Home / Romansa / Boneka Tawanan Sang Penguasa / Chapter 91 - Chapter 96

All Chapters of Boneka Tawanan Sang Penguasa: Chapter 91 - Chapter 96

96 Chapters

91. Aku Datang

Udara segar menyambut mereka begitu pintu besi bawah tanah berhasil terbuka. Liam menggulirkan pintu itu dengan sekuat tenaga, menciptakan celah yang cukup lebar untuk dilalui. Sinar matahari senja menyusup masuk ke dalam lorong gelap, mengusir asap dan bayangan kematian yang sempat menyelimuti mereka. Camila mengerjapkan mata, seolah tidak percaya bahwa mereka berhasil keluar. Dengan gerakan perlahan, Liam naik lebih dulu, lalu mengulurkan tangan pada Camila."Ayo, aku bantu," ucapnya pelan.Camila mengangguk, menggenggam tangan Liam erat. Dengan tenaga yang tersisa, ia berusaha naik, satu tangan tetap menjaga perutnya yang membesar. Setelah Camila berhasil keluar, Liam segera membantu Sophia yang terlihat sangat lelah dan gemetar hebat. Wanita paruh baya itu masih sempat menoleh ke belakang, seakan takut ada sesuatu di belakang.Mereka kini berdiri di tengah-tengah hutan. Pepohonan tinggi menjulang di sekeliling mereka, menciptakan keteduhan yang kontras dengan panas dan sesak dari
last updateLast Updated : 2025-04-15
Read more

92. Janji Victor

Langkah-langkah kaki terdengar remang di tengah pekatnya hutan, menyusuri jalan setapak yang hampir tak terlihat oleh cahaya bulan. Liam berjalan paling depan dengan tubuh siaga meski lelah mulai tampak dari gerak-geriknya. Di belakangnya, Camila memapah Sophia yang terus gemetar, napas wanita paruh baya itu sesak karena ketegangan dan usia.Camila terus memegangi perutnya yang kian membesar, mencoba menahan kecemasan yang menari-nari dalam pikirannya. Ia menoleh sesekali, memastikan tak ada siapa pun mengikuti mereka, tak ada suara asing selain hembusan angin malam dan gemerisik dedaunan. Namun harapan akan ketenangan itu hanya bertahan beberapa langkah saja.Suara tembakan memecah kesunyian seperti halilintar di malam hari.Camila tersentak dan langsung menoleh ke depan. Liam terduduk dengan satu lutut di tanah. Darah mengucur dari kakinya yang tertembak. Camila membelalakkan mata, menyusul tatapan Sophia yang membeku dalam ketakutan.“Nathan ...,” lirih Camila, suaranya bergetar.D
last updateLast Updated : 2025-04-15
Read more

93. Kehilangan

Jeritan Camila menggema di antara pepohonan hutan yang gelap gulita. Tangisnya pecah saat Nathan mengarahkan pistol ke arah wajahnya, jemarinya sudah di pelatuk, seolah tak ada lagi ampun bagi perempuan yang selama ini menjadi obsesinya. Camila mundur selangkah, tubuhnya gemetar hebat, satu tangannya memeluk erat perutnya yang membesar, mencoba melindungi kehidupan kecil yang sedang tumbuh di dalamnya.Tiba-tiba.Sebuah suara keras menghantam udara. Kepala Nathan tersentak ke samping, tubuhnya limbung sesaat. Sebuah batu besar jatuh ke tanah, sementara di belakangnya berdiri sosok rapuh namun penuh keberanian—Sophia. Nafasnya memburu, tangan yang sudah keriput itu masih gemetar memegang batu lain sebagai pertahanan terakhir."Jangan sentuh menantuku," suara Sophia serak, namun jelas.Nathan mendesis marah, tangannya memegang sisi kepalanya yang mulai berdarah. Perlahan ia berbalik, matanya menyala penuh dendam. Wajahnya penuh amarah saat melihat siapa yang berani menyakitinya.“Bagus,
last updateLast Updated : 2025-04-17
Read more

