Semua Bab Boneka Tawanan Sang Penguasa: Bab 41 - Bab 50

94 Bab

41. Kelemahan Aryasena

Mata Camila membelalak. Bebas dari tuntutan apa pun? Jadi, kalau dia tidak sedang hamil, dia tetap akan menjadi alat bagi ayahnya? Leon tertawa kecil di samping Damien. "Kau beruntung, Camila," katanya dengan santai. "Sebentar lagi kau akan menjadi ibu yang mengandung penerus Aryasena." Camila mengepalkan tangannya di atas pangkuan. Kata-kata itu tidak terdengar seperti sebuah pujian. Itu terdengar seperti pengingat bahwa satu-satunya nilai yang dimilikinya di mata mereka adalah rahimnya. Leon kembali berbicara, kali ini dengan nada puas. "Aku juga ingin mengabarkan sesuatu. Aku sudah mendapat ganti rugi dari Victor atas insiden Nathan. Tapi suamimu tetap ingin bertanggung jawab dengan memberikan emas dalam jumlah yang sama." Camila terkejut. “Apa?” Leon mengangguk, terlihat begitu santai. "Aku jadi untung dua kali lipat
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-18
Baca selengkapnya

42. Hanya Sebagai Alat

Nathan menatap ujung tangannya yang terbalut perban. Kehilangan dua jari kelingkingnya adalah penghinaan terbesar dalam hidupnya. Setiap kali melihat tangannya, amarahnya membara. Dan lebih dari itu—rasa bencinya pada Victor Aryasena semakin berkobar. Di dalam ruangan remang-remang, Lucas duduk di seberang Nathan dengan ekspresi keras. Menatap putranya dengan datar. “Aku masih tidak percaya kau sampai melakukan kebodohan seperti ini,” kata Lucas dengan nada penuh kekecewaan. Nathan menahan napas, berusaha menekan kemarahan yang berkecamuk dalam dadanya. “Aku tidak menyesalinya, Ayah,” jawabnya dingin. “Victor yang lebih dulu berkhianat.” Lucas menatapnya tajam. “Berhenti menyebutnya pengkhianatan. Hanya karena dia bekerja sama dengan keluarga Wibisana, itu tidak berarti dia mengkhianati kita.” Nathan mengepalkan tanga
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-18
Baca selengkapnya

43. Pemberontakan

Victor berdiri di ambang pintu, menatap Camila yang terbaring di ranjang dengan wajah lelah. Lampu kamar redup, hanya menyisakan cahaya lembut yang memantulkan bayangan mereka di dinding. Dengan langkah pelan, ia berjalan mendekat. Suara sepatunya nyaris tak terdengar, tapi Camila tetap merasakan kehadirannya. Matanya yang semula terpejam perlahan terbuka. Victor berhenti di sisi ranjang, menatapnya dengan sorot mata penuh perhatian. "Maaf, aku membangunkanmu." Camila menggeleng pelan. "Aku tidak tidur, hanya memejamkan mata saja," jawabnya lirih. Victor mengamati wajahnya dengan cermat. Ada sesuatu yang mengganjal dalam benaknya sejak tadi. "Camila," panggilnya hati-hati. Camila mengalihkan pandangan ke arahnya, seolah menunggu kelanjutan kata-katanya. "Kenapa kau tidak terlihat nyaman dengan keluargamu?" tanyanya, suaranya terdengar pelan namun serius.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-18
Baca selengkapnya

44. Sekutu Penghancuran

Victor melepaskan pelukannya dari Camila begitu mendengar suara dari luar. Suara langkah kaki yang tegas dan mantap, suara yang sudah sangat dikenalnya. Raphael. Camila menatap Victor dengan sedikit kebingungan, tapi Victor hanya menatapnya lembut dan berkata. "Aku akan segera kembali." Tanpa menunggu jawaban, Victor berjalan keluar kamar. Di luar, Raphael sudah menunggunya dengan ekspresi serius. Tanpa membuang waktu, mereka berjalan menuju ruang tengah. "Sepertinya para penguasa terbagi menjadi dua kubu," Raphael langsung memulai pembicaraan begitu mereka sampai. Victor menyipitkan matanya. "Apa maksudmu?" Raphael menarik napas, lalu menjelaskan dengan nada hati-hati. "Sejak kejadian penghukuman Nathan, para penguasa terpecah. Beberapa mendukung keputusan Tuan, tapi sebagian lainnya mulai memihak Nathan. Mereka merasa penghukuman itu berlebihan, sementara sebagian lagi percaya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-19
Baca selengkapnya

45. Melampauiku

Dia bersandar ke kursinya, suaranya semakin dingin. “Kita akan menunggu sampai Victor merasa lengah. Sampai dia berpikir bahwa tidak ada lagi ancaman yang mengintainya. Saat itulah kita akan menyerang.” Alexander terdiam, mulai mencerna rencana itu. “Dan bagaimana kita tahu kapan saat yang tepat?” tanya Dominic. Nathan tersenyum licik. “Aku punya orang-orang yang bisa memantau pergerakan Victor. Kita akan tahu kapan dia mulai merasa nyaman. Saat itulah kita mengerahkan semua pasukan dan menyerang keluarga Aryasena.” Alexander menyipitkan mata. “Kau benar-benar ingin melenyapkan mereka semua?” “Tentu saja.” Nathan mengepalkan tangannya. “Jika hanya Victor yang diserang, keluarga Aryasena akan tetap ada. Selama nama mereka masih berdiri, mereka akan selalu punya kesempatan untuk bangkit kembali.” Dia menatap Alexander dan Dominic bergantian. “Kita tidak hanya akan menghancurkan Victor. Kita akan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-19
Baca selengkapnya

