Home / Romansa / Melahirkan Anak Presdir Posesif / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Melahirkan Anak Presdir Posesif: Chapter 81 - Chapter 90

113 Chapters

Bab 82.

Clara terdiam untuk beberapa saat, memastikan kembali bahwa dirinya tidak salah baca. Rupanya ekspektasi Clara tentang Sebastian ini terlalu tinggi. Entah mengapa dia ingin pria itu melarangnya seperti biasa.Menahannya dengan sejuta alasan. Mengancamnya dengan mengingatkan kembali masalah kontrak. Bila jauh, pria itu menyuruhnya datang. Lalu mengajaknya bermain seharian.Namun sekarang, semua itu hanya khayalan semata. Sebastian tidak akan melakukan itu karena dalam kondisi marah padanya. Clara kembali menghela napas. Menunggu beberapa saat, bisa saja Sebastian berubah pikiran.Namun, sepertinya Clara sudah menunggu terlalu lama. Dia membuka kembali aplikasi hijau miliknya dan melihat profil Sebastian, dan pria itu terlihat sudah menonaktifkan kontaknya.Napas berat kembali dihembuskan oleh Clara."Sebaiknya aku pergi sekarang." Clara melirik jam di pergelangan tangan. Waktu menunjukkan pukul 7 malam. Clara segera menuju ke tepi jalan. Dia melihat taksi dari arah berlawanan dan seger
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 82.

Suara lantang itu refleks mengalihkan perhatian Clara. Dia menoleh ke arah sumber suara dan seketika membulatkan matanya."Papa, Mama."Orang yang sedang Clara hindari akhirnya datang. Clara segera menegakkan tubuhnya. Wajahnya menegang seketika.Julia melangkah cepat mendekati Clara. "Untuk apa kamu datang kemari?" cecar Julia dengan tatapan tajam."Kenapa, Ma/ Tentu saja untuk mengunjungi suamiku," ujar Clara."Cih, kamu kira aku tidak tahu? Kamu tidak pernah datang kemari, kenapa? Kamu menjadi simpanan bos kamu itu, ha?" Suara Julia melengking nyaring.Clara membulatkan. Ini terdengar seperti tamparan bagi Clara. Apa yang sebenarnya Julia ketahui tentang hubungannya dengan Sebastian? Tidak mungkin wanita itu mengetahui semuanya. Atau jangan-jangan Julia pernah melihat dirinya jalan berdua bersama Sebastian?"Ma, apa yang Mama katakan?""Kamu tidak dengar aku bicara? Apa saja yang kamu lakukan sampai tidak sempat datang kemari?" tanya Julia."Tentu saja aku bekerja," jawab Clara.La
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Bab 83.

Clara seketika merasa tubuhnya menegang, seperti es yang membeku dalam sekejap. Pandangannya tertuju pada segerombolan orang di depannya, yang kini berdiri dengan sikap mengintimidasi.Tatapan mereka begitu tajam, menusuk seperti belati yang siap mengoyak pertahanannya. Clara merasakan hawa dingin menyelinap di tengkuknya, seolah niat buruk terpancar jelas dari sorot mata mereka. Dalam hati, ia berjuang menenangkan diri, meski bayangan akan bahaya yang mengintai semakin nyata di benaknya.Clara merasakan rasa takut menjalar di seluruh tubuhnya ketika segerombolan orang itu mulai melangkah mendekat. Langkah mereka perlahan namun penuh ancaman, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat.Tanpa pikir panjang, Clara berbalik dan berlari sekuat tenaga, berharap bisa meloloskan diri dari bahaya yang mengintai. Namun, langkahnya terhenti tiba-tiba. Sebuah tangan kasar mencengkeram lengannya dengan kuat, menariknya kembali ke arah segerombolan itu.“Tolong!”Jeritan keras lolos dari bib
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Bab 84.

