Share

Bab 6 Terluka

Tubuh Aliyah kaku dan matanya membelalak terkejut.

Ini bukan reaksi yang seharusnya!

Tanpa Aliyah sadari, sudut bibir Bram naik ke atas saat merasakan tubuh lembut yang bersandar disampingnya, kini terasa kaku dan tegang.

Hampir 15 menit lamanya perjalanan, dan Aliyah bisa merasakan bahwa Bram tertidur disampingnya.

"Mas Bram?!"

"Mas?"

Aliyah memanggil berulang kali, tapi tak juga mendapatkan jawaban. Melihat itu, dengan lembut ia menarik tangannya keluar dari cengkeraman jemari pria itu.

Aliyah mengusap pada posisi jantung yang berdetak tak karuan.

"Jantung ... plis calm down!" lirihnya kecil.

"Ekhm ..." deheman Bram terdengar tak lama setelah itu.

Aliyah terkejut dan dengan spontan berkata, "Mas Bram kayaknya kelelahan deh, kalau Mas mau kita pulang aja, nanti Aliyah bantu pijitin Mas. Gimana?"

Suasana hening seketika. Aliyah terpaku dan dalam sepersekian detik ia memejamkan matanya dengan kesal, merasa menyesal setelah mengatakan itu.

Bagaimana mungkin mulutnya dengan spontan memberikan tawaran seperti itu. Ini pasti karena sudah terseting otomatis karena kebiasaannya selama tiga tahun ini.

Tiba-tiba saja jawaban yang tak disangka datang dari Bram. "Kalau gitu nanti malam saya akan terima kebaikan kamu," jawab pria itu sedikit serak.

Aliyah tergagap seketika, "Mas ... Mas. Aliyah kan cuman ber ..."

Bram melihat pada wajah Aliyah dengan tatapan bertanya.

Aliyah berkedip beberapa kali, "Hmm ... anu ... itu."

Memutar otaknya dengan cepat Aliyah segera melontarkan jawaban yang memuaskan, "Gak Mas. Maksudnya ber ... Aliyah akan beri pelayanan yang baik."

Dengan canggung Aliyah terkekeh lalu mengedipkan sebelah mata, terlihat melihat Bram yang kembali fokus pada jalan ia segera menjauh dan duduk dengan berjarak.

Ia takut jika harus berdekatan dengan pria itu lagi, otaknya akan spontan menyebutkan janji manis dengan mudahnya.

Bram kembali melihat ke depan dan tak lama kemudian mereka sampai di Vila Lewis yang terletak pusat kota.

Dika, supir sekaligus pengawal pribadi Bram membukakan pintu segera untuk istri bosnya itu.

"Silahkan nyonya."

Aliyah turun dengan cepat, seakan-akan keluar dari kandang macan ia berkata kepada Bram dari luar.

"Mas Bram jangan kelelahan ya! Kalau gitu Aliyah pergi dulu Mas."

Tepat di depan vila itu, seorang wanita yang terlihat geram sedang menunggunya. Aliyah tanpa sadar berlari lebih kencang, ia ingin segera menyampaikan kepada asistennya yang terkasih, bahwa pria yang baru saja mereka gosipkan kemarin kini sudah kembali.

Dewi berteriak dengan keras, "Mbak, cepat!"

Aliyah berlari masuk segera, dan langsung mendapatkan ketidakpuasan dari Dewi.

"Mbak! Katanya udah mau nyampe dari tadi, kenapa datangnya masih telat 1 jam-an?"

Aliyah ingin menjawab segera, tapi memperhatikan keadaan sekitar yang ramai ia menarik Dewi menuju ruang ganti pakaian.

"Dewi ... ini bahaya banget! Mas Bram pulang!" bisiknya dengan panik ditelinga sang asisten.

"APA? SUAMI MBAK PULANG?" teriakan Dewi menggelegar keras.

"Shut... Dewi suara kamu!" peringat Aliyah segera. Ia dengan panik melihat ke arah kiri dan kanan.

Dewi segera menutup mulutnya dengan kedua tangan, tapi matanya yang syok masih terlihat membelalak. Terlihat mengancam pada Aliyah untuk segera menceritakan apa yang terjadi.

Aliyah menutup pintu ruang ganti dan segera mengatakan dengan singkat pada Dewi.

"Aku gak tau gimana, pagi ini dia udah tiba aja di mansion."

Wajah Aliyah yang panik, bertolak belakang dengan Dewi yang sekarang mulai tertawa.

"Kenapa kamu ketawa?" tanya Aliyah heran.

Dengan susah payah, Dewi menahan tawanya.

"Aliyah!" Panggilan dari sutradara Romi terdengar tak lama kemudian.

