Share

Bab 5

Author: Muzdalifah Muthohar
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya. 5

"Lidya, kamu benar-benar gila, ya? Di mana otakmu? Sampai kamu nggak bisa mikir. Gadis ingusan seperti itu yang mau kamu nikahkan denganku? Kamu pikir aku pedofil!" gusar Dana, setelah tahu macam apa wanita yang akan jadi istrinya. Benar-benar bukan tipenya.

Perdebatan mereka berlanjut di kamar, setelah Bi Marni memperkenalkan Puspita. Dana benar-benar tak habis pikir dengan jalan fikiran istrinya. Bagaimana mungkin gadis bau kencur itu dijadikan istrinya?

"Kalau sudah dewasa, dia sudah berpengalaman. Pasti banyak maunya, menuntut ini itu, dan aku tidak mau itu terjadi, Mas!" jawab Lidya sengit.

Dana menghela nafas panjang. "Apa tidak ada gadis yang sedikit lebih cantik?" protes Dana.

"Sengaja aku pilih yang burik, biar kamu nggak tertarik," jawab Lidya dengan santainya.

"Iya, aku memang tidak tertarik dengan gadis itu. Dan juga kamu sudah sukses membuat aku ilfeel. Sudah bau kencur, dekil, kucel, bau lagi. Gimana dia mau hamil? Menyentuhnya saja aku jijik," sahut Dana kesal.

Dia masih tak habis pikir dengan jalan fikiran Lidya, yang memilih wanita pengganti yang jelek sekali. Memang selera Dan serendah itu?

"Merem kalau begitu, nggak usah dilihat mukanya. Tutup hidung juga! Biar nggak kecium bau tubuhnya," sahut Lidya enteng.

Dana mendengkus kesal, perdebatan ini tidak akan selesai kalau masih dilanjutkan. Lidya keras kepala, kalau dia sudah memutuskan sesuatu, sudah tak bisa ditawar-tawar lagi. Dana hapal betul itu, bahkan sampai khatam.

Dari pusing Dana memilih merebahkan tubuh dan menarik selimut. Baru saja terbaring, tiba-tiba muncul ide di kepala Dana. Bagaimana kalau dia membalas Lidya, saja? Membuat Lidya cemburu dengan gadis pilihannya sendiri. Soal penampilan Puspita yang sama sekali tidak menarik, itu bisa diatur. Jaman sekarang banyak salon kecantikan yang menawarkan perawatan, merubah si buruk rupa jadi mempesona. Banyak skincare ditawarkan, untuk membuat wajah lebih menarik.

"Kasih skincare yang bagus, dia juga bakal auto glowing," gumam Dana dalam hati.

Apalagi Puspita nampak masih alami, belum tersentuh kosmetik berbahan kimia. Jadi akan lebih mudah meng-upgrade penampilan Puspita.

* * * * * * * *

Dan hari itu pun tiba, dimana Dana menjabat tangan penghulu untuk menghalalkan Puspita. Pernikahan siri itu dilaksanakan di kediaman mereka, yang hanya di hadiri penghulu dan saksi. Sementara wali untuk Puspita terpaksa menggunakan wali hakim, karena ayah Puspita sudah meninggal, dan Ayah Puspita tak punya saudara laki-laki.

Tak ada pesta, tak ada perayaan. Karena pernikahan ini adalah rahasia, orang luar tak boleh tahu kalau Dana menikah lagi. Seperti perintah Lidya sebelumnya. Dana sampai mengelus dada, melihat penampilan Puspita yang seadanya. Kebaya putih dengan bahan kasar, dan rok batik yang terlihat murah. Entah apa maksud Lidya mendandani Puspita seperti itu. Mungkin ingin menunjukkan kepada semua orang, kalau dirinya lebih cantik, lebih mempesona dan lebih berkelas dari Puspita? Nyatanya dengan dandanan seperti itu, Puspita terlihat lebih manis.

"Ingat, Mas! Pernikahan kalian ini rahasia, tidak ada yang boleh tahu. Kalian tidak boleh berduaan di tempat umum. Aku sudah meminta semua pekerja di rumah ini tutup mulut, aku harap kamu juga melakukan hal sama. Begitu Puspita hamil, aku akan pura-pura hamil, agar orang mengira bayi yang dilahirkan Puspita itu anak kandungku," ucap Lidya, mengingatkan Dana tentang kesepakatan mereka, beberapa saat sebelum pelaksanaan akad.

