berhadapan dan sosok yang berhasil dihindari pagi tadi, "Ini suara wanita yang kemarin bawain kopi!" "Berarti--mereka beneran lagi gosipin aku?" benak Thea menggigit bibir bawah, semakin mendekatkan telinga pada pembatas demi memperlancar tujuannya sekarang. Menguping bukanlah hal baik tentu semua orang tahu akan hal itu, namun bagaimana lagi? Mendengar sesuatu tentang diri sendiri bukanlah suatu kejahatan. Jadi Thea tak merasa menyesal meski harus melakukan hal secara diam-diam, "Licik--apa maksudmu?" tanya Mia mengerutkan alis,
"Aduh, gila banget nih orang!" gumam Thea lirih, Kenapa dia selalu bertemu pria tidak waras atau memang seluruh dunia ini dipenuhi wajah tampan tanpa akal? Demi mempertahankan posisi, Thea harus segera pergi dan cara yang tersisa hanyalah kekerasan. Tak mau berpikir ulang, ditancapkannya kedua gigi taring pada pergelangan tangan yang masih mencengkram erat. "Aw.." rintihnya, reflek melepas tangan dan membiarkan Thea lari menjauh. Secepat mungkin memasuki lift, hanya saja karena keberuntungan yang telah berpaling. Gadis itu harus terjebak di tengah karyawan yang tengah aktif memanfaatkan waktu pada jam makan siang, Bersama dengan lima karyawan lain yang tentu saja lebih dulu datang, mau tidak mau dia harus sabar menunggu untuk bisa pergi pada lantai yang dituju. "Kak Mia, sudah makan siang?" sontak salah satu karyawan asing, Seketika membuat perhatian Thea beralih karena mendengar nama tad
"Sudah sampai mana?" "Ha?" sontak Thea merasa bingung dengan respon laki laki itu. Kenapa masih harus ada pertanyaan di ujung penantian, apakah tidak bisa membiarkannya tenang tanpa harus berpikir keras. "Aturan tadi. Kamu sudah hafal sampai mana?" "Oh. Saya sudah hafal sampe aturan ke 45," "Bawa pulang dan pelajari di rumah, dalam 3 hari kamu harus hafal semua aturan. Tapi mulai besok kamu sudah harus ikut kemanapun saya pergi---siap siaga selama 24 jam." ujar Nathan, "Baik Pak, nanti saya akan lanjut membaca dan menghafal sampe selesai! Kalo begitu saya pamit undur diri," "Tunggu.." sontaknya berhasil membuat langkah Thea terhenti. Sambil menghela nafas berat juga menggigit bibir bawah, gadis itu berbalik kembali pada posisi semula hanya demi menunggu perintah lain yang belum Nathan lontarkan. "Kamu sudah bisa berkumpul dengan karyawan departemen perencana. Meja kerjamu ada di barisan paling depan di pojok kan
"Buku paket." tegas Thea tanpa menoleh. "Ha? Buku paket apaan?" sahut Manda masih belum bisa menuntaskan rasa penasarannya, Apalagi yang didapat bukanlah sebuah penjelasan, gadis itu hanya diam perlahan mengangkat map coklat hingga menunjukkan sampul tertulis judul berkas. "Aturan kontrak? tebel amat!" "Ya gimana lagi! Pamanmu banyak maunya. Suruh hafal ratusan aturan ini dalam 3 hari----pantesan karyawan lain bilang, kalo sebelumnya asisten pribadi bakal diganti sebulan sekali." "Karena sekarang aku ngerasain posisi itu, aku jadi tau alasannya!" gerutu Thea masih sibuk mengamati tulisan yang tertera dengan raut kesal.
Sebuah pertanyaan terlontar dari salah satu karyawan yang masih penasaran menatap keberadaan wanita di depan meja Thea. Terlebih lagi dengan kalimat yang mengundang tanya bagi semua orang, "Oh, tidak ada! aku hanya memberi satu kaleng minuman soda, dan mengatakan kepadanya untuk tidak mendengar semua ocehan buruk yang karyawan lain katakan." ucap Lisa tersenyum ramah, berusaha menjadi pemeran baik di hadapan mereka. Dengan lihai menyembunyikan tawa licik yang menggema dalam benak karena berhasil menambah kericuhan, setidaknya ini semua pantas Thea dapat karena telah berani mengusik orang yang salah. "Hh, kau akan kewalahan menghadapi mereka. Suruh siapa kau berani merebut posisi ini---jabatan ini tidak pantas untukmu!" gumamnya dalam hati,
Derita sama terulang, seperti hari sebelumnya meski telah bekerja selama tiga hari di setiap akhir waktu Thea selalu selalu kembali dengan raut lesu bahkan langkah kakinya melemah bagai wanita tua yang berjalan lambat sambil menunduk. Entah kenapa dia masih sangat sulit untuk beradaptasi dengan dunia kerja yang selalu membuatnya tersiksa. Bos angkuh, cibiran rekan kerja, dan sekarang ditambah rumor buruk. Apapun itu setidaknya sekarang dia mampu menghela nafas lega karena telah sampai ke tempat tinggalnya. Dengan tatapan kosong Thea berjalan melewati lorong, Sekilas merenungi nasib yang berubah sejak beberapa hari terakhir, padahal dulu dia adalah nona muda kaya yang selalu menjalani kehidupan tenang dan menyelesaikan semua masalah dengan uang. &nb
Ditaruhnya kain penyeka ke sebuah gantungan yang ada di dalam kamar mandi.Gadis itu mulai melepas satu persatu setelan yang menutupi tubuhnya. Selang 20 menit,Thea telah selesai bebersih diri. Rambut basah dan handuk putih yang terlilit di bagian atas tubuh, dia berjalan ke arah kamar Manda. Meski terdapat 3 kamar dalam apartemen. Gadis itu lebih memilih, berbagi kamar dan juga perabotan lain dengan temannya karena tidak ingin repot beberes ruangan. Terlebih lagi,kini Thea telah bekerja dan membuatnya lebih lama di luar. Dibukanya pintu lemari lalu meraih salah satu baju tidur berwarna kuning. "Ih, kok aku tiba tiba kepikiran soal tadi!" gerutu Thea,bergegas menggelengkan kepala agar semua ingatan yang baru saja terbesit segera menghilang. "Aneh juga ngeliat dia kayak tadi." "Tapi ujung ujungnya juga tetep ngeselin. Semuanya aku juga yang beresin," gerutu Thea sambil membenarkan pakaiannya. Membiarkan rambutnya yang mas
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas