Semua Bab Cinta dalam Bayangan Hutang: Bab 31 - Bab 40

94 Bab

Bab 31: Raka yang Curiga

Pagi itu, Ara duduk di meja makan sambil menatap secangkir teh yang uapnya mulai menghilang. Hari terasa begitu sunyi meskipun matahari bersinar cerah.Raka, yang biasanya hanya berbicara sekadarnya sebelum berangkat kerja, kali ini tetap duduk di kursinya, memandang Ara dengan tatapan yang sulit diartikan."Aku akan pulang lebih lambat malam ini," kata Ara, mencoba memecah keheningan yang semakin mencekam.Raka tidak langsung menjawab. Ia hanya mengaduk kopinya dengan gerakan lambat, matanya tidak lepas dari Ara. "Pekerjaan tambahan lagi?" tanyanya, nadanya datar tetapi menusuk.Ara mengangguk, meskipun ia tahu bahwa jawabannya tidak akan memuaskan Raka. "Ya, aku harus menyelesaikan beberapa laporan sebelum akhir minggu."Raka menyandarkan tubuhnya ke kursi, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Akhir-akhir ini kau sering pulang terlambat," katanya pelan, tetapi ada nada tajam dalam suaranya. "Kadang aku bertanya-tanya, apakah itu b
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya

Bab 32: Ketegangan di Rumah

Pagi itu dimulai dengan keheningan yang menyesakkan. Cahaya matahari yang biasanya menerangi rumah tampak tidak mampu mengusir hawa dingin yang menggantung di udara. Ara duduk di meja makan, secangkir kopi di tangannya yang gemetar.Ia bahkan tidak berani menatap Raka, yang duduk di seberang meja dengan ekspresi yang keras seperti batu.“Aku sudah memikirkan ini sepanjang malam,” kata Raka akhirnya, suaranya dingin dan tajam seperti pisau. “Dan aku masih tidak mengerti, Ara. Bagaimana kau bisa mencintai pria lain? Setelah semua yang kita lalui bersama?”Ara menutup matanya, merasakan dadanya sesak. Ia tahu bahwa Raka tidak akan menerima penjelasan apa pun, tetapi ia merasa bahwa ia harus mencoba."Raka, aku tidak pernah berniat untuk mencintainya," katanya pelan, suaranya bergetar. "Aku bahkan tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi. Aku hanya tahu bahwa dia membuatku merasa... hidup."Raka tertawa kecil, tetapi tawa itu penuh kepahitan. "Hidup?" ula
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-19
Baca selengkapnya

Bab 33: Pelarian dalam Kebersamaan

Udara pagi terasa berat, meskipun langit cerah dengan semburat oranye yang indah di cakrawala. Ara duduk di tepi tempat tidurnya, tatapannya terpaku pada cincin kawinnya yang ia letakkan di meja kecil di sebelahnya. Rumah terasa sunyi, tetapi keheningan itu penuh dengan ketegangan yang tidak kasatmata. Setelah malam penuh ketegangan dengan Raka, ia merasa seperti tubuh dan pikirannya terkuras habis.Ponselnya bergetar, memutus lamunannya. Ara mengambilnya dengan ragu, dan hatinya sedikit mencelos ketika ia melihat nama Adrian di layar."Ara, aku di dekat taman kecil di belakang kantormu. Jika kau ingin berbicara atau sekadar duduk bersama, aku di sini."Ara membaca pesan itu berulang kali, mencoba memutuskan apakah ia harus pergi. Tetapi hatinya tahu bahwa ia membutuhkan pelarian—tempat di mana ia b
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-19
Baca selengkapnya