"Kamu yakin? Aku tahu kamu cemburuan, bagaimana mungkin kamu membiarkan aku meniduri wanita lain, meski dia juga istriku," tukas Dana dengan nada datar.

"Ya kamu jangan sering-sering menemui dia, dong. Cukup tiduri dia dimasa suburnya, setelah beberapa minggu kita cek, dia hamil atau tidak. Kalau hamil, kamu nggak boleh menyentuhnya lagi," jawab Lidya dengan gaya anggunnya.

"Kalau dia tidak hamil? Berarti aku boleh menidurinya sepuasnya, sampai dia hamil, begitu?" Dana sengaja memancing emosi istrinya. Dia benar-benar jengkel pada Lidya yang suka memaksakan kehendak.

"Apa maksudmu ngomong begitu? Jangan bilang kamu tertarik dengan gadis burik, itu! Atau ..., seleramu sudah turun? Hah! Ingat, Mas! Aku bisa melakukan apa saja, termasuk membuat kamu dan Puspita menderita. Jadi jangan pernah mikir macem-macem, oke. Turuti perintahku, lakukan sesuai rencana, beres!" Dana menjengah, Lidya masih saja angkuh dan sombong. Dia tak menyadari, bahaya sedang mengancam rumah tangganya.

"Aku mendengar nada cemburu dari suaramu, Lidya. Kamu lupa, Puspita masih muda, dan kamu sudah kelewat matang. Jelas bunga mekar lebih wangi dibanding bunga layu," ejek Dana.

"Ha ..., ha ..., ha ...." Tawa Lidya pecah seketika. "Gadis itu kamu bandingkan denganku? Jelas dia kalah dalam segala hal. Aku cantik, kaya dan berkelas. Sedangkan dia apa? Kamu sudah buta rupanya, sampai tak bisa membedakan berlian dengan batu kali." Dana mengangkat bahunya.

"Aku hanya mengingatkan, Lidya. Sebelum semua terjadi. Mumpung penghulu belum datang, lebih baik kamu batalkan pernikahan konyol ini!"

Lidya memangkas jarak antara dirinya dengan Dana. Ditatapnya lekat-lekat pria yang membersamai nya selama lima tahun terakhir itu. "Keputusanku sudah bulat, kamu harus menikahi Puspita! Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk membawa gadis itu kesini, " desis Lidya tepat di depan wajah Dana

"Terserah kamu, aku nggak peduli. Aku harap kamu nggak menyesal mengambil keputusan ini, Lidya." pungkas Dana, lalu memakai pecinya dan melangkah meninggalkan kamar mereka.

"Pak Dana sudah siap?" Pertanyaan penghulu menarik kembali kesadaran Dana.

"Iya, Pak, siap," ucap Dana mantap, padahal dalam hatinya dipenuhi keraguan. Sanggupkah dia menjalani pernikahan dengan Puspita? Sanggupkah dia menodai kesakralan sebuah pernikahan?

Setelah memberi nasehat pernikahan, Pak Penghulu mengulurkan tangan untuk dijabat Dana. "Saudara Pradana Hariadi Bin Bambang Hariadi. Saya nikahkan dan kawinkan saudara dengan putri saya dengan putri saya, Puspita Sari binti Ali Mustofa, dengan maskawin seperangkat alat sholat, dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya, dengan maskawin tersebut. Tunai." Lancar, Dana mengucap akad. Meski begitu, tetap saja keringat dingin membasahi tubuh Dana.

Ini adalah janji suci antara dia dengan sang Maha Kuasa, sebuah janji yang kelak akan dia pertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta. Sanggupkah dia mempermainkannya? Meski bukan orang yang religius, mengingkari janji kepada Tuhan tak pernah terpikirkan oleh Dana.

"Bagaimana saksi? Sah?"

"Sah." Lalu untaian doa mengalir dari bibir penghulu, yang diamini para hadirin.

Puspita mencium punggung tangan Dana, dan Dana membalasnya dengan mencium kening Puspita. Hati Dana menghangat, ketika dia mencium kening Puspita. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba datang. Sampai akhirnya Lidya menarik tangan Dana.

"Mas, sudah! Jangan lama-lama!" desis Lidya pelan, matanya melotot menatap suaminya.

Belum apa-apa Lidya sudah menampakkan kecemburuannya, bagaimana nanti kalau melihat Dana tidur sekamar dengan Puspita?

