Semua Bab Cinta dalam Bayangan Hutang: Bab 41 - Bab 50

94 Bab

Bab 41: Perlindungan yang Hangat

Pintu rumah terbuka dengan lembut, mengeluarkan suara kecil yang menyeruak dalam keheningan malam. Ara masuk dengan langkah pelan, tetapi ia tahu bahwa Raka sudah menunggunya.Lampu ruang tamu menyala terang, dan suaminya duduk di sofa dengan tubuh bersandar, satu tangan memegang botol bir yang hampir kosong."Sudah pulang," kata Raka tanpa menoleh, suaranya rendah tetapi penuh ironi. "Dari tempat Adrian lagi, bukan?"Ara berdiri di ambang pintu, merasa tubuhnya tegang. Ia tahu malam ini akan berakhir dengan konfrontasi, seperti malam-malam sebelumnya. "Aku butuh waktu untuk berpikir," jawabnya, mencoba menjaga suaranya tetap tenang.Raka tertawa kecil, tetapi tawa itu penuh dengan kepahitan. "Berpikir," ulangnya, menatap Ara dengan mata yang memerah. "Berpikir tentang bagaimana kau akan meninggalkan aku, ya?"Ara menelan ludah, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang. Ia tidak tahu harus berkata apa, tetapi ia tahu bahwa apa pun yang ia kat
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-22
Baca selengkapnya

Bab 42: Konfrontasi Terbuka

Pagi itu, Ara terbangun di sofa Adrian, kepalanya masih bersandar di bantal yang lembut. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela memberikan kehangatan di ruangan, tetapi hatinya masih penuh keraguan dan kekhawatiran. Adrian sudah bangun lebih dulu, sibuk di dapur kecilnya membuat sarapan."Selamat pagi," sapa Adrian lembut ketika melihat Ara membuka mata. "Aku pikir kau butuh sesuatu yang hangat untuk memulai harimu."Ara tersenyum kecil, meskipun senyum itu tidak sepenuhnya tulus. "Terima kasih, Adrian," katanya pelan, suara seraknya mencerminkan malam yang penuh emosi.Adrian mendekat dengan secangkir teh dan duduk di sampingnya. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya, nada suaranya penuh perhatian.Ara menghela napas panjang, menatap cangkir teh yang ia pegang. "Aku tidak tahu," katanya jujur. "Aku merasa seperti aku terjebak di antara dua dunia, dan aku tidak tahu bagaimana keluar darinya."Adrian tidak menjawab segera. Ia hanya menatap Ara dengan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-22
Baca selengkapnya

Bab 43: Malam Menentukan

Malam itu, Ara duduk di depan jendela apartemen Adrian, memandang kota yang dipenuhi lampu-lampu yang berkelap-kelip. Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma tanah basah yang masuk melalui celah jendela. Namun, bukannya merasa tenang, hatinya terasa semakin berat.Adrian duduk di sofa, memerhatikannya dengan tatapan penuh perhatian. Ia tidak ingin mendesak Ara, tetapi ia tahu bahwa wanita itu sedang berada di persimpangan jalan yang akan menentukan seluruh hidupnya.“Apa yang ada di pikiranmu, Ara?” tanya Adrian akhirnya, suaranya lembut.Ara tidak segera menjawab. Ia memandang ke luar jendela, memerhatikan tetesan air yang masih mengalir perlahan di kaca. “Aku tidak tahu,” katanya akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan. “Aku merasa seperti aku sedang berdiri di tepi jurang, dan aku tidak tahu apakah aku harus melompat atau mundur.”Adrian berdiri, berjalan perlahan mendekatinya. Ia duduk di kursi di sebelah Ara, menjaga jarak yang cukup untuk memberi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-22
Baca selengkapnya

