Share

Bab 5 Bertingkah Manja

Bram mengangkat wajahnya dari ipad di pangkuannya. Melihat pada wanita yang sudah tiga tahun tak dilihatnya. Wanita itu sepertinya telah banyak berubah.

Gadis pendiam berumur 20 tahun yang dinikahinya dulu, kini terlihat semakin menarik dan cantik. Wajah lembutnya bak malaikat yang membawa penenangan, bibir tipis bewarna pink merah itu terlihat basah dan lembut, bagai embun di pagi hari yang membawa kelembapan.

Mata yang membulat karena terkejut itu, terlihat jernih mencerminkan dunia yang indah.

Tanpa ekspresi berarti di wajahnya, Bram mengalihkan pandangan.

Aliyah masih terpaku melihat pada sosok pria yang terlihat sangat, sangat, sangat jauh dari perkiraannya.

Dimana kepala putih yang penuh dengan uban itu?

Apakah ini masih Bramie Atmaja, suaminya yang menghilang selama tiga tahun dengan alasan membangun pasar di Amerika?

Kenapa ia masih terlihat sama tampannya seperti tiga tahun yang lalu?

“Mas Bram … Aliyah gak nyangka! Akhirnya setelah tiga tahun lamanya, mas Bram pulang hari ini!” seru Aliyah dengan wajah berbinar yang terlihat sangat bahagia.

Dengan semangat ia menerjang pada suaminya itu, memeluk leher Bram dengan kedua tangan lalu dengan mati-matian memeras air mata. Dengan rengekan kecil menyedihkan yang keluar dari bibirnya, Aliyah mencibir sedih.

“Aliyah udah putus asa selama ini, aku pikir suamiku ini … akan datang saat melihat istrinya hanya tinggal tubuh yang terbujur kaku!” rengek Aliyah manja.

Perkataan wanita itu sukses membuat Bram mengerutkan keningnya tak suka. Tubuh harum yang menggantung pada tubuhnya saat ini, membuatnya merasa terganggu. Kurva tubuh Aliyah yang curam membuat Bram merasakan rasa asing yang tak biasa pada tubuhnya.

“Turun!” sahut Bram dengan dingin.

“Mas Bram … Aliyah kan kangen.”

Mata wanita itu berkedip dengan sedih, Bram bisa melihat pada bayangan bulu matanya yang panjang dan sangat lentik di bawah matanya itu, terlihat alami tanpa ada campur tangan kosmetik lain seperti yang ia lihat pada kebanyakan wanita.

Bram akui, Aliyah benar-benar diberkati sebagai seorang wanita, ia sangat cantik dan menawan.

Menahan senyum di bibir, Aliyah mengeratkan pelukannya, wajahnya yang tersenyum lebar dari balik tubuh Bram terlihat sangat bahagia.

Terbuktikan! Tubuh gay suaminya ini pasti sedang memberontak tidak nyaman karena sentuhannya.

Aliyah menopang tubuhnya dengan memegang kedua bahu Bram yang tebal dan keras. Mencubit beberapa kali ia terpekik kagum di hatinya, “Wah … Mas Bram ternyata se maskulin ini! Tapi kenapa orientasi mas Bram melenceng? Kalau gak ‘kan Aliyah masih bisa pikirin ulang untuk jadi istri Mas Bram.”

Bram itu adalah tipe laki-laki maco yang terlihat sangat gagah, jika biasanya gadis-gadis sekarang banyak menyukai pria berkulit putih, bertubuh tinggi, yang bahkan ketampanannya dapat mengalahkan kecantikan wanita, maka Bramie Atmaja adalah kebalikannya.

Dengan batang hidung yang lurus tinggi, bibir tipis yang terlihat mencibir pada dunia, dan mata tajam setajam pisaunya, pria itu terlihat mematikan dengan tatapannya yang menggoda.

Kulit gandumnya yang sehat, dan otot yang mencuat dari kemejanya membuat hormon kejantanannya terasa sangat kental.

Bram merasakan panas menjalar ditubuhnya, 30 tahun adalah umur seorang pria yang penuh dengan gairah, apalagi diumur yang sudah kepala tiga ia belum pernah mencoba rasa seorang wanita.

Ditambah wanita yang menempel padanya saat ini adalah kecantikan tiada tara yang diakui oleh banyak orang.

Dengan rahang mengeras dan tubuh yang menegang, Bram memegang bahu wanita itu yang terasa kecil ditangannya. Mendorong menjauh dari tubuhnya.

“Aliyah …!” geram Bram di telinga wanita itu.

Aliyah turun dari pangkuan Bram, tertawa bahagia di hatinya. Lalu duduk tanpa jarak disamping pria itu.

Dengan mata yang besar ia melihat kekiri dan kekanan pada ipad dan kertas-kertas dokumen diatas meja.

Dimana surat perceraian itu?

Sadar bahwa pria itu sedang memperhatikan pergerakannya, Aliyah berdehem canggung, dengan mata yang penuh kasih sayang dan kerinduan ia menatap suaminya itu.

“Mas Bram kok tiba-tiba pulang, sih?” tanyanya dengan penasaran.

Pertanyaannya sendiri membuat Aliyah terbelalak kaget, pesan tadi malam! Mas Bram pasti menyampaikan kabar kepulangannya, lalu setelah ini akan membawanya ke pengadilan? Untuk menghadiri sidang cerai mereka?

Bram baru saja sampai pagi ini, keberangkatannya pukul 08.00 pagi kemaren di Amerika membuatnya mendarat pagi ini di Indonesia. 20 jam dalam penerbangan tidak membuatnya lelah sedikitpun.

Selama tiga tahun membangun pasar Atmaja Group di Amerika, Bram kini dapat kembali ke Indonesia karena bisnis disana sudah berjalan dengan baik.

Pagi ini awalnya ia berencana untuk langsung saja ke perusahaannya, tapi kepala pelayan menahannya, mengatakan bahwa Aliyah sedang ada di mansion.

Jadi Bram berpikir, pagi ini mereka mungkin bisa membicarakan masalah mengenai hubungan mereka kedepannya.

“Pak, siapkan mobil! Saya akan ke perusahaan sekarang,” perintah Bram pada pak Rusdi yang berdiri agak jauh dari mereka.

Pak Rusdi akhirnya menghela napas lega, saat melihat ternyata tuannya tidak marah pada Nyonya. Apalagi melihat tuan yang tidak mengalami reaksi buruk saat Nyonya memeluknya dan menyentuh kulit tuannya.

“Baik, Tuan.”

Aliyah mengangkat sebelah alisnya dengan licik, “Mas Bram kebetulan Aliyah mau ada syuting di villa lewis sekarang, jadi Aliyah nebeng ya.”

Bram tidak menolak dan dengan cepat melangkahkan kakinya, Aliyah berlari kecil mengikuti pria itu.

“Oh iya Pak, bilang ke Pak Tomo kalau Aliyah pergi sama mas Bram yah,” ucap Aliyah sambil berjalan melalui kepala pelayan.

Bram masuk ke kursi belakang, diikuti Aliyah yang duduk disampingnya.

Bahkan masih di dalam mobil pun, pria itu terlihat sibuk dengan ipad di tangannya.

Melihat jarak yang lumayan jauh antara mereka, Aliyah menggeser tubuhnya hingga menempel pada Bram.

“Mas Bram harus makhlumi kalau Aliyah lengket banget sama, Mas. Ini semua karena Aliyah terlampau rindu, hampir setiap malam Aliyah mimpiin mas.” Cicitnya kecil dan terdengar manja.

Tubuh wanita itu lesu, lemah gemulai bersandar pada suaminya, sambil memeluk lengan kanan pria itu, dan menyandarkan kepala pada bahunya yang kokoh. Meski begitu ia sudah besiap-siap saat Bram akan mendorongnya nanti.

Tapi mengapa?

Satu menit…

Dua menit …

Aliyah menunggu dengan sabar, tapi mengapa dorongan itu tidak kunjung datang juga, apakah dia kurang agresif?

Melihat ke bawah pada jemari panjang milik Bram yang terlihat indah, dengan lembut Aliyah meraihnya. Menyatukan kedua tangan mereka, dan bersandar dengan lebih dekat lagi.

Tangan pria itu yang sibuk menggulir layar berita keuangan kini terhenti karena tautan jemari wanita itu. Sejak tadi ia sudah tidak focus, apalagi wangi lembut tubuh wanita itu sepertinya hanya berkumpul di sekitar hidungnya saja.

Jarang sekali Bram merasakan perasaan rileks yang menenangkan seperti ini.

Bram mematikan ipadnya dan melemparkan ke depan, pada ruang khusus yang tersedia untuk barang-barang elektronik.

Aliyah yang memejamkan mata dan siap untuk menampilkan raut kecewa karena penolakan pria itu, kini malah terdiam kaku, saat Bram menarik tangannya lebih erat.

“Malam ini ada yang mau saya bicarakan dengan kamu,” ucap pria itu dengan mata terpejam bersandar ke belakang, tak menyadari mata istrinya yang kini melotot hampir melompat keluar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status