Bersambung ....

Yuk, ah komen bawel. Biar Mak'e makin semangat nulis, butuh moodbooster, nih.

Related chapters

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 6

    Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya. 6"Antar Puspita ke rumah yang di perum Griya Asri sekarang, Mas," ucap Lidya pada Dana, setelah acara akad dilaksanakan. Pak penghulu langsung pulang, karena memang tidak ada acara apa-apa lagi. Puspita sudah masuk ke kamarnya di antar Marni. Kini rumah kembali sepi seperti biasa, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. "Ini sudah malam, Lidya. Besok saja! Aku ngantuk," jawab Dana malas-malasan. Dia bahkan menutup kepala dengan bantal, menghindari tatapan Lidya. Lidya menghela nafas panjang. "Baru jam sembilan, Mas. Belum terlalu malam." Dalam kamus Lidya, tak ada kata penolakan. Jadi, dia akan memaksa Dana melakukan perintahnya. Dana bangun dari posisinya, dia menatap Lidya dingin. Semakin lama, Dana semakin muak dengan sikap Lidya yang otoriter dan dominan. Sisi kelaki-lakiannya terusik, dia merasa dihina dan diinjak harga dirinya. "Kamu bisa, nggak? Sekali saja dengar kata suami? Kamu tahu ini sudah malam, dan aku capek!" Suara Dana sedikit mening

    Last Updated : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 7

    "Wah, Bagus sekali. Beneran ini rumah untuk saya, Pak?" Puspita mendongak, menatap takjub rumah minimalis satu lantai, yang lebih bagus dan lebih besar dibanding rumahnya di desa. Meski tak semewah rumah Lidya dan Dana, rumah untuk Puspita ini nampak nyaman ditinggali. Tentu Saja Puspita senang bukan main. "Ya, selama kamu menjadi istri saya, kamu boleh tinggal di sini," jawab Dana datar. "Oh, kirain rumah ini jadi milik saya," gumam Puspita, yang masih mengagumi bangunan di depannya. Dan mengehela nafas panjang, berusaha menambah stock kesabarannya menghadapi gadis lugu tapi matre ini. "Aduh maaf, Pak. Jangan tersinggung ya? Saya hanya bercanda," ucap Puspita, setelah melihat Dana hanya meliriknya sekilas. "Ayo masuk!" perintah Dana. Dia membuka pintu rumah tanpa pagar itu, pelan. "Kamu akan tinggal di sini sendiri. Saya hanya datang sesekali. Kamu berani, kan?" Dana terus melangkah masuk, tanpa mempedulikan Puspita yang nampak masih mengagumi rumah itu. "Nggak pa-pa, Pak. S

    Last Updated : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 8

    "Tek! Tek! Tek!" Puspita menyingkap gorden, demi melihat sumber suara berisik dari luar.Buru-buru Puspita berlari menuju pintu, dan membukanya lebar-lebar. "Jualan apa, Pak?" tanya Puspita pada laki-laki yang terlihat mendorong gerobak itu, dengan suara lantang. "Mie tek-tek, Neng. Mau beli?" Puspita mengangguk mantap. Dia terakhir makan pagi tadi, dari siang sampai sore begini belum ada satu makanan yang masuk ke lambungnya. Hidup dalam kemiskinan, membuat Puspita lebih suka masak daripada jajan. Lebih hemat dan tentu saja lebih sehat. Tapi perutnya sudah terlanjur melilit, di rumah itu tidak ada apa-apa yang bisa dimakan. Kulkasnya bahkan belum dicolok ke saklar. Terpaksa lah Puspita jajan, uang pemberian Bu Lidya kan lumayan banyak. "Iya, Pak. Satu porsi, ya?" Puspita berkata sambil menghampiri si penjual. "Wadahnya mana, Neng?" Pak penjual heran, melihat Puspita tak membawa apa-apa. Tidak seperti ibu-ibu di sini, kalau beli selalu bawa mangkuk sendiri. Rumah yang Puspita te