Bab 34: Pengakuan dalam Diam

Langit sore berubah menjadi merah keemasan, memandikan kota dalam cahaya lembut yang terasa hampir ajaib. Adrian menunggu di teras rumah kecilnya, tempat di mana banyak momen dengan Ara terjadi.Ia berdiri dengan tangan di saku, memandangi taman kecil yang perlahan ditutupi bayangan malam. Ketika akhirnya Ara tiba, langkahnya terdengar pelan, nyaris enggan, tetapi tetap penuh tekad.Adrian menoleh dan tersenyum kecil, senyum yang tidak menuntut tetapi mengundang. "Aku tidak yakin kau akan datang," katanya, nadanya rendah tetapi hangat.Ara hanya mengangguk pelan, tidak berkata apa-apa. Hatinya terasa berat, tetapi entah kenapa ia tahu bahwa ia membutuhkan momen ini, bahwa ia membutuhkan Adrian.Mereka duduk di bangku kayu yang menghadap ke taman. Di sekitar mereka, angin sore berbisik melalui daun-daun, menciptakan simfoni alami yang mengisi keheningan di antara mereka. Adrian tidak berbicara, dan Ara merasa berterima kasih untuk itu.Ia tahu bahwa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-19
Baca selengkapnya

Bab 35: Keberanian Adrian

Adrian berdiri di depan jendela ruang kerjanya, memandangi jalanan kota yang sibuk di bawah. Matanya menerawang, tetapi pikirannya penuh dengan keraguan dan keberanian yang sedang berperang. Ia tahu apa yang harus ia lakukan—apa yang harus ia katakan.Tetapi bahkan seorang pria sekuat Adrian tidak kebal terhadap ketakutan akan kehilangan.Ketika ponselnya bergetar di atas meja, ia tahu siapa yang menghubunginya bahkan sebelum melihat layar. Ara. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia mengangkat telepon dan mendengar suara lembut tetapi ragu di ujung sana.“Adrian,” kata Ara pelan, suaranya nyaris pecah. “Bisakah kita bertemu?”Adrian menarik napas dalam-dalam. “Tentu,” jawabnya tanpa ragu. “Aku akan menjemputmu.”Mereka bertemu di tempat yang biasa, sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota. Ara tiba lebih dulu, duduk di meja pojok dengan tatapan kosong yang mengarah ke cangkir teh di depannya.Ketika Adrian masuk, ia langsung melihat
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya

Bab 36: Kejutan Malam Itu

Ara duduk di tepi tempat tidurnya, kedua tangannya saling menggenggam erat di pangkuannya. Udara di kamar itu terasa berat, setiap detak jarum jam seperti gema di dalam pikirannya. Ia tahu bahwa Raka sedang berjalan di lorong menuju kamar mereka—langkahnya terdengar berat, penuh amarah yang ditahan.Ketika pintu kamar terbuka, Raka berdiri di ambang pintu. Wajahnya kaku, matanya menyiratkan kekecewaan yang mendalam, tetapi juga kemarahan yang tidak lagi bisa disembunyikan.“Kita perlu bicara,” katanya, suaranya rendah tetapi tegas.Ara mengangkat wajahnya, menatap Raka dengan mata yang penuh rasa bersalah tetapi juga kebingungan. “Raka, aku tidak tahu apa lagi yang harus aku katakan,” jawabnya pelan. “Aku sudah mencoba menjelaskan.”
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya

Bab 37: Keraguan yang Terkuak

Pagi itu, matahari baru saja mulai menyelinap masuk melalui tirai, memberikan bayangan hangat ke seluruh ruangan. Namun, suasana di dalam rumah tetap dingin, bahkan beku. Ara duduk di meja makan, pandangannya kosong menatap secangkir teh yang sudah dingin di depannya.Ia tahu bahwa Raka masih berada di kamar, tetapi suasana di antara mereka semakin renggang sejak malam sebelumnya.Ketika suara langkah Raka terdengar, Ara merasa tubuhnya menegang. Ia memandang ke arah pintu dapur, dan di sanalah ia berdiri—suaminya, dengan wajah yang terlihat lelah tetapi penuh determinasi.Mata mereka bertemu sesaat, sebelum Raka memutuskan kontak mata dan berjalan ke arah lemari untuk mengambil secangkir kopi.“Aku akan pulang lebih larut malam ini,” kata Raka akhirnya, nadanya datar, tanpa ekspresi.Ara menatapnya, mencoba membaca sesuatu dari wajahnya, tetapi sulit. Ia tahu ada banyak yang ingin ia tanyakan, tetapi bibirnya terasa terkunci.“Ada rapat di
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya

Bab 38: Cinta yang Tersakiti

Suara jam dinding terdengar lebih keras dari biasanya, memantul di ruangan yang sunyi. Ara duduk di ruang tamu dengan tubuh lelah, tangan memeluk lututnya. Semalaman ia tidak bisa tidur. Pikirannya penuh dengan kata-kata Raka dan bayangan Adrian yang terus menghantuinya.Ia merasa hatinya perlahan-lahan hancur, seperti retakan di kaca yang semakin membesar.Dari arah dapur, terdengar suara langkah berat Raka. Ia muncul dengan wajah kusut, matanya merah karena kurang tidur atau mungkin karena malam yang dihabiskan dengan botol bir. Tanpa sepatah kata pun, ia berjalan melewati Ara, seolah-olah ia tidak ada di sana.“Raka,” panggil Ara, suaranya pelan tetapi penuh harapan. Ia tahu bahwa mereka perlu bicara, bahwa keheningan ini hanya akan membuat jarak di antara mereka semakin besar. “Kita harus bicara.”Raka berhenti sejenak, lalu berbalik dengan ekspresi dingin. “Tentang apa lagi?” tanyanya, nadanya datar tetapi menusuk. “Tentang bagaimana kau ingin mening
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

Bab 39: Pesan Tak Terduga

Hujan turun deras malam itu, memukul jendela dengan irama yang tidak teratur. Ara duduk di kamarnya, memandangi ponselnya yang tergeletak di meja. Pikirannya penuh dengan keraguan, rasa sakit, dan cinta yang bercampur menjadi satu.Di luar kamar, ia mendengar langkah Raka mondar-mandir, suara berat yang menambah tekanan dalam pikirannya.Ketika ponselnya akhirnya bergetar, Ara meraih benda itu dengan tangan gemetar. Nama Adrian muncul di layar, dan ia merasa hatinya melompat sejenak sebelum tenggelam lagi dalam rasa bersalah. Ia membuka pesan itu dengan perlahan, takut akan apa yang mungkin ia baca.“Ara, aku tahu kau sedang berjuang dengan banyak hal. Tapi aku ingin kau tahu sesuatu yang penting.”Ia berhenti sejenak, napasnya tertahan. Pesan itu tidak selesai di layar pertama, dan ia harus menggulir untuk melanjutkan.“Aku mencintaimu, bukan hanya untuk siapa dirimu sekarang, tapi juga untuk siapa kau bisa menjadi. Aku melihat seoran
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

Bab 40: Perjalanan ke Masa Lalu Adrian

Udara pagi terasa dingin ketika Ara melangkah keluar dari apartemen Adrian, wajahnya penuh kebimbangan. Adrian berdiri di samping mobilnya, memandangnya dengan senyum kecil yang tenang tetapi penuh arti.“Adrian, kau yakin tentang ini?” tanya Ara, suaranya lembut tetapi penuh keraguan. “Aku tidak ingin mengganggu harimu.”Adrian menggelengkan kepalanya dengan lembut, membuka pintu mobil untuk Ara. “Ini bukan gangguan, Ara,” katanya. “Aku ingin kau melihat sesuatu. Sesuatu yang penting bagiku.”Ara melangkah masuk, membiarkan pintu mobil tertutup dengan lembut di belakangnya. Ketika Adrian masuk ke sisi pengemudi, ia menatap Ara sejenak sebelum menyalakan mesin.“Kita akan pergi ke tempat yang sangat berarti bagiku,” katanya sambil menatap jalan di depan mereka. “Aku ingin kau tahu siapa aku, di luar semua yang kau lihat sekarang.”Perjalanan dimulai dengan tenang, hanya diiringi oleh suara mesin mobil dan lagu-lagu lembut yang mengalun dari radio.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status