Pukul 20.00
Di tempat yang sama, sofa panjang itu terisi dua gadis dengan kesibukan masing masing. Thea terlihat begitu antusias menatap iklan melalui layar televisi sedangkan Manda sedang sibuk mengokak atik benda dalam pangkuannya,
"Oh ya. Kamu lulusan administrasi bisnis kan?"
"He.em," gumam Thea mengangguk sambil mengunyah sisa snack yang ada di dalam mulut,
"Kenapa emangnya?"
"Mm, gimana kalo kamu kerja di kantor pamanku! Dia lagi butuh asisten pribadi." tawar Manda,
"Asisten pribadi? Mm, emangnya harus lulusan administrasi bisnis?"
"Ya enggak sih. Tapi setidaknya kamu ga terlalu sulit buat belajar jadi asisten pribadi." sahut Manda menjelaskan.
"Bener juga sih. Kayaknya cocok, berapa gajinya?" Sedikit menaruh antusias pada harapan yang akan melepaskan sebagian beban hidup.
"10 juta per bulan,"
"Lumayan--" angguk Thea menekuk bibir,
"Lumayan jidatmu! Kalo di dunia kantor, gaji segitu udah gede banget. Sulit nemuin perusahaan yang berani gaji segitu,"
"Oh, kalo gitu oke deh! Aku mau," lugas Thea menyetujui tawaran tadi tanpa berpikir dua kali.
"Yaudah aku bakal hubungi paman. Kebetulan besok dia baru kembali dari luar negeri setelah perjalanan dinas---jadi besok kamu langsung ke kantor ya?!"
"Yah kok besok sih! mendadak banget,"
"Ye, masih mending ga usah apa apa udah dapet kerja! Mau apa gak? Kalo ga mau ya udah. Banyak kandidat lain," tegas Manda sedikit kesal,
"Iya deh, mau mau. Tapi besok aku masih harus ngurusin wisuda---gjmana dong?"
"Itu gampang. Kamu hadir sebentar terus izin pulang,"
*****Perusahaan Galaksi merupakan sebuah gedung bertingkat sekaligus perusahaan pengembang game yang baru saja berdiri sekitar 7 tahun lalu. Meski terkesan baru untuk berkecimpung dalam kerajaan bisnis, perusahaan ini telah mampu menciptakan banyak sekali video game serta aplikasi yang berhasil melejit di kalangan masyarakat,
Bahkan mulai tahun pertama hingga tahun berikutnya, perusahaan Galaksi berhasil masuk urutan tertinggi dan dengan cepat melejit hingga menempati peringkat pertama sebagai perusahaan dengan penghasilan terbanyak di negara Y.
Kualitan sekaligus kuantitas, meski selalu menjadi incaran oleh semua sarjana perusahaan ini tak mudah untuk dimasuki. Dengan alasan, tempat berpredikat tinggi hanya merekrut setiap karyawan yang berkualitas lalu memberi imbalan besar bagi mereka berhpa gaji tinggi setiap bulannya,
Namun meski berbagai kesulitan yang tertabur di dalamnya, karena suatu keberuntungan Thea dapat menjadi salah satu anggota perusahaan terbesar bahkan berhasil mengisi tempat di samping petinggi.
Pukul 07.00
Kemeja peach lengan panjang serta rok hitam di atas lutut menjadi setelam pertama yang menemaninya. Dengan berat hati gadis itu terpaksa datang ke kantor setelah menikmati pelayanan jasa antar sebuah angkutan umum, dan semua ini dilakukan berdasarkan saran Manda supaya berpenampilan sederhana dengan kata lain tidak memberi kesan mencolok pada karyawan lain.
Semalam ia menghabiskan berjam jam hanya untuk mendengar nasehat serta banyak sekali pelajaran yang harus diingat tentang kehidupan pekerjaan dan juga cara beradaptasi dengan beberapa macam rekan kerja yang pasti akan gadis itu temui.
Namun entah bagaimana, seluruh persiapan tadi justru membuat hati Thea khawatir sekaligus gugup. Karena telah bekerja keras sampai malam dan berusaha untuk mempelajari setiap tugas dari perannya,
Alhasil Thea justru bangun terlalu siang hingga memutuskan untuk tidak menghadiri acara wisuda dan lebih mementingkan kehidupan kerjanya lalu bersiap pergi ke kantor.
