Share

Bab 2 Bram itu Gay!

Dewi mengguncang bahu Aliyah kuat.

“Mbak ... sadar mbak!”

Saking kuatnya, membuat Aliyah menjadi pusing dan memegang kepalanya.

“Dewi stop!”

“Maaf Mbak, tapi ini harus Dewi lakuin supaya Mbak sadar.”

Dengan serius mengarahkan Aliyah untuk menatap matanya, “Mbak Aliyah, dengar ya ... Suami mbak itu incaran banyak wanita!”

Dewi mengucapkannya dengan tegas dan penuh penekanan. Melihat dengan sangat prihatin pada Aliyah.

“Mbak harus pegang erat-erat, kalau sampai lepas dikit aja ...” Dewi menggeleng-gelengkan kepalanya.

Aliyah tertawa lucu, balas menatap Dewi dengan serius, memberikan pengertian kepada asistennya itu.

“Dewi, kamu gak tau dibalik kehebatan pria itu, dia punya banyak banget banget banget ...! Kekurangan!”

Melihat kembali pada cermin besar didepannya, Aliyah merentangkan jari tangan kanannya.

Jari-Jari lentik wanita itu terlihat indah dengan warna merah muda yang lembut. Kukunya terpotong dengan rapi, dihiasi dengan nail art yang cantik.

“Dewi ... kamu dengerin baik-baik ya ...”

Aliyah mulai menarik napas panjang.

“Satu, Mas Bram itu udah tua! 30 tahun! Sedangkan aku? Aku masih 23 tahun, disini aja aku udah rugi besar. Aku udah gak ketemu dia 3 tahun, siapa tau, rambutnya sekarang udah penuh uban kan?”

Aliyah melihat dengan seksama pada wajah Dewi yang terpantul di cermin depannya.

Hai, ada apa dengan reaksi tercengang itu?

Dengan bersemangat, Aliyah mulai mengucapkan segala kekurangan suami crazy rich nya itu.

“Dua, Mas Bram gak tergoda dengan wanita muda dan secantik aku. Kamu tau gak, malam pernikahan tiga tahun lalu, dia cuma lihat aku dengan dingin, lalu pergi gitu aja.”

“Tiga, Mas Bram itu punya keluarga yang toxic, dia aja lari ke Amerika!”

“Empat, Mas Bram itu punya sindrom yang aku gak tau namanya, yang jelas otot-otot wajahnya kaku. Gak pernah senyum sedikitpun.”

“Lima, bentar ... aku minum dulu.”

Aliyah menarik napas panjang sejenak, meneguk air mineral yang tersedia di meja rias itu.

“Lima, Mas Bram itu warkaholic! Dan menurut penelitian, aku gak ingat penelitian siapa, orang yang over kerja itu cepat matinya. Ngeri gak tuh, apalagi dia jauh lebih tua dari aku, kalau sampai aku ngejanda di umur 30 an itu bahaya banget, nanti gak ada yang mau sama janda kayak aku ... mending dari sekarangkan?”

“Terakhir! Ini yang paling urgent! Dicurigai besar dia itu seorang GAY!” ucap Aliyah dengan membara.

Rahang Dewi terjatuh mendengar semua penjabaran majikannya itu. Melihat pada Aliyah dengan tercengang, sirkuit otak sang model legendaris itu tampaknya berbeda dengan spesies normal.

“Ayo kita makan, kamu harus butuh asupan yang besar, setelah menerima fakta yang mengejutkan ini.”

Dengan cepat Aliyah menggandeng tangan Dewi, menariknya menuju lift, lalu menekan lantai bawah.

Mereka sampai di parkiran mobil yang ada depan lobi apartemen itu.

“Aliyah ...”

Suara seorang lelaki terdengar dari belakang mereka.

Mereka sontak melihat ke belakang. Terlihat Jery, aktor yang menjadi lawan main Aliyah sebelumnya tengah berdiri disana, didepan pintu utama villa lokasi syuting kali ini.

Aliyah bertanya segera, “Iya, ada apa?”

Jery mendekati wanita itu, ia menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan sedikit gugup.

“Hmm ... boleh minta nomor hp kamu?” tanya Jery dengan sedikit gugup.

Wajah Dewi berubah seketika, melihat dengan kesal pada Jery. Berpikir, sepertinya akan ada bibit pebinor yang lainnya.

“Pak Bram ... Istrimu itu wanita idaman cowok-cowok, kenapa kamu anggurin sampai sekarang?” pikir Dewi dengan prihatin.

Aliyah berpikir sebentar, apakah akan memberikannya atau tidak. Selama ini, banyak yang mengganggunya lewat pesan chat.

Melihat keraguan pada Aliyah, Jery berkata segera, “Ada yang mau aku tanyain tentang adegan antara kita berikutnya, jadi ... biar aku lebih mudah hubungi kamu. Tapi kalau kamu keberatan juga gak papa.”

