"Mas Bram, Liyah kangen banget sama Mas. Malam ini Mas Bram manjain Liyah lagi dengan brutal. Mas pasti rinduin Liyah kan? Kok ganggu Liyah terus sih dalam mimpi?" Ucap seorang wanita pada ponsel ditangannya.
Wanita itu terkikik geli, ia memutar ulang pesan suara yang telah dikirimkan pada suaminya itu. Lalu bergidik ngeri dan jijik mendengar suara manjanya sendiri. Akan tetapi, wajahnya tersenyum dengan puas. Setiap hari, pagi, siang, dan malam ia tak pernah absen menyapa suaminya itu. Jika seseorang pernah melihat room chatnya dengan orang yang berlabelkan 'Om-om Tua Penculik Akoh', mereka akan dibuat kagum dengan kegigihannya dalam menggapai suami yang setinggi dan sedingin gunung everest itu. Pasalnya dari oktober 2021 hingga Januari 2024, sejak kontak saling tersambung, tak ada satu pun pesan yang mendapatkan balasan kembali! "Mbak Liyah cepat! Sutradara udah manggil dari tadi!" panggil seorang perempuan dengan panik. "Ah, tunggu-tunggu." Dengan cepat Aliyah menyimpan ponselnya, menambahkan sedikit lipstik merah pada bibirnya. Lalu berlari kecil menuju ruang studio. Romi Rahadi, sutradara ternama industri perfilman saat ini, menggelengkan kepala dengan lesu. "Hais ..." ringisnya saat melihat sang model cantik itu. Bukan karena kagum! Tapi karena merasa sedih, ia dapat membayangkan bagaimana hancurnya film layar lebarnya kali ini. Ia akui dengan sangat bersungguh-sungguh, bahwa Aliyah sangat berbakat sebagai seorang model. Pamornya sebagai model pakaian sangat terkenal, banyak sekali merek-merek besar yang memburunya. Tapi wanita centil itu suka sekali menerima merek pakaian seksi. Didukung dengan kurva tubuh yang seperti gitar spanyol itu, tak heran jikalau kariernya sebagai model pakaian melejit tinggi. Tapi itukan model, bukan sebagai aktris! Kenapa harus dirinya yang menjadi korban pertama, menerima seorang gadis yang ingin bermain-main menjadi seorang aktris. Dari mana datangnya keterampilan akting? "Oke, kita mulai scene 31," ucapnya dengan lesu. Ia terlalu malas untuk memberi saran adegan kepada wanita itu. Sama saja dengan memainkan biola dihadapan sapi! Mengkode kameramen untuk segera bersiap-siap. "Camera roll action!" ucap Romi. Aliyah segera menyesuaikan dirinya. Peran yang didapatkannya pada film itu adalah sebagai seorang penderita leukemia yang menyedihkan, pemeran kedua ini akan mati tepat pada saat sang suami menikah dengan pemeran utama wanita. Kali ini pada scene ke-31, memerankan akting sebagai Ayumi, ia yang telah lama sakit dan dalam keadaan lemah, dengan sengaja berdandan untuk menyambut sang suami pulang, dan menyiapkan malam musim semi yang indah. Pintu villa terbuka, seorang pria berjas hitam masuk dengan langkah besar. Raut bahagia segera terpasang di wajah Aliyah, berlari kecil mendekat kepada pria itu, dan segera memeluk pinggangnya. "Mas Bray, selamat datang ... Yumi punya kejutan malam ini," bisik Aliyah tersenyum dengan lembut pada Jery, sang aktor yang berperan sebagai suaminya itu. Dari awal Aliyah memulai hingga sampai sekarang ini, Romi dibuat ternganga takjub. Apakah ini masih seorang pemula yang ia katakan tadi? "Oke ... Bagus ..." ucapnya bersemangat. Aliyah tetap fokus pada perannya, "Mas Bray pasti suka," ucapnya lalu tersenyum dengan wajah tersipu malu, bersandar dengan manja pada aktor itu. Sutradara mengerutkan keningnya saat melihat sang aktor yang terpaku dan tidak