    Last Updated : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 9

    "Saya suruh kamu siap-siap, bukannya ngerumpi sama tetangga!" omel Dana, ketika mereka sudah berada dalam rumah."Kan Bapak bilang nanti malam jemput saya, kenapa sore sudah datang? Jadi bukan salah saya, dong!" bantah Puspita."Ya, bukan berarti bisa kamu tinggal ngerumpi seperti tadi, Puspita. Pernikahan kita itu rahasia, dan hanya sementara. Kalau kamu sering keluar seperti tadi, rahasia kita akan terbongkar!" omel Dana panjang lebar. Dia sudah tidak bisa menyembunyikan kejengkelannya. Puspita menjengah, dia menghela nafas panjang. Pria yang terlihat pendiam itu rupanya cerewet juga. "Pak, saya tidak ngerumpi, Pak. Saya beli mi tek-tek, karena lapar banget. Dari siang saya belum makan, di rumah ini tidak ada apa-apa yang bisa saya makan, Pak. Kebetulan saja Mbak Ida itu beli mi tek-tek juga, jadi kita ketemu di situ. Bukannya sengaja ngerumpi. Ya namanya disapa masa iya diam saja? Nanti dikirinya saya sombong," bantah Puspita tak kalah panjang. "Jadi, sudah mereka tahu kalau saya

    Last Updated : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 10

    Hanya berbalut handuk, Puspita membuka pintu. "Pak Dana mau apa?" tanya Puspita takut-takut. Dia takut Dana menuntut haknya saat ini juga. Dia belum siap, dan satu lagi. Dia masih datang bulan. Dana sempat tertegun sejenak, menatap Puspita yang memamerkan kulit mulusnya, sebelum akhirnya buka suara. "Keluar kamu! Aku kebelet kencing!" sentak Dana, membuat Puspita segera menyingkir dari pintu, memberi jalan pada laki-laki itu. "Mandi kok kelamaan!" gerutu Dana sambil menutup pintu. "Hhh .... " Puspita bernafas lega, hal yang ditakutkan tidak terjadi. Puspita tak pernah tahu, Dana setengah mati menahan diri agar tidak lepas kendali. Siapa yang tahan melihat tubuh mulus itu? * * * * * * *"Kamu udah kayak gembel yang nggak pernah ketemu makanan, tau nggak." Puspita menghentikan suapannya, menatap suaminya yang sibuk main HP. Puspita meneguk minumannya, sebelum menjawab ucapan sarkas dari Dana. "Saya memang gembel, Pak. Jadi tolong maklumin saja." Kembali Puspita menyendok mie yang t

    Last Updated : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 11

    "Dasar perempuan tidak tahu terimakasih! Aku sudah mengangkatmu dari kemiskinan, sekarang kamu mau menggigitku!" maki Lidya dengan suara lantang. Semalam Lidya gagal memberi pelajaran pada gadis kampung itu, saat di mall. Karena Dana pasang badan, dia membela Puspita dan malah mengancam balik Lidya. "Jangan coba-coba membuat keributan di sini, Lidya. Kalau kamu tak ingin viral dan rahasia busukmu diketahui banyak orang." Bukan bentakan atau kata-kata kasar yang keluar dari mulut Dana. Hanya kalimat sederhana yang diucapkan dengan nada datar, tapi cukup membungkam Lidya. "Tapi Mas, nggak begini caranya. Kamu nggak boleh terlalu dekat dengan Puspita, kamu nggak boleh manjain dia dengan memberinya barang-barang mahal. Aku sudah membayarnya, Mas." protes Lidya. Sebenarnya bukan uang dipermasalahkan Lidya, tapi dia cemburu melihat kebersamaan suaminya dengan Puspita. Dia takut Dana jatuh cinta pada gadis desa itu, kalau sering berduaan seperti ini. Apalagi malam ini Puspita terlihat be

    Last Updated : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 12

    "Tetangga kamu itu aneh! Kepo banget sama urusan orang," gerutu Dana, setelah Bu Ria meninggalkan rumah Puspita. "Iya, ya Pak. Kepo banget jadi orang, sampai nanya macem-macem. 'Wah, ini suami Mbak Puspita? Ganteng banget, kerja dimana? Mobilnya keren banget lho, pasti harganya mahal'," ucap Puspita menirukan Bu Ria, lengkap dengan gaya bicaranya yang julid dan bibir yang mletat-mletotnya. "Ha .... ha .... Kamu lucu. Persis banget." Dana tak bisa menahan tawa melihat tingkah Puspita. Puspita tertegun, baru kali ini dia melihat Dana tertawa lepas. Biasanya laki-laki itu selalu memasang wajah dingin dan kaku. "Tapi Bapak seneng, kan .... ? Alaaah, ngaku aja!" Mata Puspita menyipit, menatap curiga pada suaminya."Seneng apa?""Seneng dipuji ganteng sama, Bu Ria lah," ketus Puspita. Ada cemburu dalam nada suaranya. "Memang aku ganteng, kan," jawab Dana dengan pongahnya. Bibir Puspita mengerucut, membuat Dana gemas dan menowel bibir itu. "Apa sih, Pak!" "Kamu ingin aku cium, ya?" uc