Mendengar alasan yang masuk akal, Aliyah menyetujui.

“Oke.”

Wanita itu membuka ponselnya, dan memberikan kode QR kontaknya kepada Jery.

Jery tersenyum senang, dengan cepat menscan kode itu segera.

“Makasih ya ...” ucap pria itu kemudian.

“Sama-sama, kalau gitu aku pergi dulu.” balas Aliyah lalu menarik tangan Dewi.

“Kebetulan aku bawa mobil, aku bisa anterin kalian? Kalian mau kemana?” tanya Jery segera.

Dewi yang sebelumnya menahan sikap, dan berusaha abai, sekarang mengerutkan kening secara terang-terangan.

“Maaf ya, Kak Jery. Kalau misalnya kami nebeng, siapa yang tanggung jawab kalau sampai paparazi tau?”

Aliyah menarik tangan Dewi yang terlihat marah, “Makasih Kak, Aliyah Kebetulan dijemput supir juga. Kalau gitu kami duluan ya.”

Aliyah segera menarik Dewi, yang masih ingin mengatakan sesuatu kepada pria itu.

“Udah, udah. Dia itu rekan kerja aku, kalau dia tersinggung nanti kerja kami jadi gak profesional lagi,” bisik Aliyah pada Dewi sambil berjalan.

Ia khawatir dengan kebiasaan Dewi yang menghalau para laki-laki darinya. Aliyah kadang mencurigai ia sebagai mata-mata dari suaminya.

Tapi itu gak mungkin! Sangat mustahil!

Dewi cemberut kesal, “Mbak, jelas aja dia suka sama Mbak.”

Dewi bukannya iri, tapi ia hanya ingin menyelamatkan Aliyah dari godaan para lelaki yang penuh tipuan.

Apalagi artisnya itu saat ini tengah rentan dengan suaminya. Masih juga belum sadar bahwa ia telah beruntung memiliki suami yang merupakan impian semua gadis- Bramie Atmaja, seorang pengusaha paling kaya saat ini.

Mereka masuk ke sebuah mobil hitam yang terpakir tidak jauh disana.

“Wah ... Mbak, mobil baru lagi?”

Dewi terpana dengan mobil mewah yang memiliki desain futuristik dan kilau metalik yang begitu menggoda itu.

Lampu LED-nya berkilau seperti bintang, dan interior kulitnya yang mewah membuatnya terasa seperti ruang pribadi di dalam istana.

Orang-orang melihatnya seolah-olah seperti sebuah karya seni bergerak, sebuah simbol kemewahan yang menyilaukan.

“Hmm ... Mas Bram yang kirim.”

Wanita itu mengedarkan pandangan ke seluruh interior mobil. Patut menjadi mobil mahal dengan edisi terbatas.

Aliyah mulai meraba pada jok kulit halus yang berkualitas tinggi, disekat dengan panel kayu mahoni sukses menciptakan suasana yang istimewa.

Sementara itu, layar sentuh canggih memberikan kendali atas berbagai fitur tersedia di setiap sudut limusin itu.

Dengan kaca privasi elektronik yang dapat disesuaikan, penumpang dapat menikmati pemandangan atau menjaga privasi, sementara ruang kaki yang lega dan fasilitas makan yang mewah memberikan kenyamanan terbaik.

Selalu seperti itu, tidak ada kabar, tidak ada pembicaraan antara mereka, tapi Bram tidak pernah lupa memberikan uang dan materi yang berlimpah.

“Pak, kapan mobilnya datang?” tanya Aliyah pada pak Tomo- supir pribadinya.

Pak Tomo tersenyum bahagia, walaupun bukan miliknya, tapi kan mobil itu akan dikendarai olehnya.

“Kayaknya 2 jam yang lalu, Non. Ini tadi mas Arka yang suruh saya jemput Nona pakai mobil ini,” jawab Pak Tomo dari kaca spion.

Arka adalah asisten pribadi yang menjadi tangan kanan Bram di Indonesia.

Aliyah tersenyum senang, bukan karena bahagia mendapat mobil mahal itu. Tapi karena salah satu rencananya sukses dijalankan.

Menjadi wanita penghisap kekayaan dari Bramie Atmaja!

“Rasain! Siapa suruh gak ceraiin aku! Mwehehe ...” bisik Aliyah yang masih terdengar oleh Dewi.

Dewi menggelengkan kepala frustasi.

“Dewi, saran dong aku harus minta apa lagi sama Mas Bram?”

Dewi berkedip beberapa kali, “Mbak ... Otak Dewi gak nyampe sama semua kemewahan ini.”

“Kalau aku minta dia buatin Disneyland untuk aku gimana?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status