memerankan skrip miliknya. "Cut!" Teriakan Romi menggelagar seisi studio. "Jery! Bray harus berwajah dingin, melepaskan tangan Yumi, lalu mengatakan penolakan yang kejam seperti yang ada di skrip! Lalu ada apa wajah konyol kamu itu?" Sang sutradara itu tak segan mengkritik aktornya. Jery tersadar kembali setelah mendapatkan bentakan itu. Ia menggelengkan kepala dan memijit pelipisnya. Bagaimana bisa ia mengalami hal yang seperti tadi? Tak biasanya ia tak fokus. Tapi tadi ia sedikit salah fokus dengan kecantikan aktris lawan mainnya itu. Padahal ia sudah bersiap diri sebelumnya. Kecantikan Aliyah yang memiliki bibir merah, dan bergaun tidur merah merekah yang senada membuatnya hilang kendali. Apalagi saat wanita itu berlari kepadanya dan menatapnya dengan lembut. "Maaf, Bang Rom. Gue tadi masih belum siap," ucap Jery menyesal pada Romi. Romi kembali menduduki bangkunya, "Oke, sekali lagi. Camera action!" Kali ini scene itu sukses diambil. Romi berdiri dengan tepuk tangan yang keras. "Bagus! Pertahankan kerja kalian. Aliyah saya gak menyangka kalau kamu sangat berbakat di dunia akting." Dewi, asisten pribadi Aliyah segera membawakan mantel tertutup untuk artisnya itu. "Kalau gitu kapan-kapan bisa dong Aliyah jadi pemeran utama wanita?" canda wanita itu mengangkat sebelah alisnya. Candaan itu mendapatkan balasan tawa senang dari Romi. "Oke ... kita lihat gimana kerjaan kamu kedepannya, dan tunggu kabar baik dari saya." Scene Aliyah hanya satu itu hari ini, dibantu oleh Dewi dengan cepat ia membersihkan riasan dan mengganti bajunya dengan gaun kuning pucat yang ia pakai sebelumnya. "Mbak Aliyah hebat banget! Dewi gak nyangka kalau Mbak bisa akting sebagus itu," puji Dewi sambil membantu melepaskan anting berlian dari telinga Aliyah. Aliyah mengoleskan bedak tipis, dengan berbangga berkata pada Dewi melalui cermin rias. "Aku udah bilang kan, gak yang gak bisa dilakukan oleh seorang Aliyah." Dewi menganggukkan kepalanya cepat, memang benar apa yang dikatakan artisnya itu. Tiba-tiba teringat sesuatu olehnya dan menghentikan anggukannya. "Gak. Masih ada satu yang gak bisa Mbak Aliyah lakuin!" ucap Dewi dengan menggebu-gebu. Aliyah mengerutkan keningnya, berpikir keras akan apa hal itu. Berbalik melihat kepada Dewi, ia bertanya "Apa?" Dewi menggigit bibir bawahnya, "Mbak Aliyah masih belum bisa nakhlukin Pak Bram." cicit Dewi kecil. Melihat pada sekitarnya Dewi menghela napas lega, saat tak melihat seorang pun disana. Ini adalah rahasia besar model kecantikan yang sedang naik daun itu, Aliyah sudah memiliki seorang suami! Aliyah tertawa ringan mendengarnya, ia merasa lucu dihatinya, asistennya itu tak tau saja dengan keadaan yang sesungguhnya. Senyum miring terbit di wajah wanita itu. "Kamu gak tau aja, aku udah sukses menjalankan misi sejati." Mempercepat waktu Dewi membantu menyisir rambut sang majikan. "Misi sejati?" tanyanya dengan bingung. "Hn ... misi menjauhi om-om tua itu." Dewi menggelengkan kepalanya, raut khawatir terpampang segera. Melihat dengan khawatir pada artisnya itu. "Mbak Aliyah gak sakit kan?" tanyanya sambil meletakkan punggung tangannya ke dahi Aliyah. Jangan sampai majikannya itu putus asa dan menjadi gila karena telah ditinggalkan tanpa kabar selama 3 tahun oleh suaminya. Aliyah memutar matanya, menghembuskan napas lelah. "Gak mungkinkan Mbak menjauhi Pak Bram dengan cara nunjukin perhatian dan cinta yang membara itu." Aliyah tersenyum miring, "Itu sengaja, biar dia ilfeel, and you see .... dia gak pernah pulang sekalipun." Rahang Dewi jatuh, matanya membola besar, dan menghirup napas tertahan. Apalagi saat mendengar kata-kata selanjutnya dari Aliyah, ia dibuat hampir pingsan olehnya. "Dan aku harus berhasil buat dia ceraikan aku secepatnya!" ucap Aliyah terkekeh dengan puas.Dewi mengguncang bahu Aliyah kuat. “Mbak ... sadar mbak!”Saking kuatnya, membuat Aliyah menjadi pusing dan memegang kepalanya.“Dewi stop!”“Maaf Mbak, tapi ini harus Dewi lakuin supaya Mbak sadar.”Dengan serius mengarahkan Aliyah untuk menatap matanya, “Mbak Aliyah, dengar ya ... Suami mbak itu incaran banyak wanita!”Dewi mengucapkannya dengan tegas dan penuh penekanan. Melihat dengan sangat prihatin pada Aliyah.“Mbak harus pegang erat-erat, kalau sampai lepas dikit aja ...” Dewi menggeleng-gelengkan kepalanya.Aliyah tertawa lucu, balas menatap Dewi dengan serius, memberikan pengertian kepada asistennya itu.“Dewi, kamu gak tau dibalik kehebatan pria itu, dia punya banyak banget banget banget ...! Kekurangan!”Melihat kembali pada cermin besar didepannya, Aliyah merentangkan jari tangan kanannya.Jari-Jari lentik wanita itu terlihat indah dengan warna merah muda yang lembut. Kukunya terpotong dengan rapi, dihiasi dengan nail art yang cantik.“Dewi ... kamu dengerin
Sesampainya di sebuah restoran terkenal, pak Tomo segera membukakan pintu belakang dengan hormat.“Aliyah bisa sendiri kok, Pak.” Ucap Aliyah lembut pada Pak Tomo.“Gak papa, Non. Ini kan tugas bapak.”Masuk ke restoran itu, seorang pelayan telah menunggu disana.“Selamat datang nyonya Atmaja, meja reservasi anda ada di lantai 27, kami telah menyiapkan makan malam mewah untuk anda.”Aliyah menganggukkan kepala tanpa ekspresi. Kali ini ia dengan sengaja memesan makan malam khusus di Bianca Restorant. Restoran kelas atas itu hanya menerima lima reservasi setiap harinya. Jika ada anggota VVIP yang membooking khusus, mereka hanya menerima satu pada hari itu.“Silahkan dinikmati Nyonya,” ucap seorang pelayan dengan sopan.Sebagai seorang nyonya Atmaja, sudah menjadi kewajiban Aliyah untuk menghabiskan uang seperti air mengalir.Dewi yang sudah lama di hantam dengan berbagai kemewahan, sejak bekerja sebagai asisten artis dari Aliyah, kini dapat dengan lancar memasang wajah datar.
“AH …” pekik Aliyah keras, tubuhnya terpaku karena kejutan yang tiba-tiba ini.Kontak gaib itu tiba-tiba mengirimkan pesan. Dugaannya yang selama ini mengira bahwa kontaknya telah diblokir ternyata salah.Bola mata bewarna hazelnya yang indah melebar, mulutnya ternganga cantik, dan dengan syok tanpa sengaja ponsel barunya itu terlepas dari genggamannya.Dengan kalang kabut Aliyah menjulurkan tangan, tapi sayangnya ia gagal menjangkau, wanita itu sontak menarik napas tertahan saat akhirnya mendengar suara renyah dari pantulan ponsel yang mencium lantai.Untuk sesaat dunia hening sejenak. Dan ia pun tersadar dari lamunanya, “Astaga …” seru Aliyah panik, berlutut di depan ponsel itu dan segera mengambilnya. Napasnya memburu karena syok. Bagaimana tidak!Ini pertama kalinya setelah 3 tahun mereka menikah, Bram mengirimkan pesan secara pribadi. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya, jangankan pesan! Aliyah sendiri bisa menghitung dengan jarinya berapa banyak kata yang pernah ia
Bram mengangkat wajahnya dari ipad di pangkuannya. Melihat pada wanita yang sudah tiga tahun tak dilihatnya. Wanita itu sepertinya telah banyak berubah.Gadis pendiam berumur 20 tahun yang dinikahinya dulu, kini terlihat semakin menarik dan cantik. Wajah lembutnya bak malaikat yang membawa penenangan, bibir tipis bewarna pink merah itu terlihat basah dan lembut, bagai embun di pagi hari yang membawa kelembapan.Mata yang membulat karena terkejut itu, terlihat jernih mencerminkan dunia yang indah.Tanpa ekspresi berarti di wajahnya, Bram mengalihkan pandangan.Aliyah masih terpaku melihat pada sosok pria yang terlihat sangat, sangat, sangat jauh dari perkiraannya.Dimana kepala putih yang penuh dengan uban itu? Apakah ini masih Bramie Atmaja, suaminya yang menghilang selama tiga tahun dengan alasan membangun pasar di Amerika?Kenapa ia masih terlihat sama tampannya seperti tiga tahun yang lalu? “Mas Bram … Aliyah gak nyangka! Akhirnya setelah tiga tahun lamanya, mas Bram pula
Tubuh Aliyah kaku dan matanya membelalak terkejut.Ini bukan reaksi yang seharusnya!Tanpa Aliyah sadari, sudut bibir Bram naik ke atas saat merasakan tubuh lembut yang bersandar disampingnya, kini terasa kaku dan tegang.Hampir 15 menit lamanya perjalanan, dan Aliyah bisa merasakan bahwa Bram tertidur disampingnya. "Mas Bram?!" "Mas?"Aliyah memanggil berulang kali, tapi tak juga mendapatkan jawaban. Melihat itu, dengan lembut ia menarik tangannya keluar dari cengkeraman jemari pria itu.Aliyah mengusap pada posisi jantung yang berdetak tak karuan."Jantung ... plis calm down!" lirihnya kecil."Ekhm ..." deheman Bram terdengar tak lama setelah itu.Aliyah terkejut dan dengan spontan berkata, "Mas Bram kayaknya kelelahan deh, kalau Mas mau kita pulang aja, nanti Aliyah bantu pijitin Mas. Gimana?"Suasana hening seketika. Aliyah terpaku dan dalam sepersekian detik ia memejamkan matanya dengan kesal, merasa menyesal setelah mengatakan itu.Bagaimana mungkin mulutnya dengan spontan me
Sedangkan Rasya telah dulu menjatuhkan tubuhnya ke kolam itu. Rasya tersenyum di sela-sela tindakan, demi menghilangkan kecurigaan ia bahkan rela basah kuyup sekali lagi. Semua ini seperti yang telah ia rencanakan. Memberi pelajaran pada wanita jalang yang suka menggoda semua pria menurutnya. Para kru terkejut dengan apa yang terjadi, tidak ada yang melihat kelainan dari insiden itu. Mereka hanya melihat bahwa Aliyah tidak sengaja salah dalam mengambil tindakan dan membuatnya celaka. Otomatis adegan itu harus gagal, para kru terdekat membantu Aliyah untuk berdiri dan membawanya duduk di kursi terdekat. "Aliyah kamu gak papa?" Romi bertanya dengan khawatir. Aliyah jelas tidak baik-baik saja, lututnya yang seputih salju dan kemerahan sebelumnya, kini telah membengkak bewarna ungu kebiruan. Siapapun yang melihat akan meringis memegangi lututnya sendiri. Dewi segera datang membawa kotak p3k, ia menyingkap sedikit gaun rumah
Aliyah mencaci maki Bram sambil berjalan menuju wardrobe. Sesampainya di depan pintu khusus itu, ia menekan tombol yang melekat pada dinding, Dalam sekejap pintu otomatis terbuka melebar, memperlihatkan berbagai macam barang di dalamnya. Tepat di paling ujung ruang itu, terdapat lemari yang sudah lama tak terbuka. Meski begitu para pelayan tetap siaga membersihkannya. Aliyah membuka pintu lemari pakaian khusus miliknya, dan terlihat jejeran piyama, gaun tidur hingga jenis yang tak ia ketahui, berderet di satu lemari dalam berbagai macam warna dan gaya. Masing-masingnya lebih seksi dari yang lain. Dirinya yang seorang wanita bahkan tersipu saat melihat gaun-gaun kecil itu. "Siapa sih yang ide buat ini, ckckck." ucapnya menggelengkan kepala dengan heran. Pilihan akhirnya jatuh pada gaun sutra putih dengan tali spaghetti. Tidak terlalu seksi dan juga tidak terlalu konservatif. Menurutnya, gaun itu adalah pilihan yang paling tepat. Sambil berdandan, senandung berantakan terdengar d
"Minyak essential?" Pak Rusdi mengangguk sopan, "Benar, Nyonya." Aliyah tak bisa berkata-kata. Apa maksudnya semua ini, ia merasa tak pernah meminta barang-barang itu kepada pak Rusdi. Aliyah melirik ke belakang, dan mendapati Bram kini telah berpakaian lengkap. Melihat wajah dingin yang seakan tak peduli pada dunia, sebenarnya terkandung serigala ganas yang membuatnya ingin sekali mencekik wajah itu. Lihatlah, bahkan pria itu sendiri yang menyiapkan segala kebutuhan untuk pijatnya. "Dasar bejat! Bajingan! Bram SIALAN!" teriaknya di dalam hati. Nyatanya Ia hanya bisa menerima barang-barang yang dibawa Pak Rusdi, dan berkata dengan lembut, "Terimaksih Pak," sambil tersenyum dengan manis. Kepala pelayan itu pergi, sementara Aliyah kini menarik napas dan menghembuskannya perlahan-lahan. Mencoba menahan untuk tidak melemparkan peralatan pijat di tangannya. Setelah tenang ia berbalik dengan anggun, lalu berjalan deng
Sore itu berlalu dengan kemanisan yang memenuhi kamar Aliyah. Bram mengusap rambut Aliyah yang basah karena perbuatannya. Menatap pada wajah Aliyah yang terlihat lelah, Bram merasa menyesal karena tidak bisa mengendalikan diri dengan baik. “Gak papa, Mas. Ini udah kewajiban aku sebagai istri.”Aliyah senang dan kesakitan, pengalaman pertama yang diberikan Bram tak akan pernah bisa ia lupakan. Tersenyum manis di sudut bibirnya, Aliyah merasakan untuk pertama kalinya bahwa ia bisa sangat mencintai pria di hadapannya.Bram menatap Aliyah dalam diam, masih merasa terhimpit oleh rasa bersalah. Ia tahu bahwa Aliyah mungkin belum siap, dan ia seharusnya lebih peka. "Aku terlalu terbawa suasana, Aliyah... Maafkan aku," ucapnya pelan, penuh penyesalan.“Tapi ini sepenuhnya bukan salah aku …” bisik Bram di telinga Aliyah.Aliyah sontak mengerutkan keningnya, “Trus?”Bram mengeratkan pelukannya, dan dengan menggoga membisikan sesuatu ke telinga Aliyah, “Salahkan istriku ini yang terlalu menggo
Bram berdiri di tengah ruangan yang gelap, hanya terdengar suara langkah kakinya yang menggema di lantai marmer. Tanpa banyak berpikir, ia melangkah menuju jendela pertama, menarik gorden tebal yang menghalangi cahaya dari luar. Begitu jendela terbuka, angin sore yang dingin segera masuk, membawa bau khas hujan yang baru saja reda. Satu per satu jendela dibuka, membiarkan udara mengalir lebih banyak. Namun, meski kini ruangan sedikit lebih terang karena sinar matahari yang menyelinap melalui jendela, suasana tidak menjadi lebih ringan. Aliyah duduk di sudut tempat tidur, kedua tangannya menggenggam erat selimut, matanya kosong, namun di balik kekosongan itu ada sorot ketakutan. Bram berbalik, menatap Aliyah yang masih terdiam. Langkahnya perlahan mendekati wanita itu, kemudian ia berjongkok di hadapannya, menyamakan tingginya dengan Aliyah. “Aku tahu ini berat bagimu,” suaranya terdengar lembut, namun penuh keprihatinan. “Tapi aku harus memastikan kamu baik-baik saja.”
Keesokan harinya, berita tentang keluarnya Aliyah dari dunia hiburan telah menyebar dengan cepat, layaknya api yang menyambar rerumputan kering. Sinta mematuhi perintah Bram dan mengeluarkan pernyataan resmi kepada media tentang keputusan tersebut. Namun, tidak ada yang siap dengan respons yang akan datang.Berita itu langsung menduduki puncak trending topic di media sosial. Seluruh Indonesia seakan gempar. Aliyah adalah salah satu ikon paling terkenal, model dengan jutaan penggemar yang telah mengikuti perjalanan kariernya selama bertahun-tahun. Keluarnya dia dari dunia hiburan tanpa alasan yang jelas membuat semua orang bertanya-tanya. Netizen, penggemar, dan bahkan beberapa kolega selebriti lainnya bereaksi dengan berbagai spekulasi.Di Twitter, Instagram, dan TikTok, ribuan komentar membanjiri timeline. Hastag seperti AliyahRetires, SaveAliyah, dan WhyAliyah? mulai muncul di mana-mana. Penggemar setia Aliyah merasa terpukul, bingung, dan marah karena keputusan mendadak i
Saat malam tiba, keheningan yang menyelimuti rumah besar itu terasa begitu tegang. Bram duduk di ruang kerjanya, menatap jendela yang menghadap ke kebun, pikirannya dipenuhi oleh kecemasan. Di luar, bulan bersinar redup di balik awan, memberikan suasana yang suram dan penuh ketidakpastian. Tiba-tiba, suara langkah cepat terdengar mendekat."Pak Bram!" Seorang pelayan tergesa-gesa memasuki ruangan dengan wajah penuh kekhawatiran. "Nyonya Aliyah sudah bangun."Bram bergegas berdiri, hatinya berdebar kencang. "Apa dia baik-baik saja? Apakah dia sadar sepenuhnya?" tanyanya dengan nada yang hampir penuh kepanikan. Sudah berhari-hari Aliyah tidak sadarkan diri, dan kini dia akhirnya terbangun. Namun, Bram tak tahu apa yang akan ia temukan saat bertemu dengan wanita itu."Saya tidak tahu pasti, Pak," jawab pelayan itu, mencoba tetap tenang. "Tapi Nyonya kelihatan gelisah dan sepertinya bingung."Tanpa menunggu lebih lama, Bram segera keluar dari ruang kerjanya dan bergegas
Dr. Claire tersenyum tipis, “Kami akan melakukan yang terbaik untuk membantunya.” Mereka berjalan melewati lorong-lorong megah menuju kamar Aliyah. Di depan pintu, Bram sudah berdiri, wajahnya keras tapi sarat kecemasan. Tanpa basa-basi, ia menyambut mereka dengan anggukan singkat dan mempersilakan masuk ke dalam kamar, di mana Aliyah sedang terbaring lemah, wajahnya masih memerah karena demam. Dr. John dan Dr. Claire saling bertukar pandang sebelum mendekat ke tempat tidur. Dr. Claire memulai pemeriksaan psikologisnya terlebih dahulu, memperhatikan ekspresi Aliyah yang tampak tenang namun jelas terguncang dari dalam. “Kondisinya kompleks,” gumam Dr. Claire setelah beberapa saat. “Trauma masa kecil yang dia alami telah menciptakan luka mental yang dalam. Saya menduga, alam bawah sadarnya terus-menerus disiksa oleh ingatan buruk itu.” Dr. John mengangguk, menatap monitor medis yang menunjukkan detail vital Aliyah. “Secara neurologis, ada tanda-tanda stres ekstrem yang memengaruhi k