Drap…
Drap….
Drap….
Telapak beralas heels itu secepat mungkin berlari memasuki gerbang perusahaan.
"Hah, hampir aja telat!" seru Thea berusaha mengatur nafas,
Perlahan mengembalikan stamina agar mampu bertahan dan bersikap dengan tenang. Segera melangkah masuk ke dalam kantor sambil membawa map berisi beberapa dokumen yang telah disiapkan temannya,
"Wah, gede banget!" Takjub menatap langit gedung yang begitu jauh dari jangkauan mata.
"Aku ga pernah masuk ke perusahaan keluarga, jadi ini pertama kalinya aku masuk perusahaan besar!" pikir Thea tertegun menatap ruangan, merasa takjub dengan kemegahan itu.
Perlahan menoleh demi melihat ke sekeliling ruangan, tengah sibuk mencari tempat yang harus ia datangi. Hingga terhenti pada meja resepsionis, mendapati karyawan wanita yang tak lelah menerbitkan senyum.
Segera melangkah semakin mendekat, "Mm--selamat pagi," sapa Thea merendahkan suara
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?"
"Saya asisten baru CEO." ucap Thea dengan nada ramah,
"Oh. Thea Briella?"
"Iya…" sahutnya mengangguk pelan,
"Silahkan masuk ke dalam lift karyawan, ada di sebelah sana. Ruangan Pak Nathan ada di lantai 12,"
"Oh, baik. Terima kasih.." ujar Thea tersenyum cerah.
Segera kakinya berbalik menatap ke arah lift yang tadi ditunjukkan, tanpa ragu berjalan masuk dan menekan salah satu tombol angka yang akan membawanya ke lantai lain.
Tring.
Pintu lift terbuka, membuat Thea melihat beberapa karyawan tengah berjalan dan tidak sengaja berpapasannya. Gadis itu tersenyum menurut standar keramahan namun tak ada satupun balasan, seluruh karyawan bersikap tak acuh sambil memasang raut datar.
"Huh. Kayaknya karyawan disini, pada cuek!" pikir Thea menghela nafas,
"Tapi, dimana ruangannya?" Tak menghentikan langkah sambil menoleh dan membaca satu persatu papan yang tergantung di atas pintu setiap ruangan.
"Nah itu dia!" seru Thea,
"Ingat! Pamanku adalah orang yang gila kebersihan. "Jangan sampe buat kesalahan, atau kamu bakal tanggung akibat nya."
Beberapa kalimat baru saja terbesit dan membuat gadis itu berusaha mengingat kembali semua ucapan temannya demi mencegah kesalahan. Walau gugup dia tetap memberanikan diri untuk membuka pintu,
Seketika terbelalak mendapati ada pria lain yang sudah masuk mendahuluinya. Melihat bahwa sosok itu tengah membawa setumpuk berkas yang akan ditaruh ke atas meja,
"Hei!" sontak Thea, bergegas berlari.
Merebut setumpuk dokumen tadi sambil mengerutkan alis, entah kenapa dia merasa kesal dengan tingkah pria itu. Sebenarnya gadis itu tidak ingin jika ada orang lain yang membuat hari pertama kerjanya berantakan,
"Biarkan aku saja!" seru Thea dengan tatapan tajam
"Aku harus pastikan ga ada debu sedikit pun. Jangan sampe pria ini ceroboh dan bikin masalah buatku," pikirnya memberikan tatapan sinis.
"Siapa kau?" tanya pria itu memasang raut datar, perlahan memijakkan telapak tangan ke atas meja. Bersikap seakan pemilik seluruh gedung,
"Hei! Turunkan tanganmu!" teriak Thea antusias,
"Ayo cepat---turunkan!"
"Apa gadis ini tidak waras, siapa yang membiarkannya masuk!" gumam pria tadi, berdecak kesal.
"Kau itu yang siapa? Aku adalah asisten pribadi CEO! Jadi tidak akan aku biarkan ada orang yang mengotori tempat ini!"
"Benarkah? Jadi kau asisten baru?" ucapnya sedikit tak acuh,
"Iya. Kau tidak tahu kan?! Sepertinya kau juga karyawan baru, pantas saja tidak tahu aturan."
"A-apa? tidak tahu aturan?" gertaknya merasa kesal nyaris membulatkan mata.