    Last Updated : 2024-10-29
  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 13

    "Pak Dana? Ngapain kesini?" Jelas Puspita kaget melihat Dana sudah berdiri di depan pintu. Bukankah kemarin dia dan istrinya bertengkar hebat, hanya karena Dana makan siang di rumahnya? "Ngapain-ngapain. Ini rumahku, Puspita. Suka-suka aku mau datang kapan saja." Tanpa menunggu dipersilahkan, Dana ngeloyor masuk begitu saja. "Iya, tapi ---" Puspita hendak mengajukan protes, tapi Dana buru-buru memotongnya. "Tapi apa? Kamu takut sama Lidya? Cemen kamu Puspita! Kamu harus berani melawan perempuan sombong itu! Agar dia tidak terus menindasmu!" Dana mengendurkan dasi yang melilit lehernya, sambil menyandarkan punggung di sofa ruang tengah. Puspita tak menjawab, sudah pasti dia tak berani menentang Lidya. Istri Dana itu punya segalanya, bahkan dirinya saja sudah dibeli. Menghadapi Lidya sama dengan bunuh diri namanya. "Kenapa kamu diam saja, Puspita? Suami pulang kerja sambut dengan senyum manis, lepas sepatunya! Ambilkan minum, layani dengan baik! Bukan hanya berdiri kayak patung beg

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 45

    "Sebenarnya kita mau kemana sih, Mas?" Tanya Puspita penasaran, karena dari tadi Dana tidak mau terus terang, akan dibawa kemana anak istrinya itu. Puspita sudah tidak lagi memanggil Dana dengan sebutan 'Pak', melainkan 'Mas'. Dana yang minta, masa iya suami istri manggilnya kayak atasan bawahan. Akhirnya mereka sudah menikah resmi, secara agama dan negara. Meski hanya berlangsung di KUA, tanpa pesta."Beli mainan ya, Yah?" Sahut Arbi yang duduk di kursi belakang. "Bukan Sayang, kita akan ke suatu tempat yang spesial. Arbi pasti suka. Di sana ada banyak mainan," jawab Dana sambil terus fokus dengan setirnya. Meski sudah menjadi pemilik perusahaan yang go internasional, dengan kekayaan yang melimpah ruah. Dana tetap memilih hidup sederhana, tak menggunakan sopir dan body guard lagi. Bahkan di rumah hanya ada satu ART. "Ada es krim, nggak?" Tanya Arbi polos. Dana terkekeh, ditatapnya sang buah hati yang malam ini terlihat begitu tampan dan gagah memakai stelan tuxedo yang senada de

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 44

    "Pak Dana mau kemana?" Puspita melontarkan pertanyaan pada laki-laki, yang tengah mematut diri di depan cermin itu. Wajar Puspita bertanya, sejak memutuskan meninggalkan kediaman Lidya, Dana juga absen masuk kantor. Laki-laki itu memutuskan untuk fokus pada restorannya. Tapi pagi ini, Dana terlihat rapi dengan jas dan dasi. Seperti saat dia masih jadi CEO dulu. "Ngantor, Ta. Banyak hal yang harus aku urus, perusahaan itu morat-marit sejak kutinggal," jawab Dana tanpa berpaling dari cermin. Sejak kematian Lidya, perusahaan dan semua aset secara otomatis jadi milik Dana, pewaris tunggalnya. Termasuk segala tanggung jawabnya. Dari pengurusan pemakaman Lidya, hingga pengajian selama tujuh hari berturut-turut menjadi urusan Dana. Kini saatnya dia kembali masuk kantor, mengembalikan kejayaan Sampoerno Tbk, seperti sebelum dia memutuskan untuk pergi "Jadi Bapak akan kembali bekerja di perusahaan itu? Kembali ke rumah Bu Lidya lagi?" Sebuah pertanyaan bernada keberatan. Sepertinya Puspi

