Bram berdiri di tengah ruangan yang gelap, hanya terdengar suara langkah kakinya yang menggema di lantai marmer. Tanpa banyak berpikir, ia melangkah menuju jendela pertama, menarik gorden tebal yang menghalangi cahaya dari luar. Begitu jendela terbuka, angin sore yang dingin segera masuk, membawa bau khas hujan yang baru saja reda. Satu per satu jendela dibuka, membiarkan udara mengalir lebih banyak.
Namun, meski kini ruangan sedikit lebih terang karena sinar matahari yang menyelinap melalui jendela, suasana tidak menjadi lebih ringan. Aliyah duduk di sudut tempat tidur, kedua tangannya menggenggam erat selimut, matanya kosong, namun di balik kekosongan itu ada sorot ketakutan. Bram berbalik, menatap Aliyah yang masih terdiam. Langkahnya perlahan mendekati wanita itu, kemudian ia berjongkok di hadapannya, menyamakan tingginya dengan Aliyah. “Aku tahu ini berat bagimu,” suaranya terdengar lembut, namun penuh keprihatinan. “Tapi aku harus memastikan kamu baik-baik saja.”Sore itu berlalu dengan kemanisan yang memenuhi kamar Aliyah. Bram mengusap rambut Aliyah yang basah karena perbuatannya. Menatap pada wajah Aliyah yang terlihat lelah, Bram merasa menyesal karena tidak bisa mengendalikan diri dengan baik. “Gak papa, Mas. Ini udah kewajiban aku sebagai istri.”Aliyah senang dan kesakitan, pengalaman pertama yang diberikan Bram tak akan pernah bisa ia lupakan. Tersenyum manis di sudut bibirnya, Aliyah merasakan untuk pertama kalinya bahwa ia bisa sangat mencintai pria di hadapannya.Bram menatap Aliyah dalam diam, masih merasa terhimpit oleh rasa bersalah. Ia tahu bahwa Aliyah mungkin belum siap, dan ia seharusnya lebih peka. "Aku terlalu terbawa suasana, Aliyah... Maafkan aku," ucapnya pelan, penuh penyesalan.“Tapi ini sepenuhnya bukan salah aku …” bisik Bram di telinga Aliyah.Aliyah sontak mengerutkan keningnya, “Trus?”Bram mengeratkan pelukannya, dan dengan menggoga membisikan sesuatu ke telinga Aliyah, “Salahkan istriku ini yang terlalu menggo
"Mas Bram, Liyah kangen banget sama Mas. Malam ini Mas Bram manjain Liyah lagi dengan brutal. Mas pasti rinduin Liyah kan? Kok ganggu Liyah terus sih dalam mimpi?" Ucap seorang wanita pada ponsel ditangannya. Wanita itu terkikik geli, ia memutar ulang pesan suara yang telah dikirimkan pada suaminya itu. Lalu bergidik ngeri dan jijik mendengar suara manjanya sendiri. Akan tetapi, wajahnya tersenyum dengan puas. Setiap hari, pagi, siang, dan malam ia tak pernah absen menyapa suaminya itu. Jika seseorang pernah melihat room chatnya dengan orang yang berlabelkan 'Om-om Tua Penculik Akoh', mereka akan dibuat kagum dengan kegigihannya dalam menggapai suami yang setinggi dan sedingin gunung everest itu. Pasalnya dari oktober 2021 hingga Januari 2024, sejak kontak saling tersambung, tak ada satu pun pesan yang mendapatkan balasan kembali! "Mbak Liyah cepat! Sutradara udah manggil dari tadi!" panggil seorang perempuan dengan panik. "Ah, tunggu-tunggu." Dengan cepat Aliyah menyimpan po
Dewi mengguncang bahu Aliyah kuat. “Mbak ... sadar mbak!”Saking kuatnya, membuat Aliyah menjadi pusing dan memegang kepalanya.“Dewi stop!”“Maaf Mbak, tapi ini harus Dewi lakuin supaya Mbak sadar.”Dengan serius mengarahkan Aliyah untuk menatap matanya, “Mbak Aliyah, dengar ya ... Suami mbak itu incaran banyak wanita!”Dewi mengucapkannya dengan tegas dan penuh penekanan. Melihat dengan sangat prihatin pada Aliyah.“Mbak harus pegang erat-erat, kalau sampai lepas dikit aja ...” Dewi menggeleng-gelengkan kepalanya.Aliyah tertawa lucu, balas menatap Dewi dengan serius, memberikan pengertian kepada asistennya itu.“Dewi, kamu gak tau dibalik kehebatan pria itu, dia punya banyak banget banget banget ...! Kekurangan!”Melihat kembali pada cermin besar didepannya, Aliyah merentangkan jari tangan kanannya.Jari-Jari lentik wanita itu terlihat indah dengan warna merah muda yang lembut. Kukunya terpotong dengan rapi, dihiasi dengan nail art yang cantik.“Dewi ... kamu dengerin
Sesampainya di sebuah restoran terkenal, pak Tomo segera membukakan pintu belakang dengan hormat.“Aliyah bisa sendiri kok, Pak.” Ucap Aliyah lembut pada Pak Tomo.“Gak papa, Non. Ini kan tugas bapak.”Masuk ke restoran itu, seorang pelayan telah menunggu disana.“Selamat datang nyonya Atmaja, meja reservasi anda ada di lantai 27, kami telah menyiapkan makan malam mewah untuk anda.”Aliyah menganggukkan kepala tanpa ekspresi. Kali ini ia dengan sengaja memesan makan malam khusus di Bianca Restorant. Restoran kelas atas itu hanya menerima lima reservasi setiap harinya. Jika ada anggota VVIP yang membooking khusus, mereka hanya menerima satu pada hari itu.“Silahkan dinikmati Nyonya,” ucap seorang pelayan dengan sopan.Sebagai seorang nyonya Atmaja, sudah menjadi kewajiban Aliyah untuk menghabiskan uang seperti air mengalir.Dewi yang sudah lama di hantam dengan berbagai kemewahan, sejak bekerja sebagai asisten artis dari Aliyah, kini dapat dengan lancar memasang wajah datar.
