Home / Rumah Tangga / Cinta dalam Bayangan Hutang / Bab 39: Pesan Tak Terduga

Share

Bab 39: Pesan Tak Terduga

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2024-12-21 11:33:48

Hujan turun deras malam itu, memukul jendela dengan irama yang tidak teratur. Ara duduk di kamarnya, memandangi ponselnya yang tergeletak di meja. Pikirannya penuh dengan keraguan, rasa sakit, dan cinta yang bercampur menjadi satu.

Di luar kamar, ia mendengar langkah Raka mondar-mandir, suara berat yang menambah tekanan dalam pikirannya.

Ketika ponselnya akhirnya bergetar, Ara meraih benda itu dengan tangan gemetar. Nama Adrian muncul di layar, dan ia merasa hatinya melompat sejenak sebelum tenggelam lagi dalam rasa bersalah. Ia membuka pesan itu dengan perlahan, takut akan apa yang mungkin ia baca.

“Ara, aku tahu kau sedang berjuang dengan banyak hal. Tapi aku ingin kau tahu sesuatu yang penting.”

Ia berhenti sejenak, napasnya tertahan. Pesan itu tidak selesai di layar pertama, dan ia harus menggulir untuk melanjutkan.

“Aku mencintaimu, bukan hanya untuk siapa dirimu sekarang, tapi juga untuk siapa kau bisa menjadi. Aku melihat seoran

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 40: Perjalanan ke Masa Lalu Adrian

    Udara pagi terasa dingin ketika Ara melangkah keluar dari apartemen Adrian, wajahnya penuh kebimbangan. Adrian berdiri di samping mobilnya, memandangnya dengan senyum kecil yang tenang tetapi penuh arti.“Adrian, kau yakin tentang ini?” tanya Ara, suaranya lembut tetapi penuh keraguan. “Aku tidak ingin mengganggu harimu.”Adrian menggelengkan kepalanya dengan lembut, membuka pintu mobil untuk Ara. “Ini bukan gangguan, Ara,” katanya. “Aku ingin kau melihat sesuatu. Sesuatu yang penting bagiku.”Ara melangkah masuk, membiarkan pintu mobil tertutup dengan lembut di belakangnya. Ketika Adrian masuk ke sisi pengemudi, ia menatap Ara sejenak sebelum menyalakan mesin.“Kita akan pergi ke tempat yang sangat berarti bagiku,” katanya sambil menatap jalan di depan mereka. “Aku ingin kau tahu siapa aku, di luar semua yang kau lihat sekarang.”Perjalanan dimulai dengan tenang, hanya diiringi oleh suara mesin mobil dan lagu-lagu lembut yang mengalun dari radio.

    Last Updated : 2024-12-21
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 41: Perlindungan yang Hangat

    Pintu rumah terbuka dengan lembut, mengeluarkan suara kecil yang menyeruak dalam keheningan malam. Ara masuk dengan langkah pelan, tetapi ia tahu bahwa Raka sudah menunggunya.Lampu ruang tamu menyala terang, dan suaminya duduk di sofa dengan tubuh bersandar, satu tangan memegang botol bir yang hampir kosong."Sudah pulang," kata Raka tanpa menoleh, suaranya rendah tetapi penuh ironi. "Dari tempat Adrian lagi, bukan?"Ara berdiri di ambang pintu, merasa tubuhnya tegang. Ia tahu malam ini akan berakhir dengan konfrontasi, seperti malam-malam sebelumnya. "Aku butuh waktu untuk berpikir," jawabnya, mencoba menjaga suaranya tetap tenang.Raka tertawa kecil, tetapi tawa itu penuh dengan kepahitan. "Berpikir," ulangnya, menatap Ara dengan mata yang memerah. "Berpikir tentang bagaimana kau akan meninggalkan aku, ya?"Ara menelan ludah, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang. Ia tidak tahu harus berkata apa, tetapi ia tahu bahwa apa pun yang ia kat

    Last Updated : 2024-12-22
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 42: Konfrontasi Terbuka

