All Chapters of Cinta dalam Bayangan Hutang: Chapter 1 - Chapter 10

94 Chapters

Bab 1: Malam Pengakuan

"Aku nggak tahu harus bagaimana lagi, Ara. Dia... dia bisa menghancurkan hidup kita kalau aku nggak bayar utangnya."Raka duduk di kursi ruang tamu yang usang, dengan kepala tertunduk dan bahu merosot seperti membawa beban dunia di atasnya. Tangannya meremas rambut hitamnya yang kusut, seolah mencoba menggenggam sesuatu yang tak terlihat. Ara, yang sejak tadi duduk diam di sofa dengan selimut di pangkuannya, tak mampu berkata apa-apa. Suaranya, bahkan napasnya, terasa tertahan oleh udara dingin malam itu."Berapa besar utangnya?" tanya Ara akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar. Hanya gerakan bibirnya yang menunjukkan ia telah berbicara.Raka mendongak dengan ragu, mata cokelat gelapnya dipenuhi rasa bersalah dan keputusasaan. "Dua ratus juta," jawabnya dengan suara yang pecah.Ara membelalak, seolah kata-kata itu menusuk dadanya tanpa peringatan. Matanya mencari jawaban di wajah Raka, berharap bahwa ini semua hanyalah salah paham atau lelucon yang buruk. Namun, tatapan Raka yang pe
last updateLast Updated : 2024-11-12
Read more

Bab 2: Tawaran yang Mengguncang

"Aku ingin menawarkan sebuah solusi, Ara," kata Adrian, tangannya terlipat di atas meja. Mata kelamnya mengunci tatapan Ara, membuat wanita itu tak berani mengalihkan pandangannya. "Hutang suamimu bisa lunas dalam waktu singkat. Tapi, tentu saja, aku punya syarat."Ara menelan ludah, tenggorokannya terasa kering. Suasana di ruangan itu begitu sunyi, hanya suara detak jam dinding yang menjadi latar belakang. Ia mencoba membaca ekspresi Adrian, tapi wajah pria itu seperti tembok: kokoh, tak bisa ditembus."Syarat apa?" tanyanya akhirnya, suara yang keluar sedikit lebih pelan dari yang ia harapkan. Jemarinya mengepal di pangkuan, berusaha meredam getaran yang mulai menjalar.Adrian bersandar di kursinya, postur tubuhnya santai tetapi penuh kontrol. Ia mengamati Ara seolah-olah sedang menilai barang antik, memeriksa setiap detail sebelum menentukan harga. Setelah jeda yang terasa seperti selamanya, ia berbicara."Kau akan menjalin hubungan kontrak denganku," katanya, setiap kata terdengar
last updateLast Updated : 2024-11-12
Read more

Bab 3: Pertimbangan Berat

"Jadi, kau sudah tanda tangan?" Raka bertanya dengan nada yang berusaha terdengar santai, meski matanya menunjukkan sesuatu yang berbeda—campuran rasa bersalah dan keputusasaan. Ia duduk di meja makan kecil, dengan secangkir kopi yang hampir dingin di depannya.Ara mengangguk pelan, namun tak mampu menatap mata suaminya. Ia memandang meja kayu di antara mereka, seolah mencoba menemukan jawaban di celah-celah serat kayunya. "Aku... aku rasa ini satu-satunya jalan, Raka. Aku hanya ingin kita keluar dari semua ini."Raka mengangguk, wajahnya memucat. Ia meremas jemarinya yang kasar, bibirnya bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu, namun tak ada kata yang keluar. Ruangan itu dipenuhi keheningan yang menyesakkan. Hanya suara tik-tok jam dinding yang mengisi udara, memotong kebisuan dengan detak yang terus berulang, seperti pengingat akan waktu yang tak peduli.Ara berdiri dari kursi, punggungnya kaku. Ia meraih piring kotor di meja dan membawanya ke wastafel. Air keran mengalir, mencip
last updateLast Updated : 2024-11-12
Read more