Ramon kini berdiri tegap, sorot matanya penuh dengan tekad yang membara. Tanpa ragu, dia melangkah maju, mengambil alih posisi Sebastian yang mulai muak menghadapi para penjahat itu. Gerakannya tegas, penuh keyakinan, menunjukkan bahwa dia siap memberikan perlawanan sengit.Tangannya yang terbungkus sarung tangan hitam terkepal kuat, Ramon menghadapi mereka satu per satu, melindungi atasannya tanpa sedikit pun gentar.Setiap pukulan yang diarahkan padanya dia tangkis dengan cekatan, membalas dengan serangan yang tak kalah kuat. Da seperti dinding kokoh yang tidak mudah digoyahkan, membuat para penjahat itu mulai kehilangan keberanian. Ramon telah mengambil alih pertempuran, menjadi sosok pelindung yang tak kenal takut.Sebastian melangkah mendekati Clara yang terduduk lemas di atas aspal dingin. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam saat dia berhenti tepat di hadapannya. Dengan perlahan, dia merunduk, menekuk satu kakinya hingga sejajar dengan posisi Clara.Tangannya yang ko
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Bab 85.

Sebastian terkejut. Sebuah kejutan yang datang begitu mendalam, seakan waktu berhenti sejenak saat kata-kata itu terdengar. Matanya yang biasanya tajam dan penuh kewaspadaan kini berubah, ada kilatan kebahagiaan yang tersembunyi di balik tatapannya.Untuk beberapa detik, dia hanya terdiam, mencerna kenyataan baru yang begitu indah itu. Walau tak mengucapkan sepatah kata pun, ekspresi wajahnya mengungkapkan lebih dari apa yang bisa diungkapkan dengan kata-kata.Ada perasaan yang luar biasa dalam dirinya, perasaan yang sulit dijelaskan, namun jelas tergambar dalam tatapannya yang tajam—kebahagiaan yang datang tanpa diduga, dan harapan yang baru saja tumbuh di dalam hati Sebastian.“Apa? Hamil?” Sebastian mempertegas ucapannya.“Ya, Tuan. Usia kandungannya delapan minggu.”Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut dari dokter, Sebastian melesat memasuki ruangan dengan langkah cepat, matanya langsung tertuju pada Clara yang duduk di atas brankar, tampak lelah dan cemas.Tanpa ragu, dia mend
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Bab 86.

Ramon benar-benar murka. Wajahnya memerah, dan kedua tangannya terkepal erat, menahan amarah yang hampir meledak. Preman itu tetap bersikeras bungkam, tidak mau mengungkapkan siapa yang telah menginstruksikan mereka untuk bertindak.Ramon mendekat, sorot matanya tajam seperti elang yang mengincar mangsa. Meskipun berbagai pertanyaan telah dilontarkan, jawaban yang diharapkannya tak kunjung terucap. Keheningan preman itu membuat kesabaran Ramon semakin menipis, seperti api yang disiram minyak.“Aku tidak punya waktu untuk permainan seperti ini,” ucap Ramon dengan nada tegas, suaranya penuh tekanan. Namun, preman itu justru tertawa, seolah menikmati wajah Ramon.Tawa pria itu membuat Ramon semakin murkan, dia menekan kakinya dan seketika pria di bawah sana memekik.“Cepat katakan! Atau kepalamu kulenyapkan!” ancam Ramon. Dia sudah berada pada batas kesabaran. Namun, lagi-lagi tawa pria itu terdengar.“Sialan!” umpatan yang Ramon lontarkan bersamaan dengan gerakan kakinya menendang. Suara
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Bab 87.

Clara telah dipindahkan ke ruang rawat inap VVIP setelah menjalani perawatan intensif di unit gawat darurat. Ruang tersebut memberikan kenyamanan maksimal dengan fasilitas terbaik yang dirancang untuk mempercepat proses pemulihan pasien.Di sisi tempat tidur, Sebastian dengan setia menemani Clara, memastikan bahwa setiap kebutuhannya terpenuhi. Wajahnya memancarkan kekhawatiran yang mendalam, namun ia berusaha sebaik mungkin demi memberikan dukungan moral kepada Clara. Semua itu dia lakukan demi calon bayinya.Setiap beberapa menit, ia mengecek suhu ruangan dan selimut Clara, memastikan semuanya dalam kondisi yang ideal. Dalam keheningan yang penuh pengharapan, Sebastian terus berada di sisinya, membuktikan betapa besar kasih sayangnya.“Tuan tidak pulang?” tanya Clara. Dia melihat jarum pendek yang menunjuk pada angka 2.Kening Sebastian mengkerut. “Kamu ngusir aku?”Clara terkesiap, seketika menggeleng cepat. “Bukan begitu, tapi besok Anda harus bekerja,” jelas Clara.Sebastian mele
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Bab 88.