    Pagi itu, Ara terbangun di sofa Adrian, kepalanya masih bersandar di bantal yang lembut. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela memberikan kehangatan di ruangan, tetapi hatinya masih penuh keraguan dan kekhawatiran. Adrian sudah bangun lebih dulu, sibuk di dapur kecilnya membuat sarapan."Selamat pagi," sapa Adrian lembut ketika melihat Ara membuka mata. "Aku pikir kau butuh sesuatu yang hangat untuk memulai harimu."Ara tersenyum kecil, meskipun senyum itu tidak sepenuhnya tulus. "Terima kasih, Adrian," katanya pelan, suara seraknya mencerminkan malam yang penuh emosi.Adrian mendekat dengan secangkir teh dan duduk di sampingnya. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya, nada suaranya penuh perhatian.Ara menghela napas panjang, menatap cangkir teh yang ia pegang. "Aku tidak tahu," katanya jujur. "Aku merasa seperti aku terjebak di antara dua dunia, dan aku tidak tahu bagaimana keluar darinya."Adrian tidak menjawab segera. Ia hanya menatap Ara dengan

    Last Updated : 2024-12-22
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 43: Malam Menentukan

    Malam itu, Ara duduk di depan jendela apartemen Adrian, memandang kota yang dipenuhi lampu-lampu yang berkelap-kelip. Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma tanah basah yang masuk melalui celah jendela. Namun, bukannya merasa tenang, hatinya terasa semakin berat.Adrian duduk di sofa, memerhatikannya dengan tatapan penuh perhatian. Ia tidak ingin mendesak Ara, tetapi ia tahu bahwa wanita itu sedang berada di persimpangan jalan yang akan menentukan seluruh hidupnya.“Apa yang ada di pikiranmu, Ara?” tanya Adrian akhirnya, suaranya lembut.Ara tidak segera menjawab. Ia memandang ke luar jendela, memerhatikan tetesan air yang masih mengalir perlahan di kaca. “Aku tidak tahu,” katanya akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan. “Aku merasa seperti aku sedang berdiri di tepi jurang, dan aku tidak tahu apakah aku harus melompat atau mundur.”Adrian berdiri, berjalan perlahan mendekatinya. Ia duduk di kursi di sebelah Ara, menjaga jarak yang cukup untuk memberi

    Last Updated : 2024-12-22
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 44: Bukti Kasih Sayang Adrian

    Malam itu dingin ketika Ara tiba di apartemen Adrian, tubuhnya terasa lelah baik secara fisik maupun emosional. Adrian membukakan pintu dengan senyum lembut yang langsung membuat hati Ara sedikit lebih ringan.Namun, meski ada kehangatan di tatapan Adrian, Ara tetap merasakan beban berat yang terus menggantung di dadanya.“Masuklah,” kata Adrian dengan suara lembut, menarik tubuh Ara ke dalam pelukannya sebelum ia sempat mengatakan apa-apa. Sentuhannya bukan sekadar sambutan, melainkan perlindungan yang ia berikan tanpa syarat.Ara membiarkan dirinya larut dalam pelukan itu, membiarkan kehangatan Adrian meresap ke dalam dirinya. "Aku tidak tahu harus mulai dari mana," katanya pelan, suaranya bergetar.“Kau tidak harus terburu-buru,” jawab Adrian, membimbingnya menuju sofa. “Kita punya banyak waktu. Untuk sekarang, aku hanya ingin kau merasa tenang.”Adrian membawakan secangkir teh hangat dan selimut tipis untuk Ara. Ia duduk di sampingnya, menjaga

    Last Updated : 2024-12-23
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 45: Janji dalam Hening

    Cahaya bulan menembus tirai apartemen, menciptakan siluet lembut di lantai kayu yang tenang. Ara duduk di sofa, menggenggam secangkir teh hangat yang sudah mulai dingin. Pikiran dan perasaannya bercampur aduk, seperti badai yang tidak kunjung reda.Di sudut lain ruangan, Adrian berdiri di dekat jendela, memandang keluar ke kota yang sunyi. Wajahnya serius tetapi penuh perhatian, seolah-olah ia sedang menimbang setiap kata yang akan ia ucapkan.“Aku membaca pesan dari Raka,” kata Ara akhirnya, memecah keheningan. Suaranya pelan, hampir seperti bisikan, tetapi cukup untuk membuat Adrian menoleh.Adrian menatapnya, matanya penuh dengan kekhawatiran. “Apa yang dia katakan?” tanyanya, nadanya tenang tetapi tegas.Ara menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. “Dia bilang kami belum selesai. Dia tidak akan membiarkan ini berakhir seperti ini.” Kata-katanya menggantung di udara, berat dan penuh arti.Adrian berjalan perlahan ke arah Ara, duduk di kursi d

    Last Updated : 2024-12-23
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 46: Titik Balik Ara