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 43

    Dana sedang membereskan mainan Arbi yang tercecer, dan memasukkannya ke dalam box besar. Sementara Puspita mengemas semua pakain dan barang pribadi miliknya, juga Arbi. Termasuk milik Dana juga, tentunya. Laki-laki itu biasa dilayani, mana bisa berkemas sendiri tanpa bantuan orang lain? Atau mungkin dia memang sedang manja, ingin diperhatikan Puspita, yang sejak mendengar kabar Lidya koma, jadi lebih pendiam. Mereka berencana pindah dari apartemen yang disewa Dana itu hari ini, selain karena merasa terlalu sempit untuk mereka bertiga dan tak cukup untuk menampung mainan Arbi. Dana merasa keadaan sudah cukup aman, si biang kerok sudah seminggu terkapar di rumah sakit tak sadarkan diri, dan Mario meringkuk di penjara. Jadi, apalagi yang ditakutkan? Lalu bagaimana dengan anak buah Mario? Mereka bekerja demi uang, jadi siapapun yang membayar, perintah siap dilaksanakan. "Wah, mainannya banyak banget, Yah? Gimana bawanya? Emang mobil Ayah muat?" Tanya bocah itu dengan polosnya. Dana te

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 42

    Dana menatap iba wajah pucat penuh lebam, yang tergolek di atas ranjang. Kepalanya dibalut perban, ada jejak merah di sana. Tidak hanya ditangan, hidung dan saluran pembuangan Lidya pun, di pasangi selang. Kesombongan Lidya hilang sudah, bahkan bernafas pun dia butuh bantuan. Lidya pingsan, setelah terlibat perkelahian antar tahanan. Menurut penuturan petugas, Lidya tidak terima ketika salah seorang tahanan menjadikan dia bahan candaan. Dia yang dasarnya emosian, pun naik pitam. Tahanan itu di tonjok mukanya, lalu terjadilah perkelahian. Lidya yang baru masuk sel belum punya teman, jadi saat kejadian dia sendirian melawan beberapa tahanan di sel itu. Perkelahian tak imbang itu baru berhenti saat petugas melerai. Sayangnya kondisi Lidya sudah terlanjur babak belur dan pingsan, hingga terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Lidya kena getahnya sekarang, kalau biasanya karyawan-karyawannya bersikap patuh dan selalu menuruti perintahnya, kini tak berkutik melawan penghuni sel yang bar-bar.

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 41

    Puspita sudah terlihat rapi dengan baju rumahan, wajahnya sudah terlihat lebih segar, tak lagi pucat seperti pagi tadi. "Umi kangen banget ...." Puspita menyongsong sang anak yang baru saja pulang, lalu memeluknya erat. Diciuminya seluruh wajah Arbi tanpa sisa. Bukannya lebai atau berlebihan, kemarin dia pergi menemani Dana menghadiri sidang perceraian, lanjut ke rumah sakit berakhir di kantor polisi. Malam sekali dia baru sampai rumah, itu pun dalam keadaan payah. Belum sempat menyapa si anak, Arbi sudah pergi bersama ayahnya, dan baru pulang sore ini. Wajar, kan? Kalau Puspita merasa rindu, karena sebelumnya mereka terbiasa bersama. "Dari mana, sih? Kok, Umi ditinggal sendiri?" Puspita pura-pura merajuk. "Ikut Ayah, ketemu orang gila!" Ketus Arbi dengan wajah cemberut. Puspita mendongak, menatap suaminya yang berdiri di belakang Arbi, yydengan wajah penuh tanya. Dana melengos, pura-pura tak tahu kalau Puspita tengah menatapnya, meminta penjelasan maksud dari ucapan Arbi. "Ora

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 40

    Lidya duduk di lantai memeluk lutut, tatap matanya kosong. Seperti ada hal berat yang sedang dia pikirkan. Meskipun Lidya bukan tipe orang suka menyesali perbuatannya, tapi kali ini berbeda. Dia benar-benar menyesal telah menghajar Puspita, hingga menyebabkan dia harus di tahan di ruang yang sama sekali tidak nyaman untuk tempat tinggal ini. Meski pengacara berjanji akan datang siang ini untuk membebaskan dia, tetap saja Lidya merasa nelangsa. Ditahan bersama orang-orang dengan strata sosial lebih rendah, membuat Lidya merasa jijik dan muak. Mereka jorok dan bau, entah berapa hari nggak mandi. Lidya sampai nggak betah kalau harus dekat mereka. Harusnya Lidya mendengar nasehat Mario kala itu. "Bu Lidya harus bisa menahan diri, jangan terbawa emosi. Ini tempat umum, kalau sampai ibu melakukan sesuatu, menganiaya atau sekedar memaki saja, bisa jadi alasan mereka untuk menjebloskan Ibu ke penjara." Begitu kata Mario, saat melihat Dana datang dengan menggandeng Puspita. Mario tahu betul