“AH …” pekik Aliyah keras, tubuhnya terpaku karena kejutan yang tiba-tiba ini.Kontak gaib itu tiba-tiba mengirimkan pesan. Dugaannya yang selama ini mengira bahwa kontaknya telah diblokir ternyata salah.Bola mata bewarna hazelnya yang indah melebar, mulutnya ternganga cantik, dan dengan syok tanpa sengaja ponsel barunya itu terlepas dari genggamannya.Dengan kalang kabut Aliyah menjulurkan tangan, tapi sayangnya ia gagal menjangkau, wanita itu sontak menarik napas tertahan saat akhirnya mendengar suara renyah dari pantulan ponsel yang mencium lantai.Untuk sesaat dunia hening sejenak. Dan ia pun tersadar dari lamunanya, “Astaga …” seru Aliyah panik, berlutut di depan ponsel itu dan segera mengambilnya. Napasnya memburu karena syok. Bagaimana tidak!Ini pertama kalinya setelah 3 tahun mereka menikah, Bram mengirimkan pesan secara pribadi. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya, jangankan pesan! Aliyah sendiri bisa menghitung dengan jarinya berapa banyak kata yang pernah ia
Bram mengangkat wajahnya dari ipad di pangkuannya. Melihat pada wanita yang sudah tiga tahun tak dilihatnya. Wanita itu sepertinya telah banyak berubah.Gadis pendiam berumur 20 tahun yang dinikahinya dulu, kini terlihat semakin menarik dan cantik. Wajah lembutnya bak malaikat yang membawa penenangan, bibir tipis bewarna pink merah itu terlihat basah dan lembut, bagai embun di pagi hari yang membawa kelembapan.Mata yang membulat karena terkejut itu, terlihat jernih mencerminkan dunia yang indah.Tanpa ekspresi berarti di wajahnya, Bram mengalihkan pandangan.Aliyah masih terpaku melihat pada sosok pria yang terlihat sangat, sangat, sangat jauh dari perkiraannya.Dimana kepala putih yang penuh dengan uban itu? Apakah ini masih Bramie Atmaja, suaminya yang menghilang selama tiga tahun dengan alasan membangun pasar di Amerika?Kenapa ia masih terlihat sama tampannya seperti tiga tahun yang lalu? “Mas Bram … Aliyah gak nyangka! Akhirnya setelah tiga tahun lamanya, mas Bram pula
Tubuh Aliyah kaku dan matanya membelalak terkejut.Ini bukan reaksi yang seharusnya!Tanpa Aliyah sadari, sudut bibir Bram naik ke atas saat merasakan tubuh lembut yang bersandar disampingnya, kini terasa kaku dan tegang.Hampir 15 menit lamanya perjalanan, dan Aliyah bisa merasakan bahwa Bram tertidur disampingnya. "Mas Bram?!" "Mas?"Aliyah memanggil berulang kali, tapi tak juga mendapatkan jawaban. Melihat itu, dengan lembut ia menarik tangannya keluar dari cengkeraman jemari pria itu.Aliyah mengusap pada posisi jantung yang berdetak tak karuan."Jantung ... plis calm down!" lirihnya kecil."Ekhm ..." deheman Bram terdengar tak lama setelah itu.Aliyah terkejut dan dengan spontan berkata, "Mas Bram kayaknya kelelahan deh, kalau Mas mau kita pulang aja, nanti Aliyah bantu pijitin Mas. Gimana?"Suasana hening seketika. Aliyah terpaku dan dalam sepersekian detik ia memejamkan matanya dengan kesal, merasa menyesal setelah mengatakan itu.Bagaimana mungkin mulutnya dengan spontan me
Sedangkan Rasya telah dulu menjatuhkan tubuhnya ke kolam itu. Rasya tersenyum di sela-sela tindakan, demi menghilangkan kecurigaan ia bahkan rela basah kuyup sekali lagi. Semua ini seperti yang telah ia rencanakan. Memberi pelajaran pada wanita jalang yang suka menggoda semua pria menurutnya. Para kru terkejut dengan apa yang terjadi, tidak ada yang melihat kelainan dari insiden itu. Mereka hanya melihat bahwa Aliyah tidak sengaja salah dalam mengambil tindakan dan membuatnya celaka. Otomatis adegan itu harus gagal, para kru terdekat membantu Aliyah untuk berdiri dan membawanya duduk di kursi terdekat. "Aliyah kamu gak papa?" Romi bertanya dengan khawatir. Aliyah jelas tidak baik-baik saja, lututnya yang seputih salju dan kemerahan sebelumnya, kini telah membengkak bewarna ungu kebiruan. Siapapun yang melihat akan meringis memegangi lututnya sendiri. Dewi segera datang membawa kotak p3k, ia menyingkap sedikit gaun rumah