Bab 44: Bukti Kasih Sayang Adrian

Malam itu dingin ketika Ara tiba di apartemen Adrian, tubuhnya terasa lelah baik secara fisik maupun emosional. Adrian membukakan pintu dengan senyum lembut yang langsung membuat hati Ara sedikit lebih ringan.Namun, meski ada kehangatan di tatapan Adrian, Ara tetap merasakan beban berat yang terus menggantung di dadanya.“Masuklah,” kata Adrian dengan suara lembut, menarik tubuh Ara ke dalam pelukannya sebelum ia sempat mengatakan apa-apa. Sentuhannya bukan sekadar sambutan, melainkan perlindungan yang ia berikan tanpa syarat.Ara membiarkan dirinya larut dalam pelukan itu, membiarkan kehangatan Adrian meresap ke dalam dirinya. "Aku tidak tahu harus mulai dari mana," katanya pelan, suaranya bergetar.“Kau tidak harus terburu-buru,” jawab Adrian, membimbingnya menuju sofa. “Kita punya banyak waktu. Untuk sekarang, aku hanya ingin kau merasa tenang.”Adrian membawakan secangkir teh hangat dan selimut tipis untuk Ara. Ia duduk di sampingnya, menjaga
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

Bab 45: Janji dalam Hening

Cahaya bulan menembus tirai apartemen, menciptakan siluet lembut di lantai kayu yang tenang. Ara duduk di sofa, menggenggam secangkir teh hangat yang sudah mulai dingin. Pikiran dan perasaannya bercampur aduk, seperti badai yang tidak kunjung reda.Di sudut lain ruangan, Adrian berdiri di dekat jendela, memandang keluar ke kota yang sunyi. Wajahnya serius tetapi penuh perhatian, seolah-olah ia sedang menimbang setiap kata yang akan ia ucapkan.“Aku membaca pesan dari Raka,” kata Ara akhirnya, memecah keheningan. Suaranya pelan, hampir seperti bisikan, tetapi cukup untuk membuat Adrian menoleh.Adrian menatapnya, matanya penuh dengan kekhawatiran. “Apa yang dia katakan?” tanyanya, nadanya tenang tetapi tegas.Ara menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. “Dia bilang kami belum selesai. Dia tidak akan membiarkan ini berakhir seperti ini.” Kata-katanya menggantung di udara, berat dan penuh arti.Adrian berjalan perlahan ke arah Ara, duduk di kursi d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

Bab 46: Titik Balik Ara

Pagi itu, mentari menyelinap melalui celah tirai kamar tamu apartemen Adrian, membangunkan Ara dari tidur yang sebenarnya tidak nyenyak. Ia berbaring sejenak, memandangi langit-langit dengan tatapan kosong, sebelum akhirnya duduk di tepi tempat tidur.Suara dari dapur—dentingan gelas dan bunyi lembut alat masak—memberitahunya bahwa Adrian sudah bangun.Ara melangkah keluar dari kamar, mengenakan sweater tipis yang Adrian tinggalkan untuknya di kursi semalam. Ia melihatnya berdiri di dapur, mempersiapkan sarapan sederhana. Aroma kopi memenuhi ruangan, membawa sedikit rasa nyaman ke dalam hati Ara yang masih berat."Selamat pagi," sapa Adrian ketika menyadari kehadirannya. Ia menoleh sambil membawa dua cangkir kopi, senyum kecil menghiasi wajahnya. "Tidurmu nyenyak?"Ara tersenyum tipis, meskipun ada kekhawatiran yang masih mengintip di matanya. “Aku mencoba,” jawabnya singkat. “Kau selalu bangun sepagi ini?”Adrian mengangguk sambil meletakkan kopi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

Bab 47: Malam di Bawah Bintang

Udara malam terasa segar ketika Adrian membawa Ara ke atap apartemennya. Lampu-lampu kota berkelap-kelip seperti bintang yang jatuh, menciptakan pemandangan yang memukau.Namun, di tengah keindahan itu, hati Ara masih terasa berat, penuh dengan sisa-sisa ketegangan dari percakapannya dengan Raka beberapa jam sebelumnya.“Kenapa kita ke sini?” tanya Ara pelan, memeluk dirinya sendiri melawan angin malam yang dingin.Adrian tersenyum kecil, menunjukkan tikar yang telah ia bentangkan di sudut atap. Sebuah termos kecil dan dua cangkir tergeletak di atasnya. “Aku pikir kita butuh jeda,” katanya. “Kadang, duduk di bawah bintang-bintang membantu kita mengingat bahwa dunia ini lebih besar dari masalah yang kita hadapi.”Ara menatap Adrian, matanya melembut. “Kau selalu tahu bagaimana caranya membuatku merasa lebih baik,” katanya dengan senyum tipis.“Bukan karena aku tahu,” balas Adrian, tatapannya serius. “Tapi karena aku peduli.”Mereka duduk di a
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