Sebastian terdiam sejenak, matanya menatap kosong ke arah Maxime yang berdiri berseberangan dengannya. Pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Maxime tentang pernikahan seperti menembus pikirannya, mengguncang ketenangan yang selama ini dia jaga.Suasana di ruang rawat inap yang semula terlihat tenang dengan diriningi suara tawa dan obrolan antara Clara dan kedua orang tuanya mendadak terasa sunyi bagi Sebastian. Dia mencoba merangkai kata untuk menjawab, namun lidahnya terasa kelu.Jantungnya berdegup lebih kencang, seolah-olah memberi isyarat bahwa ini adalah momen yang tidak bisa diabaikan begitu saja.Maxime, dengan tatapan penuh harap, menunggu jawaban yang mungkin akan mengubah arah hubungan mereka.Sementara Sania dan Leonard sama-sama menatap Sebastain dengan memberikan sebuah kode berubah kedipan mata agar puteranya itu memberikan jawaban yang sesuai dengan yang diinginkan oleh Maxime Abraham.Suasana menjadi menegangkan ketika Sebastian tak kunjung memberikan jawaban. Keh
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Bab 89.

Bianca terbatuk-batuk hebat, nafasnya tercekat dan sesak di tenggorokannya akibat cengkeraman kuat tangan Sebastian yang mengikat lehernya dengan penuh amarah. Setiap kali dia berusaha menarik napas, seakan-akan udara di sekitarnya menghilang, hanya ada tekanan yang semakin menyesakkan. Rasa panik mulai menyelimuti tubuhnya, namun ia tidak bisa berbuat banyak. Sebastian, yang berdiri di hadapannya, tampak sangat murka, wajahnya merah padam dan matanya berkilat dengan kebencian yang mendalam. Ini adalah puncak dari kemarahannya yang dia pendam, dan Bianca tahu bahwa saat ini dia berada di titik terburuk dalam hidupnya. Tidak ada kata yang bisa diucapkan, hanya keheningan yang berat antara mereka. Sebuah ketegangan yang terasa semakin menebal di udara."Ba-bastian, lepaskan!" Bianca memohon dengan susah payah. Wajahnya mulai memerah karena kesulitan mendapatkan udara. Pelayan yang melihat adegan ini sangat panik, namun mereka bisa apa? Setidaknya mereka tahu siapa Sebastian. Siapa pu
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 90.

Bianca terdiam, tubuhnya kaku seperti patung. Tatapannya kosong, seolah-olah terhalang oleh kabut tebal yang mengaburkan penglihatannya. Bahkan, wajah Sebastian yang berdiri begitu dekat dengannya tampak samar, tidak bisa ia tangkap dengan jelas.Tubuhnya bergetar hebat, bukan hanya karena rasa takut yang mencengkeram, tetapi juga karena kekecewaan yang menyayat hati. Bianca merasa seolah-olah dunianya runtuh, meninggalkan dirinya terjebak dalam jurang ketidakpastian yang mencekam.“Apa kamu bilang? Hamil?”Bianca kembali mengulangi pertanyaan Sebastian.Dengan sudut bibir yang terangkat ke atas Sebastian menjawab, “Aku rasa kamu tidak tuli.”Tubuh wantita itu kembali di hempaskan, kali dengan sangat kuat sehingga wajah Bianca nyaris menyentuh lantai.“Ingat ini baik-baik, Bianca!” Terakhir kalinya, Sebastian menatap Bianca dengan jari telunjuk yang teracung ke arah wanita itu.“Tuan…” Ramon memanggil dan itu adalah sebuah peringatan bahwa waktu mereka telah habis. Detik berikutnya, S
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more
PREV
1
...
789101112
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status