    Pagi itu, mentari menyelinap melalui celah tirai kamar tamu apartemen Adrian, membangunkan Ara dari tidur yang sebenarnya tidak nyenyak. Ia berbaring sejenak, memandangi langit-langit dengan tatapan kosong, sebelum akhirnya duduk di tepi tempat tidur.Suara dari dapur—dentingan gelas dan bunyi lembut alat masak—memberitahunya bahwa Adrian sudah bangun.Ara melangkah keluar dari kamar, mengenakan sweater tipis yang Adrian tinggalkan untuknya di kursi semalam. Ia melihatnya berdiri di dapur, mempersiapkan sarapan sederhana. Aroma kopi memenuhi ruangan, membawa sedikit rasa nyaman ke dalam hati Ara yang masih berat."Selamat pagi," sapa Adrian ketika menyadari kehadirannya. Ia menoleh sambil membawa dua cangkir kopi, senyum kecil menghiasi wajahnya. "Tidurmu nyenyak?"Ara tersenyum tipis, meskipun ada kekhawatiran yang masih mengintip di matanya. “Aku mencoba,” jawabnya singkat. “Kau selalu bangun sepagi ini?”Adrian mengangguk sambil meletakkan kopi

    Last Updated : 2024-12-23
  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 47: Malam di Bawah Bintang

    Udara malam terasa segar ketika Adrian membawa Ara ke atap apartemennya. Lampu-lampu kota berkelap-kelip seperti bintang yang jatuh, menciptakan pemandangan yang memukau.Namun, di tengah keindahan itu, hati Ara masih terasa berat, penuh dengan sisa-sisa ketegangan dari percakapannya dengan Raka beberapa jam sebelumnya.“Kenapa kita ke sini?” tanya Ara pelan, memeluk dirinya sendiri melawan angin malam yang dingin.Adrian tersenyum kecil, menunjukkan tikar yang telah ia bentangkan di sudut atap. Sebuah termos kecil dan dua cangkir tergeletak di atasnya. “Aku pikir kita butuh jeda,” katanya. “Kadang, duduk di bawah bintang-bintang membantu kita mengingat bahwa dunia ini lebih besar dari masalah yang kita hadapi.”Ara menatap Adrian, matanya melembut. “Kau selalu tahu bagaimana caranya membuatku merasa lebih baik,” katanya dengan senyum tipis.“Bukan karena aku tahu,” balas Adrian, tatapannya serius. “Tapi karena aku peduli.”Mereka duduk di a

    Last Updated : 2024-12-24

Latest chapter

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 130: Bahagia Selamanya

    Pagi di desa itu selalu dimulai dengan keheningan yang damai, diselingi oleh kicauan burung yang terdengar dari pepohonan di belakang rumah mereka. Di dapur, aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara.Ara berdiri di depan wastafel, mencuci beberapa buah stroberi yang baru dipetik dari kebun kecil mereka. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela, membungkus tubuhnya dengan sinar hangat yang lembut.Dari ruang tamu, terdengar langkah kaki kecil yang mendekat. Ara menoleh dan tersenyum lebar saat melihat seorang anak kecil dengan rambut ikal berwarna cokelat berlari ke arahnya. Anak itu mengenakan piyama dengan motif dinosaurus, dan tawa kecilnya memenuhi ruangan."Ibu! Lihat apa yang aku temukan!" seru anak itu dengan suara ceria, memperlihatkan sebuah daun kecil yang ia bawa dengan hati-hati.Ara membungkuk, mengambil daun itu dari tangan anaknya. "Oh, ini indah sekali, sayang. Kau menemukannya di mana?""Di bawah pohon besar!" jawab anak itu, m

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 129: Cinta Sejati yang Terlambat

    Cahaya senja menyelimuti desa kecil itu, membawa kehangatan pada rumah-rumah kecil yang berbaris rapi di sepanjang jalan berbatu. Langit dihiasi semburat warna oranye, merah muda, dan ungu, seolah-olah semesta sengaja melukis kanvasnya untuk merayakan hari yang damai.Di halaman belakang rumah, Ara duduk di bangku kayu dengan secangkir teh di tangannya, tubuhnya terbalut sweater rajut yang melindunginya dari udara sore yang mulai dingin.Ia memandangi bunga matahari yang Adrian tanam beberapa minggu lalu. Tanaman itu tumbuh dengan gagah, batangnya kokoh dan daunnya hijau segar. Kepala bunga yang cerah menghadap ke arah matahari yang mulai tenggelam.Ara tersenyum kecil, merasa bahwa bunga itu melambangkan kehidupannya sendiri—perlahan-lahan tumbuh dari tanah yang dulu terasa tandus, mencari cahaya yang akhirnya ia temukan dalam hidupnya bersama Adrian.Pintu belakang berderit pelan, dan suara langkah Adrian di atas lantai kayu terdengar sebelum ia m