"Lebih baik Mbak siap-siap cepat!" Dewi tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Aliyah, malah menarik tangan Aliyah menuju ruang make up segera.

--

Jery melepaskan kemejanya yang basah, dan asistennya datang bersama tata rias membawakannya kemeja yang baru.

"Bang Jery!" panggilan dari Rasya, lawan main Jery, sebagai pemeran utama wanita yang memerankan peran Aletha pada film ini memanggil pria itu dengan lembut.

Tubuh Rasya basah kuyup sama seperti pria itu, baru saja mereka memainkan adegan dimana dia sebagai Aletha, kekasih Bray dalam film itu jatuh ke dalam kolam vila dan Bray datang menyelamatkannya.

"Ada apa?" tanya Jery sambil mengusap rambutnya yang basah dengan handuk.

Jery mengerutkan keningnya dengan tak senang, melihat baju Rasya yang terlihat transparan karena basah kuyup. Kenapa wanita itu masih berkeliaran dalam keadaan yang basah seperti itu?

"Rasya punya usulan adegan ini ke bang Romi, apa Bang Jery mau dengerin sebentar?" tanya Rasya dengan suara lembutnya.

Jery menjawab spontan, "Kalau gitu kamu bisa tanyain langsung sama bang Romi."

Pria itu pergi begitu saja, dan tak melihat kebelakang lagi. Rasya yang ditinggalkan dengan acuh mengepalkan tangannya.

Dengan marah ia pergi menuju kursi santai tak jauh dari kolam, tempat dimana sutradara sedang berdiskusi dengan penulis skrip.

Asistennya datang membawakan Rasya sebuah handuk besar membalut tubuhnya. Rasya memakainya dengan marah, dan berjalan menuju Romi.

"Bang Rom!" Rasya memanggil dengan santai, seakan ia adalah teman akrab sutradara terkenal itu.

Orang-orang yang melihatnya, tak bisa tak kagum saat berprasangka bahwa dirinya dekat dengan sutradara itu.

Romi mengangkat kepalanya melihat pada Rasya.

"Iya?"

Rasya segera menjelaskan tujuannya, "Gini Bang, Rasya punya saran untuk adegan di kolam tadi."

Romi dan penulis skrip disampingnya sontak mengerutkan kening. Tak jarang aktris menyarankan untuk menukar atau merombak adegan. Tapi kebanyakan dari mereka hanya omong kosong.

"Apa saran kamu?" Tanya Romi.

"Gimana kalau adegan jatuh ini karena aku gak sengaja tabrakan sama Aliyah, habis itu Jery datang dan memilih menyelamatkan salah satu dari kami berdua."

Saran yang diberikan gadis itu tampaknya bagus dan Romi langsung mendiskusikannya dengan penulis.

Berteriak melalui pengeras suaranya, Romi mengumumkan perombakan adegan.

"Ok! Scene 12 diulang, Jery, Rasya dan Aliyah bersiap-siap dalam 10 menit."

Aliyah dan Dewi, yang sedang sibuk memikirkan alasan kepulangan Bram terkejut mendengar seruan itu.

"Mbak, cepat siap-siap sana!" ucap Dewi mendorongnya pada para stylis.

Tak lama kemudian, Aliyah telah siap. Berbalutkan gaun rumahan yang indah dan menarik, ia memulai adegan awal dengan menyirami bunga di taman yang ada di dekat kolam.

Dalam adegan itu ia sedikit menjauh dari suaminya yang sedang sibuk bersama sekretaris sang suami.

"Bu Aliyah, saya sudah selesai dengan Pak Bray, saya mau izin pamit dulu, Bu."

Dari belakangnya, Rasya datang menyapa dengan sopan.

Aliyah berbalik dan berjalan mendekati wanita itu, scene selanjutnya mereka akan tidak sengaja saling bertabrakan dan terjatuh ke kolam.

"Apa gak makan disini dulu?" ucap Aliyah dengan ramah sesuai scene.

Setelah ini, tepat di tepi kolam, mereka akan saling bertabrakan dan jatuh kedalamnya.

Rasya menyenggol bahunya, dan ia yang berperan sebagai penderita leukemia akan jatuh dengan mudah hanya dengan sedikit sentuhan.

"Akh!"

Aliyah menjatuhkan dirinya ke kolam, tapi entah mengapa ia merasakan tangan Rasya menahannya. Pergerakannya tertahan dan bukannya jatuh ke kolam, ia malah berlutut dengan lancar di tempatnya.

Tuk ...

Bunyi lututnya yang membentur lantai terdengar renyah. Bebatuan di tepi kolam terasa menusuk ke kulitnya.

"Sakit ..." Aliyah meringis kesakitan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status