"Iya, kau tidak tahu aturan. Pak Nathan itu sangat suka kebersihan, jadi jangan pegang apapun! Sudah sana. Aku mau bersih bersih."
"Oh---atau kau pergi saja dan membantuku untuk membuatkan kopi? Pasti Pak Nathan akan datang sebentar lagi,"
"Jangan berani menyuruhku." tegasnya datar,
Seketika nada ketus serta sorot dinginnya memunculkan aura aneh yang berhasil membuat Thea bergidik ngeri. "Apaan sih! gitu aja marah. Kalo ga mau kan bisa bilang baik baik,"
***Bersambung.
"Huh, untung sama sama karyawan baru. Kalo ngga! Udah aku pukul pake ini," gerutu Thea dalam hati, mencengkram erat setumpuk dokumen serta map tadi lalu diletakkannya ke atas meja. "Cepat keluar! aku mau membuat kopi. Awas saja, kalo kamu belum pergi saat aku kembali!" seru Thea memberi tatapan sinis. Dengan cepat melangkah keluar lalu bergegas mencari ruangan yang bisa ia gunakan untuk membuat secangkir minuman serta menyiapkan sepiring kudapan sesuai anjuran Manda. Namun langkah Thea berhenti setelah berpapasan dengan karyawan wanita, segera menoleh dan menatap lekat nampan berisi hidangan di atasnya. "Tunggu, kau mau kemana?" Siapa sangka satu pertanyaab berhasil menghentikan langkah karyawan tadi, perlahan Thea melangkah mendekat dan menatap sekilas secangkir kopi hitam serta piring kecil berisi kue kering. "Siapa kau---kenapa menghentikanku? Apa kau tidak lihat kalau aku sedang menyiapkan ini semua untuk Pak Nathan," ketusnya te
"Keem.." "Cukup!" tegas Nathan menghentikan ocehan gadis itu, Sedikit merasa muak setelah mendengar jawaban tak sesuai harapan, dengan cepat tangannya beraluh membuka salah satu rak meja demi mengambil sebuah ipad. Segera disodorkan ke hadapan Thea, "Di dalam sini ada banyak file tentang rencana perjalanan, pertemuan dan beberapa catatan rapat tahun lalu." "Sekarang kamu siapkan kertas dan bolpoin, pilih 5 file lalu buat salinannya masing masing file 5 salinan." "T-tulis? semua yang tadi Bapak bilang, harus ditulis?" gumam Thea dengan raut terkejut, Setelah berkhayal mendapat beban tugas penuh hormat seperti pertunjukan dalam film, dia justru melaksanakan tugas remeh yang bahkan mampu dikerjakan oleh seorang bocah kecil. "Iya. Apa kamu tidak bisa menulis?" lugasnya dingin, "B-bisa!" "Lalu tunggu apalagi? Cepat kerjakan." "Saya ga bawa alat tulis." gumam Thea lirih sebelum menggigit bibir bawah,
"Sepertinya kemampuanmu sangat buruk. Saya kasih tambahan waktu, 3 jam harus selesai." ucap Nathan memalingkan muka,dan meraih berkas yang tadi gadis itu kerjakan. 3 jam kemudian. "Ehrg. Jariku sakit banget!" gerutu Thea, Berulang kali menjambak rambutnya untuk melupakan rasa sakit yang ia rasa. "Hhh, sampe mual lihat tulisan ini..Bosen woy, capek juga!" teriak gadis itu dalam hati, Tap. Ditaruhnya bolpoin tadi lalu Thea beranjak dari atas lantai,membawa buku itu dan disodorkan ke hadapan Nathan. "Ini Pak, sudah selesai.." Laki laki itu melirik sekilas ke arah tulisan yang ada di atas kertas. "Nanti malam latihan menulis, perbaiki gaya tulisannya. Ini terlalu jelek dan membuat sakit mata saya." ketus Nathan "Sial! mataku juga sakit.." celetuk Thea dalam hati, Mengepalkan kedua tangannya dengan erat,berusaha menahan emosi karena perkataan laki laki itu. "Ambil dan pelajari buku pedoman tul