Bab 48: Pesan dari Sahabat Lama

Pagi itu, Ara bangun dengan perasaan campur aduk. Malam sebelumnya bersama Adrian meninggalkan kehangatan di hatinya, tetapi pesan telepon yang Adrian terima mengenai Raka tidak bisa ia abaikan. Ia duduk di tepi tempat tidur, memandangi tirai yang bergerak lembut oleh angin pagi.Namun, kebingungannya semakin bertambah ketika ponselnya berbunyi.Ia meraihnya dengan ragu. Nama yang muncul di layar membuat hatinya melompat: Nadia.Nadia adalah sahabat lamanya, seseorang yang dulu selalu menjadi tempat Ara berbagi cerita. Namun, sejak pernikahannya dengan Raka, hubungan mereka perlahan merenggang.Ara tidak pernah sepenuhnya tahu kenapa, tetapi ia menduga bahwa kehidupan pernikahan yang sibuk dan masalah yang datang bertubi-tubi membuatnya menjauh dari banyak orang, termasuk Nadia.Dengan napas panjang, Ara menjawab telepon itu.“Ara?” suara lembut Nadia terdengar dari ujung telepon. “Apa aku mengganggumu?”Ara tersenyum kecil meskipun a
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

Bab 49: Kebingungan yang Mendera

Cahaya matahari pagi menembus tirai kamar tamu di apartemen Adrian, tetapi kehangatannya tak mampu mengusir dingin yang menyelimuti hati Ara. Ia duduk di tepi tempat tidur, memandangi cermin yang memantulkan bayangan dirinya.Wajahnya terlihat lelah, dan lingkaran gelap di bawah matanya menunjukkan betapa buruk tidurnya semalam.Di luar kamar, terdengar suara langkah Adrian. Ia mengetuk pintu dengan lembut sebelum membukanya. “Ara,” katanya pelan, kepalanya sedikit menyembul ke dalam. “Aku membuatkan teh. Kau ingin bicara?”Ara menoleh, matanya bertemu dengan tatapan penuh perhatian Adrian. “Aku akan keluar sebentar,” jawabnya pelan, suaranya hampir seperti bisikan.Adrian mengangguk, meskipun ia jelas melihat kegelisahan yang membebani Ara. “Aku akan menunggumu di luar,” katanya sebelum menutup pintu lagi.Ketika Ara akhirnya keluar dari kamar, Adrian sudah duduk di meja dapur, secangkir teh mengepul di depannya. Ia menatap Ara dengan senyum kecil
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

Bab 50: Pertemuan Terakhir?

Langit sore itu berwarna abu-abu, awan mendung menggantung rendah seolah mengancam untuk menumpahkan hujan. Ara duduk di dalam taksi, menatap keluar jendela dengan pikiran yang penuh.Jalan-jalan yang dilaluinya terasa seperti kabur, dan suara pengemudi yang bertanya apakah ia ingin membuka jendela hanya melintas seperti gumaman.Ia menggenggam tas kecil di pangkuannya dengan erat. Di dalamnya, terselip sebuah surat—surat yang ia tulis semalam setelah menimbang semuanya. Surat itu adalah bagian dari keputusannya, tetapi meskipun ia mencoba meyakinkan dirinya, perasaannya masih bergejolak.Apakah ini benar-benar keputusan yang tepat? Apakah ia bisa mengucapkan selamat tinggal kepada Adrian, seseorang yang telah mengajarinya apa artinya dicintai tanpa syarat?Ketika taksi berhenti di depan apartemen Adrian, Ara merasakan napasnya semakin pendek. Ia membayar pengemudi dan melangkah keluar. Angin dingin meniup wajahnya, membawa aroma hujan yang semakin dekat.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status