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 128: Kehidupan Baru yang Damai

    Pagi itu, sinar matahari menyapu pelan rumah kecil mereka, membawa kehangatan ke dalam setiap sudut ruangan. Ara membuka jendela besar di ruang tamu, membiarkan udara pagi yang segar masuk. Aroma rumput basah dan bunga-bunga liar dari taman belakang melayang lembut di udara.Ia berdiri sejenak, memandang ke luar dengan senyum kecil di wajahnya. Di halaman belakang, bunga matahari yang Adrian tanam beberapa minggu lalu mulai tumbuh, batangnya kokoh dan daunnya hijau segar."Duduklah dulu," kata Adrian dari dapur, suaranya terdengar ringan tetapi sedikit menggoda. "Kau tidak bisa terus sibuk sejak pagi. Sarapan sudah siap."Ara menoleh, tertawa kecil. "Aku hanya menikmati pemandangan. Kau tahu, aku tidak pernah membayangkan bisa bangun dengan perasaan selega ini."Adrian muncul dari balik pintu dapur dengan dua piring di tangannya. Sepiring telur dadar lembut dengan irisan alpukat dan roti panggang di satu piring lainnya. Ia meletakkan semuanya di meja keci

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 127: Mimpi yang Menjadi Nyata

    Cahaya matahari pagi menerobos melalui jendela besar rumah baru mereka, memantulkan sinarnya di lantai kayu yang mengilap. Rumah itu sederhana tetapi terasa hangat, dengan dinding bercat krem dan perabotan kayu yang dipilih dengan penuh cinta.Di luar, angin sepoi-sepoi meniup dedaunan pohon maple, dan suara burung-burung terdengar lembut, menjadi latar belakang kehidupan baru yang mereka mulai bersama.Ara berdiri di dapur kecil mereka, aroma kopi menguar dari mesin yang baru saja Adrian belikan. Ia mengenakan kaus longgar berwarna putih dan celana katun, kakinya telanjang di atas lantai dingin.Ia memandangi jendela yang menghadap ke taman belakang, di mana Adrian sedang menggali tanah untuk menanam bunga matahari yang dibawanya dari pasar minggu lalu.Ara tersenyum kecil, menyandarkan pinggulnya di meja dapur sambil memegang secangkir kopi. Setiap gerakan Adrian di luar terlihat penuh semangat—wajahnya yang serius saat ia mencangkul tanah, seseka

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 126: Pernikahan Intim

    Pagi itu, langit cerah tanpa awan. Cahaya matahari lembut membasuh taman kecil di belakang rumah keluarga Adrian, tempat acara sederhana mereka akan diadakan.Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga mawar dan lavender yang menghiasi setiap sudut taman, menciptakan suasana hangat yang sempurna.Ara berdiri di depan cermin di kamar tamu rumah Adrian. Gaun putih sederhana melekat di tubuhnya, terbuat dari bahan satin yang jatuh dengan indah, memeluk tubuhnya dengan cara yang anggun.Tidak ada renda berlebihan atau kilauan mencolok, hanya detail kecil di sekitar leher yang membuatnya terlihat elegan dan alami.Lila berdiri di belakangnya, membantu menyematkan peniti kecil di ujung kerudung Ara. "Kau terlihat... luar biasa," kata Lila dengan mata berbinar, senyumnya lebar.Ara tersenyum melalui pantulan cermin, mencoba menahan perasaan gugup yang merayap di dadanya. "Terima kasih, Lila. Aku rasa ini pertama kalinya aku merasa benar-benar seperti pengantin

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 125: Langkah Pertama Bersama

    Pagi itu dimulai dengan keheningan yang damai. Sinar matahari pagi menerobos melalui tirai jendela, menyelimuti ruang tamu rumah kecil mereka dengan cahaya hangat keemasan. Ara berdiri di dapur, mengenakan sweater tipis berwarna krem yang sedikit kebesaran.Ia sedang memotong beberapa buah untuk sarapan, menikmati aroma segar jeruk yang menguar.Adrian muncul dari belakang, rambutnya masih sedikit berantakan, namun senyum lembut yang biasa menghiasi wajahnya tetap ada. "Kau bangun lebih pagi dari biasanya," katanya sambil mengambil cangkir dari rak dan menuangkan kopi.Ara menoleh dan tersenyum kecil. "Aku suka pagi-pagi seperti ini. Tenang dan terasa ringan."Adrian mengangguk, berjalan ke meja dan duduk di kursi, memperhatikan Ara yang sibuk di dapur. "Ada sesuatu yang berbeda pada dirimu akhir-akhir ini," ujarnya pelan, tetapi dengan nada penuh perhatian.Ara berhenti sejenak, memutar tubuhnya untuk menatap Adrian. "Apa maksudmu?"Adrian

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 124: Memperbaiki Luka Lama

    Pagi itu, rumah kecil mereka diselimuti keheningan yang damai. Matahari pagi menyinari ruangan dengan lembut, menciptakan bayangan hangat di lantai kayu. Ara duduk di meja dekat jendela, secangkir teh hijau mengepul di sebelahnya. Di depan Ara, ada selembar kertas kosong dan sebuah pena sederhana.Adrian berjalan masuk dari dapur, membawa piring berisi irisan roti panggang dan buah-buahan. Ia berhenti di ambang pintu ketika melihat Ara yang tampak termenung di depan kertas itu."Apa yang kau pikirkan?" tanyanya pelan, meletakkan piring di meja kecil di dekat Ara.Ara menoleh ke arahnya, bibirnya melengkung menjadi senyuman kecil yang hampir tidak terlihat. "Aku berpikir untuk menulis sesuatu. Tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana."Adrian menarik kursi di depannya dan duduk. "Sesuatu seperti apa?"Ara mengambil pena itu, menggenggamnya dengan kedua tangan. "Aku ingin menulis surat untuk Raka."Adrian menatapnya, tetapi tidak langsung men

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 123: Pertemuan dengan Keluarga Adrian

    Angin sejuk pegunungan membelai wajah Ara, membawa aroma pinus dan bunga liar yang mekar di sepanjang jalan menuju rumah keluarga Adrian.Mobil Adrian meluncur mulus di jalanan kecil yang berkelok-kelok, dikelilingi oleh hutan hijau yang terasa seperti melindungi mereka dari hiruk pikuk dunia luar. Ara memandang keluar jendela, matanya menangkap pemandangan pegunungan yang menjulang megah di kejauhan.Namun, di tengah keindahan itu, dadanya terasa sesak oleh kegugupan. Jemarinya memainkan ujung sweater yang ia kenakan, menggulungnya dengan canggung."Berhenti menggulung sweatermu," suara Adrian terdengar ringan, tetapi penuh kehangatan, memecah keheningan. Matanya melirik ke arah Ara sambil tetap memperhatikan jalan.Ara meliriknya, setengah tersipu. "Aku tidak bisa menahannya. Aku... aku gugup."Adrian tertawa kecil, nada suaranya santai seperti biasanya. Ia mengulurkan satu tangan dari kemudi, menggenggam jemari Ara dengan lembut. "Kau tidak perl

  • Cinta dalam Bayangan Hutang   Bab 122: Hari yang Bahagia

    Matahari pagi menyelimuti rumah kecil mereka dengan sinar keemasan. Udara di kota kecil itu sejuk dan segar, membawa aroma embun dan dedaunan basah. Ara membuka jendela besar di ruang tamu, membiarkan angin pagi masuk, meniup lembut rambutnya yang tergerai.Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat sungai kecil di kejauhan, mengalir tenang di bawah bayang-bayang pohon yang rimbun.Di dapur, suara denting piring terdengar pelan. Adrian tengah mengaduk adonan pancake, lengan bajunya digulung hingga siku. Ia sesekali menoleh ke arah Ara, memastikan dia baik-baik saja."Apa kau lapar?" tanya Adrian, suaranya terdengar ringan dan santai, seperti pagi itu.Ara menoleh, senyum kecil menghiasi wajahnya. "Aku selalu lapar untuk pancake," balasnya sambil berjalan mendekat.Adrian tertawa pelan, mengangkat wajan untuk menuangkan adonan ke panci panas. "Pancake spesial pagi ini. Dengan ekstra cinta."Ara duduk di bangku dapur, menopang dagunya dengan tang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status