"......" detiknya berlalu karena membisu, Thea terdiam sambil berulang kali membuka tutup telapak tangan kanan yang terasa nyeri. Seakan tengah berusaha memberi relaksasi bagi kelima jarinya, Ini pertama kali dia merasa begitu letih, mungkin wajar karena pengalaman pertama. Perlahan pandangannya beralih pada gadis yang masih setia memeluk selimut tebal, "Man. Ayo bangun! aku udah siap berangkat," ucap Thea mengeraskan suara. "Ng.." "Iya iya, ini aku bangun." gumam Manda perlahan membuka mata seraya menatap gadis di depannya dengan tatapan kosong. "Ayo!" seru Thea sekali lagi demi mempersi
"Menurutku dia bukan gadis kompeten. Aku yakin dia masuk kesini dengan cara licik!" timpal suara gadis lain yang tak lagi asing di telinga Thea. Suara nyaring yang kemarin berhadapan dan sosok yang berhasil dihindari pagi tadi, "Ini suara wanita yang kemarin bawain kopi!" "Berarti--mereka beneran lagi gosipin aku?" benak Thea menggigit bibir bawah, semakin mendekatkan telinga pada pembatas demi memperlancar tujuannya sekarang. Menguping bukanlah hal baik tentu semua orang tahu akan hal itu, namun bagaimana lagi? Mendengar sesuatu tentang diri sendiri bukanlah suatu kejahatan. Jadi Thea tak merasa menyesal meski harus melakukan hal secara diam-diam, "Licik--apa maksudmu?" tanya Mia mengerutkan alis,
"Aduh, gila banget nih orang!" gumam Thea lirih, Kenapa dia selalu bertemu pria tidak waras atau memang seluruh dunia ini dipenuhi wajah tampan tanpa akal? Demi mempertahankan posisi, Thea harus segera pergi dan cara yang tersisa hanyalah kekerasan. Tak mau berpikir ulang, ditancapkannya kedua gigi taring pada pergelangan tangan yang masih mencengkram erat. "Aw.." rintihnya, reflek melepas tangan dan membiarkan Thea lari menjauh. Secepat mungkin memasuki lift, hanya saja karena keberuntungan yang telah berpaling. Gadis itu harus terjebak di tengah karyawan yang tengah aktif memanfaatkan waktu pada jam makan siang, Bersama dengan lima karyawan lain yang tentu saja lebih dulu datang, mau tidak mau dia harus sabar menunggu untuk bisa pergi pada lantai yang dituju. "Kak Mia, sudah makan siang?" sontak salah satu karyawan asing, Seketika membuat perhatian Thea beralih karena mendengar nama tad
"Sudah sampai mana?" "Ha?" sontak Thea merasa bingung dengan respon laki laki itu. Kenapa masih harus ada pertanyaan di ujung penantian, apakah tidak bisa membiarkannya tenang tanpa harus berpikir keras. "Aturan tadi. Kamu sudah hafal sampai mana?" "Oh. Saya sudah hafal sampe aturan ke 45," "Bawa pulang dan pelajari di rumah, dalam 3 hari kamu harus hafal semua aturan. Tapi mulai besok kamu sudah harus ikut kemanapun saya pergi---siap siaga selama 24 jam." ujar Nathan, "Baik Pak, nanti saya akan lanjut membaca dan menghafal sampe selesai! Kalo begitu saya pamit undur diri," "Tunggu.." sontaknya berhasil membuat langkah Thea terhenti. Sambil menghela nafas berat juga menggigit bibir bawah, gadis itu berbalik kembali pada posisi semula hanya demi menunggu perintah lain yang belum Nathan lontarkan. "Kamu sudah bisa berkumpul dengan karyawan departemen perencana. Meja kerjamu ada di barisan paling depan di pojok kan
"Buku paket." tegas Thea tanpa menoleh. "Ha? Buku paket apaan?" sahut Manda masih belum bisa menuntaskan rasa penasarannya, Apalagi yang didapat bukanlah sebuah penjelasan, gadis itu hanya diam perlahan mengangkat map coklat hingga menunjukkan sampul tertulis judul berkas. "Aturan kontrak? tebel amat!" "Ya gimana lagi! Pamanmu banyak maunya. Suruh hafal ratusan aturan ini dalam 3 hari----pantesan karyawan lain bilang, kalo sebelumnya asisten pribadi bakal diganti sebulan sekali." "Karena sekarang aku ngerasain posisi itu, aku jadi tau alasannya!" gerutu Thea masih sibuk mengamati tulisan yang tertera dengan raut kesal.
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas