Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.

Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.

last updateLast Updated : 2023-12-13
By:  Muzdalifah MuthoharCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
45Chapters
1.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Lidya memaksa suaminya untuk menikah lagi, demi mendapat anak yang dia inginkan. Tak ingin suaminya berpaling dan jatuh hati pada istri mudanya, Lidya sengaja memilih wanita dari desa, yang masih lugu dan polos. Yang sama sekali tidak menarik dan bukan tipe suaminya. "Apa tidak ada gadis yang sedikit lebih cantik?" protes Dana. "Sengaja aku pilih yang burik, biar kamu tidak tertarik," jawab Lidya dengan angkuhnya. Namun anggapan Lidya salah besar. Gadis yang dia pikir tidak cantik itu, ternyata mampu merebut hati suaminya. Lalu siapa yang akan dipilih Dana?

View More

Chapter 1

Bab 1

Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya 1

"Apa tidak ada keringanan, Pak? Setidaknya beri saya waktu sedikit lagi," melas Puspita, pada guru wali kelasnya.

Sang guru nampak menghela nafas. "Tagihan kelas 11 masih ada yang nunggak, dan selama kelas 12 ini kamu belum bayar sama sekali. Keringanan seperti apa lagi yang kamu minta, Pita?" ucap Pak Hanafi dengan suara berat.

"Tapi saya sangat ingin ikut ujian, Pak. Tanpa ijazah saya akan sulit mendapat pekerjaan." Setengah mati Puspita berusaha menahan air matanya agar tidak menetes.

Gelap membayangi pandangannya, masa depan suram sudah menanti jika dia tidak ikut ujian akhir.

"Bapak tahu kesulitanmu, tapi ini sekolah swasta, biaya operasional harus kami biayai sendiri. Bantuan dari pemerintah tak banyak membantu." Pak Hanafi menjeda ucapannya.

Puspita terisak, air matanya tak lagi terbendung. Selama ini Pak Hanafi sudah memberinya kelonggaran, tapi Puspita masih saja belum bisa membayar uang sekolah yang nunggak. Bukan tak mau bayar, tapi uangnya benar-benar tidak ada. Sejak ayahnya meninggal, ibunya terpaksa banting tulang cari uang untuk biaya hidup mereka. Dan kini ibunya terbaring sakit, tak bisa lagi bekerja. Jangankan untuk bayar sekolah, untuk makan sehari-hari saja kesulitan. Puspita bukan tidak ingin membantu, dia sudah melakukan apa yang dia mampu. Mencuci dan menyeterika di rumah juragan Karya gajinya tak seberapa. Bagaimana mungkin bisa bayar uang sekolah?

"Baiklah Puspita, Bapak beri kamu waktu satu minggu lagi. Kamu bisa mengusahakannya, kan?" lanjut Pak Hanafi karena tak tega pada Puspita. Sayang sekali, kalau gadis cerdas dan berprestasi itu harus berhenti sekolah, karena biaya.

"Iya, Pak. Saya usahakan," jawab Puspita asal. Dia sendiri tak tahu darimana bisa mendapatkan uang sebanyak itu, dalam waktu seminggu. Menggadaikan rumah gubuknya?

Puspita meninggalkan kantor, setelah mengucapkan terimakasih dan berpamitan pada Pak Hanafi. Dengan langkah gontai, dan wajah murung dia kembali ke kelasnya.

"Kamu ditagih lagi ya, Ta?" tanya Maghda, teman sebangku Puspita, saat gadis pemalu itu baru saja mendaratkan bokongnya.

Puspita mengangguk lesu, sebagai jawaban. "Terus?" kejar Maghda.

"Aku diberi waktu seminggu lagi, Da," jawabnya tak bersemangat.

"Emang bisa? Uang tunggakan kamu nggak sedikit, lho."

Dada Puspita terasa diremas-remas mendengar ucapan Maghda. Dia sendiri bingung harus bagaimana? Jelas-jelas ibunya tidak mungkin punya uang sebanyak itu. Minta tolong saudara? Meskipun punya uang, saudaranya belum tentu mau membantu, meski statusnya hutang, nggak minta. Keluarga Puspita miskin, tak saudara yang mau mendekat atau membantu. Yang ada mereka malu punya saudara miskin.

Puspita menutup wajah dengan kedua tangannya, sebisa mungkin menahan tangisnya di depan Maghda. Meski ditangisi sampai keluar air mata darah, toh tak akan merubah apa-apa.

"Nanti juga ada rejekinya, Da." Entah dapat quotes dari mana, Puspita mengatakan kalimat bijak itu.

* * * * * * * * *

"Nah, ini dia Puspitanya," ucap Yu Marni, wanita paruh baya tetangga Puspita, dengan antusias.

"Eh, ada Bude Marni. Sudah lama Bude?" tanya Puspita basa-basi. Lalu menyalami Bude Marni, dan ibunya yang sedang duduk di bale teras rumah.

Gadis manis itu kemudian mengambil duduk di depan ibunya yang duduk sambil bersandar pada dinding.

"Iya, aku dari tadi lho, nunggu kamu pulang. Dari mana saja, to? Kok jam segini baru sampai?" tanya Marni ramah.

"Kan, Pita jalan kaki, Bude. Jadi lama sampai rumah. Emang ada apa? Kok Bude nyari Puspita," tanya Puspita penasaran, karena tak biasanya wanita yang sudah lama bekerja di kota itu menemuinya.

"Bude, punya tawaran yang menarik buat kamu. Tadi Bude sudah ngobrol panjang lebar sama ibumu, dia cerita bagaimana kesulitan kalian selama ini. Jadi Bude datang ingin membantu," ucap Bude Marni sambil mengulas senyum.

Puspita menatap ibunya, lalu menatap wajah Bude Marni. Dia masih belum bisa mencerna ucapan Bude Marni.

"Nggak usah bingung begitu. Biar Bude jelaskan, kamu simak baik-baik, ya? Setelah itu kamu bisa memutuskan, mau menerima atau menolak," ucap Bude Marni seolah tahu kebingungan Puspita.

"Iya, Bude." Puspita membaiki posisi duduknya, siap menyimak cerita Marni.

"Majikan Bude itu sudah lima tahu menikah, tapi belum dikaruniai anak. Sayangnya majikan perempuan Bude tidak mau hamil, padahal dia sehat. Dia juga tidak mau mengadopsi anak, dia maunya punya anak dari benih suaminya sendiri. Kan bingungke, to?" ucap wanita itu disertai kekehan.

Puspita tak bereaksi, dia masih menunggu Bude Marni melanjutkan ceritanya.

"Jadi, kedatangan Bude kesini itu, mencari calon istri untuk majikan Bude. Dan menurut Bude, kamu cocok jadi istri keduanya majikan Bude itu. Tugasmu hanya mengandung anak Tuan Dana, dan melahirkannya. Setelah itu kamu bebas mau apa saja, karena Tuan Dan akan menceraikanmu begitu selesai masa nifasaka. Tenang saja, kalian hanya akan menikah sirri. Tak ada pencatatan apapun, statusmu tetap perawan. Jadi tak ada yang tahu kalau kamu sudah pernah menikah dan melahirkan. Jangan khawatir, ada imbalan yang tak sedikit buat kamu. Kamu bisa bayar tunggakan SPPmu, bisa biayai pengobatan ibumu. Dan rumah ini, bisa kamu tebus dari juragan Karya. Enak, to?" jelas Bude Marni panjang lebar.

Puspita mengambil nafas dalam-dalam, memasukkan oksigen sebanyak-banyaknya ke otaknya bisa berfikir jernih. Dia memang lugu, tapi tidak bodoh. Majikan Bude Marni mencari wanita pengganti untuk mengandung keturunan mereka, kemudian dia akan dicampakkan begitu bayi itu lahir. Itu bukan tawaran yang menarik untuk Puspita. Kalau dia menikah sekarang, lalu bagaimana dengan sekolahnya? Setelah dia dicampakkan laki-laki itu, bagaimana nasibnya? Siapa yang mau dengan janda tak jelas macam itu?

"Saya tidak mau Bude, saya masih mau sekolah," tolak Puspita tegas.

"Lho, siapa yang mau kamu putus sekolah? Kamu boleh ikut ujian, kok. Kalian menikah setelah kamu lulus," sanggah Bude Marni.

"Tapi saya tetap tidak mau Bude, saya tidak mau meninggalkan Ibu."

"Ealah .... Wong cuma sebentar, paling nggak sampai dua tahun. Setelah itu kamu bisa kembali dengan membawa uang banyak. Kan, lumayan bisa buat modal usaha. Lagipula kamu boleh sesekali menengok ibumu, kok," tukas Bulek Marni.

Puspita terdiam, dia menatap ibunya, lalu menunduk. Kemudian menatap Marni lalu menunduk lagi. Himpitan ekonomi membuat dia tergiur dengan tawaran itu, tapi tak rela harga dirinya terjual.

"Pak Dana itu masih muda, ganteng, kaya. Bukan kakek-kakek tua macam juragan Karya yang ingin menjadikanmu istri keempatnya," lanjut Bude Marni lagi.

Juragan Karya sering menawari Puspita untuk jadi istri muda, dengan imbalan utangnya dianggap lunas, dan sertifikat tanahnya dikembalikan. Tapi Puspita tidak mau jadi istri tua bangka itu, dia jijik membayangkan harus melayani kakek peyot itu di ranjang.

"Wes, dipikir sek sing tenan. Jangan grusa-grusu langsung kamu tolak. Bude kembali lagi kesini besok. Bude harap kamu sudah bisa mengambil keputusan. Ingat! Pikir baik-baik, jangan hanya mikir dirimu sendiri. Mikir ibumu, mikir adikmu. Berkorban sedikit nggak pa-pa. Wes, Bude pamit." Bude Marni segera bangkit dari duduknya, setelah bersalaman dengan ibunya Puspita.

Puspita dilanda dilema, ingin menolak, tapi tunggakan SPP dan tagihan juragan Karya membayangi.

Bersambung ....

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
45 Chapters
Bab 1
Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya 1"Apa tidak ada keringanan, Pak? Setidaknya beri saya waktu sedikit lagi," melas Puspita, pada guru wali kelasnya. Sang guru nampak menghela nafas. "Tagihan kelas 11 masih ada yang nunggak, dan selama kelas 12 ini kamu belum bayar sama sekali. Keringanan seperti apa lagi yang kamu minta, Pita?" ucap Pak Hanafi dengan suara berat. "Tapi saya sangat ingin ikut ujian, Pak. Tanpa ijazah saya akan sulit mendapat pekerjaan." Setengah mati Puspita berusaha menahan air matanya agar tidak menetes. Gelap membayangi pandangannya, masa depan suram sudah menanti jika dia tidak ikut ujian akhir. "Bapak tahu kesulitanmu, tapi ini sekolah swasta, biaya operasional harus kami biayai sendiri. Bantuan dari pemerintah tak banyak membantu." Pak Hanafi menjeda ucapannya. Puspita terisak, air matanya tak lagi terbendung. Selama ini Pak Hanafi sudah memberinya kelonggaran, tapi Puspita masih saja belum bisa membayar uang sekolah yang nunggak. Bukan tak mau bayar, tapi uangn
last updateLast Updated : 2023-10-27
Read more
Bab 2
Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya. 2"Kamu mikir apa sih, Ta? Kok, dari tadi ibu lihat kamu murung terus?" tanya Naning, ibunya Puspita. Puspita menatap ibunya sekilas, lalu melempar pandangan ke arah lain. Banyak masalah yang memenuhi benak Puspita sekarang, dari tunggakan biaya sekolah, kebutuhan hidup sehari-hari, hingga tawaran juragan Karta. "Nggak ada, Bu. Hanya mikir ujian besok," bohong Puspita, dia tak mungkin menceritakan apa yang sebenarnya dia pikirkan saat ini. Takut membuat wanita yang melahirkannya itu kepikiran. "Kamu mau ujian?" Puspita mengangguk pelan, tanpa menatap ibunya. Dia tak ingin ibunya melihat kesedihannya. "Kan, kamu belum bayar SPP. Memang boleh ikut ujian?" Puspita terdiam, bingung harus jawab apa. Jujur kalau Pak Hanafi hanya memberinya waktu seminggu? "Ta, Kenapa diam? Apa kamu tergiur dengan tawaran Bude Marni? Kamu sudah bosen hidup miskin?" Kali ini suara Naning sedikit meninggi. Bukan jawaban, melainkan suara isakan yang keluar dari mulut Puspita.
last updateLast Updated : 2023-10-27
Read more
Bab 3
Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya. 3"Nggak usah bawa baju banyak-banyak!" ucap Bude Marni ketika menjemput Puspita. Sesuai kesepakatan, akhirnya Puspita setuju menjadi istri majikan Bude Marni, setelah selesai ujian. Sertifikat yang kemarin ditebus dari Juragan Karta, diberikan kepada Naning sebagai imbalannya. Uang sekolah Puspita dilunasi, begitupun dengan uang sekolah adiknya. "Baju banyak darimana, Bude. Wong bajuku hanya itu-itu saja," tukas Puspita sembari melipat pakaian dan memasukkannya ke dalam ransel lusuhnya. "Apa nggak ada baju yang bagusan sedikit?" Puspita menghentikan aktivitasnya, kini dia menatap Bude Marni lekat-lekat. "Bajuku hanya ini Bude, tak ada yang lain."Bude Marni menghela nafas. "Baju kok blawus semua, malu-maluin saja! Kamu itu mau ke kota, mau ketemu orang kaya. Kok bajumu kayak .... Wes aku rak tego ngomong aku.""Lah, mau gimana lagi, Bude. Memang adanya itu. Apa aku nggak jadi ikut Bude, aja?" kesal Puspita. Sudah tahu dia anak orang miskin, mana mamp
last updateLast Updated : 2023-10-27
Read more
Bab 4
Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya. 4"Aku tidak mau, jangan paksa aku untuk menikah lagi," tolak Dana tegas, ketika Lidya mengutarakan keinginannya. "Hanya untuk sementara, setelah melahirkan, ceraikan dia," ucap Lidya lembut, tapi memaksa. "Tidak, itu tidak benar. Aku tidak mau mempermainkan pernikahan. Sebagai wanita apa kamu tega mempermainkan kaummu sendiri?" sangkal Dana. Tapi bukan Lidya namanya kalau menyerah begitu saja. "Bukan mempermainkan, tapi kerja sama yang saling menguntungkan. Kita mendapat anak, dia dan adik-adiknya, dapat melanjutkan pendidikannya, impas kan?" jawab Lidya enteng. Seolah hal dia bicara ini masalah sepele, bukan tentang masa depan seorang anak manusia. Dana menghirup nafas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Mencoba mencerna jalan pemikiran Lidya, yang menurutnya tidak manusiawi.Mereka sudah menikah selama sepuluh tahun, tapi belum juga punya momongan. Penyebabnya, Lidya tidak ingin hamil dan melahirkan, dia tidak mau repot, dan tidak ingin ben
last updateLast Updated : 2023-10-27
Read more
Bab 5
Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya. 5"Lidya, kamu benar-benar gila, ya? Di mana otakmu? Sampai kamu nggak bisa mikir. Gadis ingusan seperti itu yang mau kamu nikahkan denganku? Kamu pikir aku pedofil!" gusar Dana, setelah tahu macam apa wanita yang akan jadi istrinya. Benar-benar bukan tipenya. Perdebatan mereka berlanjut di kamar, setelah Bi Marni memperkenalkan Puspita. Dana benar-benar tak habis pikir dengan jalan fikiran istrinya. Bagaimana mungkin gadis bau kencur itu dijadikan istrinya? "Kalau sudah dewasa, dia sudah berpengalaman. Pasti banyak maunya, menuntut ini itu, dan aku tidak mau itu terjadi, Mas!" jawab Lidya sengit. Dana menghela nafas panjang. "Apa tidak ada gadis yang sedikit lebih cantik?" protes Dana. "Sengaja aku pilih yang burik, biar kamu nggak tertarik," jawab Lidya dengan santainya. "Iya, aku memang tidak tertarik dengan gadis itu. Dan juga kamu sudah sukses membuat aku ilfeel. Sudah bau kencur, dekil, kucel, bau lagi. Gimana dia mau hamil? Menyentuhnya saja a
last updateLast Updated : 2023-10-27
Read more
Bab 6
Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya. 6"Antar Puspita ke rumah yang di perum Griya Asri sekarang, Mas," ucap Lidya pada Dana, setelah acara akad dilaksanakan. Pak penghulu langsung pulang, karena memang tidak ada acara apa-apa lagi. Puspita sudah masuk ke kamarnya di antar Marni. Kini rumah kembali sepi seperti biasa, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. "Ini sudah malam, Lidya. Besok saja! Aku ngantuk," jawab Dana malas-malasan. Dia bahkan menutup kepala dengan bantal, menghindari tatapan Lidya. Lidya menghela nafas panjang. "Baru jam sembilan, Mas. Belum terlalu malam." Dalam kamus Lidya, tak ada kata penolakan. Jadi, dia akan memaksa Dana melakukan perintahnya. Dana bangun dari posisinya, dia menatap Lidya dingin. Semakin lama, Dana semakin muak dengan sikap Lidya yang otoriter dan dominan. Sisi kelaki-lakiannya terusik, dia merasa dihina dan diinjak harga dirinya. "Kamu bisa, nggak? Sekali saja dengar kata suami? Kamu tahu ini sudah malam, dan aku capek!" Suara Dana sedikit mening
last updateLast Updated : 2023-10-27
Read more
Bab 7
"Wah, Bagus sekali. Beneran ini rumah untuk saya, Pak?" Puspita mendongak, menatap takjub rumah minimalis satu lantai, yang lebih bagus dan lebih besar dibanding rumahnya di desa. Meski tak semewah rumah Lidya dan Dana, rumah untuk Puspita ini nampak nyaman ditinggali. Tentu Saja Puspita senang bukan main. "Ya, selama kamu menjadi istri saya, kamu boleh tinggal di sini," jawab Dana datar. "Oh, kirain rumah ini jadi milik saya," gumam Puspita, yang masih mengagumi bangunan di depannya. Dan mengehela nafas panjang, berusaha menambah stock kesabarannya menghadapi gadis lugu tapi matre ini. "Aduh maaf, Pak. Jangan tersinggung ya? Saya hanya bercanda," ucap Puspita, setelah melihat Dana hanya meliriknya sekilas. "Ayo masuk!" perintah Dana. Dia membuka pintu rumah tanpa pagar itu, pelan. "Kamu akan tinggal di sini sendiri. Saya hanya datang sesekali. Kamu berani, kan?" Dana terus melangkah masuk, tanpa mempedulikan Puspita yang nampak masih mengagumi rumah itu. "Nggak pa-pa, Pak. S
last updateLast Updated : 2023-11-04
Read more
Bab 8
"Tek! Tek! Tek!" Puspita menyingkap gorden, demi melihat sumber suara berisik dari luar.Buru-buru Puspita berlari menuju pintu, dan membukanya lebar-lebar. "Jualan apa, Pak?" tanya Puspita pada laki-laki yang terlihat mendorong gerobak itu, dengan suara lantang. "Mie tek-tek, Neng. Mau beli?" Puspita mengangguk mantap. Dia terakhir makan pagi tadi, dari siang sampai sore begini belum ada satu makanan yang masuk ke lambungnya. Hidup dalam kemiskinan, membuat Puspita lebih suka masak daripada jajan. Lebih hemat dan tentu saja lebih sehat. Tapi perutnya sudah terlanjur melilit, di rumah itu tidak ada apa-apa yang bisa dimakan. Kulkasnya bahkan belum dicolok ke saklar. Terpaksa lah Puspita jajan, uang pemberian Bu Lidya kan lumayan banyak. "Iya, Pak. Satu porsi, ya?" Puspita berkata sambil menghampiri si penjual. "Wadahnya mana, Neng?" Pak penjual heran, melihat Puspita tak membawa apa-apa. Tidak seperti ibu-ibu di sini, kalau beli selalu bawa mangkuk sendiri. Rumah yang Puspita te
last updateLast Updated : 2023-11-05
Read more
Bab 9
"Saya suruh kamu siap-siap, bukannya ngerumpi sama tetangga!" omel Dana, ketika mereka sudah berada dalam rumah."Kan Bapak bilang nanti malam jemput saya, kenapa sore sudah datang? Jadi bukan salah saya, dong!" bantah Puspita."Ya, bukan berarti bisa kamu tinggal ngerumpi seperti tadi, Puspita. Pernikahan kita itu rahasia, dan hanya sementara. Kalau kamu sering keluar seperti tadi, rahasia kita akan terbongkar!" omel Dana panjang lebar. Dia sudah tidak bisa menyembunyikan kejengkelannya. Puspita menjengah, dia menghela nafas panjang. Pria yang terlihat pendiam itu rupanya cerewet juga. "Pak, saya tidak ngerumpi, Pak. Saya beli mi tek-tek, karena lapar banget. Dari siang saya belum makan, di rumah ini tidak ada apa-apa yang bisa saya makan, Pak. Kebetulan saja Mbak Ida itu beli mi tek-tek juga, jadi kita ketemu di situ. Bukannya sengaja ngerumpi. Ya namanya disapa masa iya diam saja? Nanti dikirinya saya sombong," bantah Puspita tak kalah panjang. "Jadi, sudah mereka tahu kalau saya
last updateLast Updated : 2023-11-06
Read more
Bab 10
Hanya berbalut handuk, Puspita membuka pintu. "Pak Dana mau apa?" tanya Puspita takut-takut. Dia takut Dana menuntut haknya saat ini juga. Dia belum siap, dan satu lagi. Dia masih datang bulan. Dana sempat tertegun sejenak, menatap Puspita yang memamerkan kulit mulusnya, sebelum akhirnya buka suara. "Keluar kamu! Aku kebelet kencing!" sentak Dana, membuat Puspita segera menyingkir dari pintu, memberi jalan pada laki-laki itu. "Mandi kok kelamaan!" gerutu Dana sambil menutup pintu. "Hhh .... " Puspita bernafas lega, hal yang ditakutkan tidak terjadi. Puspita tak pernah tahu, Dana setengah mati menahan diri agar tidak lepas kendali. Siapa yang tahan melihat tubuh mulus itu? * * * * * * *"Kamu udah kayak gembel yang nggak pernah ketemu makanan, tau nggak." Puspita menghentikan suapannya, menatap suaminya yang sibuk main HP. Puspita meneguk minumannya, sebelum menjawab ucapan sarkas dari Dana. "Saya memang gembel, Pak. Jadi tolong maklumin saja." Kembali Puspita menyendok mie yang t
last updateLast Updated : 2023-11-07
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status