Bab 4: Keputusan Ara

"Jadi, kita mulai malam ini?" suara Adrian memecah keheningan yang menyelimuti mobil mewah itu. Tatapannya sekilas melirik ke arah Ara, mencoba membaca ekspresi wanita yang duduk di sampingnya.Ara mengangguk pelan, meskipun ia tak bisa menyembunyikan ketegangan di wajahnya. Tangannya mencengkeram clutch kecil di pangkuannya, jemarinya bergerak gelisah di atas kain satin yang lembut. "Ya... kalau itu yang harus aku lakukan," jawabnya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.Adrian mengangguk, seolah puas dengan jawaban itu. Ia kembali mengarahkan pandangannya ke jalan, mengemudi dengan tenang. Di luar, lampu-lampu kota Jakarta berpendar seperti bintang-bintang yang terlalu dekat dengan bumi. Namun, di dalam mobil itu, suasana terasa berat, penuh dengan hal-hal yang tak terucapkan."Tak perlu khawatir," kata Adrian akhirnya, memecah keheningan lagi. "Aku sudah mengatur semuanya. Yang perlu kau lakukan hanyalah mengikutiku dan memainkan peranmu. Sisanya, aku yang urus."Ara menghel
last updateLast Updated : 2024-11-12
Read more

Bab 5: Pertemuan Pertama

"Jadi, apa aku sudah sesuai ekspektasimu?" Ara bertanya dengan suara rendah, hampir seperti bisikan yang terperangkap di udara.Adrian menatapnya dari seberang meja makan berlapis marmer itu, mata kelamnya penuh perhatian, tetapi sulit untuk dibaca. Di sekeliling mereka, ruangan restoran mewah itu dipenuhi percakapan lembut, denting gelas anggur, dan musik piano yang mengalun seperti arus sungai. Namun, di antara mereka berdua, keheningan terasa lebih pekat, lebih nyata."Kau lebih dari itu," jawab Adrian akhirnya, bibirnya melengkung menjadi senyuman tipis yang seolah menyimpan rahasia. Ia meletakkan gelas anggurnya di atas meja dengan gerakan terukur. "Aku tahu dari awal bahwa aku tidak salah memilihmu."Ara menelan ludah, berusaha mengabaikan caranya memandangnya, yang terasa seperti menyelami lapisan-lapisan terdalam dirinya. Tangannya meremas serbet di pangkuannya, mencoba meredam getaran kecil yang menjalar di ujung jari-jarinya."Aku hanya melakukan apa yang kau minta," balas
last updateLast Updated : 2024-11-13
Read more

Bab 6: Kontrak Dimulai

"Ara, sebelum kita lanjut, aku ingin memastikan bahwa kau memahami semua ketentuannya."Adrian duduk di kursi kulit hitam di ruang kerjanya yang luas, meja kayu mahoni yang besar memisahkan mereka. Di atas meja itu, sebuah dokumen kontrak terletak terbuka, dengan pena mewah mengilap di sisinya. Tatapan Adrian terfokus pada Ara, seperti seorang pengacara yang ingin memastikan kliennya benar-benar paham apa yang sedang terjadi.Ara, yang duduk di kursi seberang, menggenggam tangan di pangkuannya. Ia berusaha menahan getaran kecil yang menjalar di jemarinya. Ruang itu terasa sunyi, hanya suara jarum jam yang samar terdengar dari sudut ruangan. Dinding kaca di belakang Adrian memamerkan pemandangan langit Jakarta yang mulai gelap."Aku sudah membaca semuanya," jawab Ara dengan nada pelan, tetapi mantap. Matanya menatap dokumen itu dengan tekun, seolah-olah mempelajari setiap barisnya lagi meskipun ia sudah hafal isinya."Bagus," ujar Adrian, mengangguk pelan. Ia menyilangkan jari-jariny
last updateLast Updated : 2024-11-13
Read more

Bab 7: Kencan Pertama

"Jadi, apa kau selalu secanggung ini saat diajak makan malam?" suara Adrian terdengar lembut tetapi penuh canda, memecah keheningan di antara mereka.Ara mendongak dari piringnya, menatap Adrian dengan sedikit malu. Ia mencoba tersenyum, meskipun gugup jelas terlihat di matanya. "Maaf, aku... aku tidak terbiasa dengan ini," jawabnya jujur. Matanya beralih ke sekeliling restoran yang berkilauan oleh lampu kristal. Semua terasa terlalu mewah, terlalu jauh dari kehidupannya yang biasa.Adrian tersenyum kecil, mengangkat gelas anggurnya tetapi tidak langsung meminumnya. "Tak perlu minta maaf. Aku justru menyukai itu."Ara mengerutkan kening. "Menyukai apa?""Kejujuranmu," jawab Adrian tanpa ragu. Ia meletakkan gelasnya, tatapannya tertuju langsung pada Ara, seolah ingin memastikan bahwa setiap kata yang ia ucapkan benar-benar sampai padanya. "Kau tidak mencoba menjadi seseorang yang bukan dirimu, dan itu sesuatu yang langka."Ara tersipu, wajahnya memerah. Ia merasa seperti seorang gadi
last updateLast Updated : 2024-11-13
Read more