Dibalik kekacauan keadaan di Singapura, Indonesia bahkan lebih tidak baik lagi. Tidak adanya kabar dari sang model fenomenal membuat para fans dan netizen menjadi bertanya-tanya. Beberapa tagar penting yang bersangkutan dengan Aliyah bahkan muncul satu persatu. Berbagai spekulasi dan dugaan dari kalangan muncul, dipicu dengan berita terakhir yang viral saat Aliyah diduga melakukan percobaan bunuh diri, tak sedikit yang mengira wanita cantik itu sudah tiada. Beberapa orang ada yang beranggapan model itu sedang melangsungkan pernikahan privat di sebuah pulau. Dewi sang asisten dan Sinta sebagai manajer Aliyah dibuat tak bisa berkutik. "Gimana kak, bahkan udah dua minggu sekarang, tapi ... berita tentang mbak Aliyah masih jadi trending topik." Sinta mengalihkan pandangan dari ipad nya dan dengan kesal memarahi gadis itu, "Dewi kamu bisa diam dulu gak! Saya pusing liat kamu mondar-mandir dari tadi." Dewi tetunduk lesu, melangkah dengan pelan menuju sofa dan duduk disana. Sin
Penerbangan pribadi yang sudah dijadwalkan pagi ini harus tertunda karena keresahan Bram. Sepanjang hari ia sibuk menelusuri masa lalu Aliyah dengan bawahan yang paling terkemuka dalam bidang IT. “Pak, kami sudah menemukan beberapa CCTV yang mengarah ke jalan Timur Perdamaian tersebut.”Bram langsung saja memeriksa komputer yang ada di depan bawahannya, mata elangnya yang tajam melihat dengan seksama pada cuplikan hitam putih di layar.Pandangannya segera terhenti pada seorang gadis kecil yang berjalan dengan riang sambil memegang tangan ibunya. Es krim di tangan kecil itu tampak begitu lezat jika dinilai dari ekspresi bahagia gadis kecil tersebut. Bram tanpa ragu bisa memastikan bahwa gadis itu adalah Aliyah, saat gadis itu masih berumur sekitar lima atau enam tahun. Seorang wanita muda menggandengnya, terlihat linglung dan tak fokus.Aliyah kecil tampak begitu polos, dengan senyum cerah yang memperlihatkan betapa sederhananya dunia di mat
Aliyah berbaring dengan patuh, di sisi kanannya seorang dokter wanita sedang sibuk dengan peralatan medis. Sementara itu, Bram dengan kaku berdiri di sisi kiri Aliyah, tak sedikitpun melepaskan pandangan dari istrinya. Ada sedikit robekan di kulit kepala Aliyah, tergores karena perlawanannya saat disergap di kamar mandi sebelumnya. Seorang perawat telah siap akan menggundulkan rambut di bagian luka itu. “Jangan!” Aliyah berteriak dengan takut. Bertanya dengan bahasa Inggris ke perawat itu, “Apa kamu akan memotong rambutku?” Bram segera menahan tubuh Aliyah yang tersentak terkejut, dan menggenggam tangan wanita itu untuk menenangkannya. “Tidak apa-apa?” Aliyah melotot dengan marah, “Gak apa-apa gimana, Mas?” dengan cemberut ia berkata kesal, “Aku gak mau sampai dibotakin! Titik.” Perawat tersebut dengan hormat menjelaskan, “Nyonya ini hanya sekedar di area luka saja.” “Tidak! Tidak perlu dijahit!” ucap Aliyah keras kepala. Bram menatap dengan
Aliyah merasakan napasnya tersengal, dadanya bergetar karena ketakutan dan rasa sakit. Dion, yang awalnya terlihat tenang, kini berubah menjadi sosok yang tak terduga, emosinya berkecamuk antara rasa bersalah dan kemarahan yang tidak terkendali.Dion mengusap rambutnya dengan gelisah, seolah-olah berusaha mengendalikan dirinya sendiri. "Aku tidak bermaksud menyakitimu, Aliyah. Kamu harus mengerti...," suaranya mulai parau, tapi pria itu belum selesai. "Kita harus bersama. Sejak dulu aku mencintaimu, tapi kamu malah bersama dia." Matanya menunjukkan frustrasi yang mendalam, bahkan sedikit kebingungan.Aliyah berusaha menenangkan dirinya. Meski tubuhnya lemah, ia tetap berjuang menjaga kesadarannya agar tidak menyerah pada rasa takutnya. "Dion... aku gak pernah tahu tentang perasaan kamu. Kamu gak pernah …," suaranya pelan, tapi tegas. "Dan Bram ... dia adalah suamiku."Kata-kata itu membuat Dion tersentak. Wajahnya berubah seolah-olah di antara kemarahan dan kesedihan. "Bram tidak pant