94. Janji Atas Duka

Langit malam semakin gelap, ditingkahi angin yang dinginnya menusuk tulang. Bau darah dan asap masih menggantung di udara. Di tengah kekacauan itu, terkapar tubuh seorang pria—penuh luka dan darah mengalir deras dari bahunya yang tertembak. Napasnya tersengal, tersisa dalam hembusan pendek dan berat.Itu adalah Leon Wibisana.Ia tergeletak di antara semak dan batang pohon tumbang, tangan kirinya menggenggam tanah seolah mencoba bertahan lebih lama.Beberapa langkah dari sana, Victor datang sambil memapah Camila yang masih terpukul secara emosional. Namun pandangannya langsung berubah saat matanya menangkap sosok yang terbaring tak berdaya itu.“Kak Leon!” teriak Camila.Tanpa pikir panjang, Camila melepaskan diri dari Victor dan berlari sekuat tenaga ke arah kakaknya. Langkahnya tertatih, tubuhnya masih gemetar, tapi naluri seorang adik yang putus asa mengalahkan segalanya. Ia langsung berlutut di samping Leon, tangannya mengguncang tubuh kakaknya yang penuh luka.“Jangan tinggalin ak
last updateLast Updated : 2025-04-17
Read more

95. Tempat Pulang

Sinar matahari pagi menyusup pelan lewat celah jendela kamar yang setengah tertutup tirainya. Udara terasa sunyi, berat oleh duka yang masih menggantung di antara napas-napas yang tertahan. Di depan cermin, Camila berdiri dalam diam, memandang pantulan dirinya yang dibalut gaun hitam sederhana. Warna gelap itu menambah pucat pada wajahnya yang memang sudah kehilangan rona sejak hari-hari penuh luka itu datang bertubi-tubi.Pintu kamar terbuka perlahan. Langkah kaki mendekat pelan di belakangnya. Lalu sepasang lengan kuat memeluknya dari belakang, membawa kehangatan di antara dinginnya suasana berkabung. Victor menyandarkan dagunya di pundak Camila, menghela napas panjang sebelum akhirnya berbisik, “Kau tak perlu ikut, Camila. Seperti yang aku bilang tadi di mobil … kau cukup istirahat.”Camila menatap bayangan Victor di cermin, lalu menggeleng pelan dengan senyum kecil yang lebih mirip luka daripada kebahagiaan. “Aku masih kuat …,” bisiknya lirih. “Aku harus ikut … aku ingin mengantar
last updateLast Updated : 2025-04-18
Read more

96. Kejatuhan Sempurna

Camila duduk di kursi kayu di sudut ruangan, matanya tak pernah lepas dari tubuh Victor yang kini tengah diperban dan dirawat oleh dokter lain. Biasanya Liam yang akan mengurus semua luka Victor, tapi kondisi Liam yang tengah kritis membuat hal itu mustahil. Kini, seorang dokter tua dengan gerakan cekatan menyeka darah yang masih tersisa dan membalut luka panjang di sisi tubuh Victor dengan hati-hati.Victor menahan nyeri tanpa suara. Hanya napasnya saja yang sesekali terdengar berat. Namun saat matanya bertemu dengan pandangan Camila, senyum kecil ia hadirkan seolah ingin menyampaikan bahwa semuanya baik-baik saja.Camila hanya bisa menggenggam tangannya sendiri erat-erat, menahan semua rasa khawatir yang menggelegak dalam dadanya. Ketika sang dokter akhirnya selesai, ia hanya mengangguk sopan sebelum keluar meninggalkan ruangan tanpa banyak kata.Camila segera bangkit, menghampiri sisi tempat tidur dan duduk di tepinya.“Kau harus beristirahat sekarang,” ucapnya lirih sambil mengelu
last updateLast Updated : 2025-04-19
Read more
PREV
1
...
5678910
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status