Bab 8: Kilas Balik Cinta

"Adrian..." Ara memanggil perlahan, suara lembutnya hampir tenggelam dalam keheningan di dalam mobil yang melaju membelah malam. Adrian, yang tengah fokus pada jalanan, melirik sekilas ke arahnya."Ada apa?" tanyanya, nada suaranya tetap tenang, seperti biasa.Ara menggigit bibir bawahnya, menahan sesuatu yang berputar-putar di benaknya sejak makan malam mereka. "Aku hanya ingin tahu... bagaimana menurutmu sebuah cinta bisa bertahan? Maksudku, jika semua di dunia ini terus berubah, apa yang membuat cinta tetap ada?"Adrian terdiam sesaat, seperti sedang memikirkan jawaban yang tepat. "Cinta bertahan bukan karena waktu," katanya akhirnya, matanya tetap tertuju ke depan. "Tapi karena pilihan. Setiap hari, kau harus memilih untuk tetap mencintai seseorang, meskipun dunia seolah memberimu alasan untuk menyerah."Jawabannya membuat Ara terdiam, hatinya terasa seperti tertusuk sesuatu yang halus tetapi menyakitkan. Kata-kata Adrian menggema di pikirannya, membuatnya tak bisa mengabaikan r
last updateLast Updated : 2024-11-13
Read more

Bab 9: Perhatian yang Menghangatkan

"Kau selalu menggigit bibirmu seperti itu saat gugup?"Pertanyaan Adrian memecah konsentrasi Ara yang sedang memandang secarik menu di tangannya. Ia mendongak, sedikit bingung, lalu menyadari bahwa bibir bawahnya sedang ia gigit tanpa sadar. Wajahnya memerah seketika."Aku tidak sadar," jawabnya cepat, mencoba menutupi rasa malunya. Tangannya segera turun ke pangkuan, menggenggam erat serbet kain yang tertata rapi di sana.Adrian tersenyum kecil, seolah menemukan sesuatu yang menghibur dalam kegugupan Ara. "Aku hanya memperhatikan," katanya dengan nada santai. "Kebiasaan kecil seperti itu seringkali yang paling jujur. Itu memberitahu banyak tentang seseorang."Ara menunduk, berusaha fokus kembali pada menu di tangannya. Namun, tatapan Adrian tetap tertuju padanya, memberikan sensasi bahwa ia sedang benar-benar dilihat—bukan hanya sebagai bagian dari kesepakatan, tetapi sebagai individu. Sensasi itu membuat Ara merasa hangat, sekaligus bingung.Malam itu, mereka sedang duduk di sebuah
last updateLast Updated : 2024-11-14
Read more

Bab 10: Ketulusan Adrian

"Kenapa kau tidak pernah bertanya lebih banyak tentangku?" tanya Adrian tiba-tiba, memecah keheningan yang mengisi ruang di antara mereka. Suaranya terdengar lembut, tetapi ada nada penasaran di dalamnya.Ara menatap Adrian dari seberang meja kecil di teras vila tempat mereka menghabiskan malam itu. Restoran tempat acara tadi berlangsung sudah sepi, tetapi Adrian, dengan gayanya yang khas, memutuskan untuk memesan teh di teras terbuka ini, di bawah langit yang penuh bintang. Aroma teh melati memenuhi udara, bercampur dengan embusan angin malam yang dingin."Aku tidak tahu harus bertanya apa," jawab Ara dengan jujur. "Kau tampak seperti orang yang... sulit ditebak. Mungkin aku takut mengganggu batasanmu."Adrian tertawa kecil, suara tawanya rendah dan berat. "Batasanku," ulangnya dengan senyum samar. "Kau tahu, Ara, kebanyakan orang menganggapku sulit didekati. Tapi aku tidak keberatan jika kau mencoba."Ara mengerutkan kening, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Kalau begitu, ken
last updateLast Updated : 2024-11-14
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status