46. Pertanda Selena

Langit sore tampak tenang saat sebuah mobil hitam memasuki halaman kediaman keluarga Aryasena. Julian turun lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Sophia. Perempuan itu tampak lebih tenang hari ini, matanya berbinar penuh antusias saat dia menatap rumah megah di hadapannya. "Camila," suara Sophia lembut namun penuh semangat. "Di mana bonekaku?" Julian menghela napas, menggenggam tangan istrinya sebelum membawanya masuk ke dalam mansion. Camila, yang telah diberitahu sebelumnya, menyambut kedatangan mereka dengan tenang. Senyuman hangat terukir di wajahnya saat dia melihat kedua mertuanya. "Selamat datang, Ayah, Ibu," sapanya sopan. Julian mengangguk, sementara Sophia yang melihat Camila langsung tersenyum lebar. Saat Camila merentangkan tangannya, Sophia tanpa ragu memeluknya erat. "Aku rindu padamu," bisik Sophia pelan. Camila mengelus punggung ibu mertuanya dengan lembut. "Terima kasih telah da
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-19
Baca selengkapnya

47. Hati yang Mendua

Tiba-tiba, biskuit yang tadi ada di mulutnya terjatuh ke pangkuannya. Wajah Sophia menegang, bibirnya bergetar sebelum tangisnya pecah begitu saja. "Victoria …," bisiknya lirih, suaranya dipenuhi kesedihan yang menusuk. "Victoria, maafkan Ibu … maafkan Ibu." Camila tersentak melihat perubahan drastis itu. Tanpa berpikir panjang, dia segera menarik Sophia ke dalam pelukannya, mencoba menenangkan perempuan itu yang kini terisak seperti anak kecil yang kehilangan mainannya. "Ssshh, Ibu … tenang … semuanya baik-baik saja," bisik Camila lembut, mengusap punggung ibu mertuanya dengan sabar. Walaupun sebenarnya Camila masih sangat bingung siapa nama yang ibu mertuanya sebutkan tadi. Namun, Sophia terus menangis, tangannya mencengkeram lengan Camila dengan erat. "Victoria sudah tidak ada. Aku sendirian … aku sendirian." Hati Camila mencelos. Rasa sakit yang terdengar dari suara Sophia begitu nyata, sea
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-20
Baca selengkapnya

48. Hanya Satu-satunya

Malam telah larut, namun Victor masih terjaga. Cahaya lampu tidur yang temaram membiaskan siluet lembut wajah Camila yang terlelap di sampingnya. Napas istrinya terlihat tenang, naik turun dengan ritme yang damai, seolah tidak ada satu pun beban yang menghantuinya. Victor menggeser tubuhnya sedikit lebih dekat, lengan kekarnya melingkari pinggang Camila, menariknya ke dalam pelukan yang lebih erat. Tangannya bergerak perlahan, mengelus perut Camila yang masih datar tetapi di dalamnya sedang tumbuh anak mereka—darah dagingnya. Dia menelan ludah, hatinya terasa berat. "Bagaimana jika dia tahu?" Bagaimana jika suatu hari nanti, Camila mengetahui bahwa dia berbohong? Bahwa Victor menyembunyikan tentang Selena yang ternyata masih hidup? Victor menggigit bibirnya, imajinasi buruk memenuhi kepalanya—Camila berdiri di ambang pintu dengan tatapan kecewa, mengucapkan kata-kata perpisahan sebelum pergi membawa anak mere
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-20
Baca selengkapnya

49. Membohongi

Di sebuah ruangan kedap suara yang hanya diterangi oleh lampu gantung di tengah langit-langit, Victor duduk di kursi kayu dengan kedua tangan bertaut di depan wajahnya. Di hadapannya, Raphael berdiri dengan ekspresi serius, sementara sebuah laptop terbuka di atas meja, menampilkan beberapa rekaman CCTV yang baru saja mereka dapatkan. "Ini semua diambil dalam seminggu terakhir," Raphael membuka suara, menekan tombol untuk memutar salah satu rekaman. Layar menunjukkan suasana jalanan kota yang ramai. Kamera menangkap sosok seorang wanita berambut panjang yang melintas di trotoar dengan mantel hitam panjang. Wajahnya tertutup sebagian oleh bayangan, tetapi Victor tidak butuh kejelasan lebih. Dia mengenal gerakan itu, langkah itu. Jari-jarinya mengetuk permukaan meja pelan, matanya tidak berkedip. "Selena ...," bisiknya nyaris tak terdengar. Raphael menekan tombol jeda. "Kami juga menemukan rekaman lain. Ini diam
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-20
Baca selengkapnya

50. Mulai Bersemi

Victor melangkah masuk ke ruang kerjanya dengan ekspresi datar. Namun, alisnya langsung berkerut saat melihat Evelyn berdiri di sana, menatap sesuatu di mejanya. "Kenapa kau ada di sini?" tanyanya dingin. Evelyn menoleh, menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Bibirnya melengkung samar sebelum mengangkat sebuah bingkai foto dari meja Victor. "Aku hanya ingin bertanya," ucapnya santai, "sejak kapan kau memajang foto pernikahanmu di sini?" Victor berjalan mendekat, lalu mengambil foto itu dari tangan Evelyn dan meletakkannya kembali ke tempat semula. "Tentu saja sejak aku menikah," jawabnya tenang, tanpa ekspresi. Evelyn tertawa kecil, nada suaranya penuh sarkasme. "Jadi sekarang kau benar-benar menerima pernikahan ini? Bahkan memajang fotonya di ruang kerja?" Victor tidak menjawab. Dia hanya menatap Evelyn dengan pandangan tajam, menunggu apa yang ingin wanita itu katakan.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
10
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status