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 39

    Puspita tak lagi mau bersandar di bahu Dana, meski kepalanya masih berdenyut nyeri, akibat pukulan dan jambakan yang Lidya layangkan kepadanya. Dia lebih memilih menyandarkan kepala di kaca sampingnya. Dia benar-benar marah pada Dana, ternyata semua ini sudah direncanakan suaminya itu. Rupanya Dana sengaja mengajak Puspita menghadiri sidang perceraiannya, untuk memancing emosi Lidya. Wanita itu pencemburu, dengan keberadaan Puspita di ruangan itu, membuat Lidya terpancing emosi dan menghajar Puspita. Meski rencana awalnya Dana akan pasang badan, untuk melindungi Puspita, agar dia saja yang jadi korban keganasan wanita itu. Tapi kenyataan tak seperti ekspektasinya, Puspita justru mengalami luka paling parah. Belum lagi cemoohan dari para wanita yang hadir di sana, menambah rasa malu. Apalagi tadi terlihat ada yang merekam kejadian itu, kalau terus diupload dan viral bagaimana? Bagi Puspita itu tak jadi masalah, toh dia jarang keluar. Tak punya teman atau circle di kota ini. Tapi Arbi

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 38

    "Kok kesini, Pak?" Protes Puspita, setelah mobil yang dikendarai Dana berbelok, ke gedung pengadilan agama. Puspita pikir, Dana menyuruhnya berpakaian dan berdandan tak seperti biasanya, karena mau diajak jalan-jalan ke Mall. Mungkin Dana butuh merefresh hati dan pikiran. Di apartemen terus, tak kemana-mana kan, bosen juga. "Kamu harus temani aku sidang, Ta," jawab Dana, tanpa merasa bersalah karena tak jujur dari awal. "Ya, tapi buat apa? Nanti Bu Lidya marah-marah. Aku lagi yang kena," gerutu Puspita. Bibirnya sudah maju lima senti, tapi Dana tak ambil peduli. Dia tetap anteng di belakang setir, sambil matanya sibuk mencari tempat yang kosong untuk memarkirkan mobilnya. "Dah sampai. Yuk, turun!" Puspita bergeming, wajahnya ditekuk. Kalau dia ikut turun, pasti bertemu Lidya. Hal yang dia hindari dan takuti selama ini. "Kenapa? Takut? Kan, ada aku. Jadi, kamu nggak perlu khawatir atau menakutkan apapun. Kamu mau masalah kita segera selesai, kan?" Puspita mengangguk pelan. "Kalau

  • Aku Juga Bisa Cantik, Nyonya.    Bab 37

    Dana menatap nanar gambar yang baru saja anak buahnya kirim. Dalam gambar tersebut, sosok laki-laki nampak baru keluar dari kediaman Lidya. Meski tidak terlalu jelas, tapi Dana tahu betul siapa laki-laki itu. Mario, si pembunuh berdarah dingin, yang tak punya belas kasih sama sekali. Dia akan menjalankan tugasnya dengan baik, setelah kesepakatan terjadi. Kepala Dana berdenyut nyeri, memikirkan masalah baru yang membelit. Dia tahu betul bagaimana kinerja Mario, sangat rapi dan sulit terdeteksi. Dana harus apa? Tak mungkin terus menerus bersembunyi, mau sampai kapan? Puspita dan anaknya juga butuh hidup normal. Terang-terangan menghadapi Mario, adu strategi sekaligus adu otot. Itu artinya butuh uang yang tak sedikit, sedangkan dia sudah tidak lagi menjadi CEO perusahaan milik Lidya. Ah, tak apa. Dia masih punya penghasilan dari restorannya. Meski tak sebesar perusahaan Lidya, tapi lebih dari cukup untuk memenuhi segala kebutuhan Dana. Diliriknya Arbi yang sudah terlelap, dirinya vers

DMCA.com Protection Status