All Chapters of Cinta dalam Bayangan Hutang: Chapter 11 - Chapter 20

94 Chapters

Bab 11: Pertengkaran dengan Raka

"Ara," suara Raka terdengar tajam begitu Ara melangkah masuk ke ruang tamu. "Kau bisa menjelaskan kenapa belakangan ini kau lebih banyak di luar daripada di rumah?"Ara tertegun. Langkahnya yang semula ringan berubah berat. Ia menatap Raka yang duduk di sofa dengan postur tegang. Mata suaminya menyipit, penuh dengan kecurigaan yang tidak ia sembunyikan. Di meja kopi di depannya, ada secangkir kopi yang sudah dingin, menandakan bahwa Raka sudah menunggu cukup lama."Aku sudah bilang, aku bekerja," jawab Ara dengan nada hati-hati. Ia menurunkan tasnya ke atas meja kecil di dekat pintu. "Ada banyak hal yang harus aku urus.""Kerja?" Raka berdiri, melangkah mendekat dengan gerakan yang terlalu cepat, terlalu kasar. "Kerja seperti apa sampai kau harus pulang larut malam
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 12: Pelukan yang Tak Terduga

Ara memandangi pesan yang baru saja ia kirimkan ke Adrian. Jari-jarinya masih menggenggam telepon dengan erat, sementara pikirannya terus bergolak. Hati kecilnya mengatakan bahwa ini adalah langkah yang berbahaya, tetapi di sisi lain, ia tahu bahwa hanya Adrian yang bisa memberinya sedikit ketenangan di tengah kekacauan yang melanda hidupnya.Teleponnya berbunyi. Nama Adrian muncul di layar, membuat jantung Ara berdetak lebih cepat. Ia tertegun sejenak, meragu, sebelum akhirnya menekan tombol hijau."Halo?" suaranya terdengar serak, lemah."Ara," suara Adrian di ujung telepon begitu lembut tetapi penuh perhatian. "Apa kau baik-baik saja?"Ara menutup matanya, merasakan kehangatan dalam nada suara Adrian. "Aku... tidak t
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 13: Pertemuan Rahasia

"Aku tidak tahu apakah ini ide yang baik," kata Ara pelan, suaranya hampir tenggelam oleh suara mesin kopi di kafe kecil itu. Ia duduk di sudut ruangan dengan kepala sedikit tertunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya dari pandangan siapa pun yang mungkin mengenalnya.Adrian, yang duduk di seberangnya, menatapnya dengan tenang. Cangkir kopinya masih penuh, dan tangan kanannya menyentuh tepi cangkir itu, tetapi ia tidak meminumnya. "Kenapa tidak?" tanyanya, nada suaranya lembut tetapi penuh perhatian.Ara menghela napas, menatap ke arah jendela yang memperlihatkan pemandangan jalanan Jakarta yang ramai."Karena ini terasa salah," jawabnya akhirnya. "Aku... aku seorang istri, Adrian. Dan meskipun aku merasa bahwa hubunganku dengan Raka semakin jauh, aku tidak tahu apakah ini—bertemu denganmu seperti ini—adalah sesuatu
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 14: Bisikan dalam Hujan

"Ara, kau di mana sekarang?" Suara Adrian di ujung telepon terdengar tegas namun penuh perhatian, mengatasi suara derasnya hujan yang memukul trotoar.Ara memeluk tubuhnya sendiri, menggigil di bawah kanopi kecil di depan sebuah toko yang sudah tutup. Hujan turun begitu deras sejak satu jam yang lalu, membanjiri jalanan dan membuat udara malam menjadi dingin menggigit. "Aku... aku masih di sini," jawabnya dengan suara gemetar. "Di depan toko dekat stasiun. Hujannya terlalu deras, aku tidak bisa ke mana-mana.""Aku akan datang," kata Adrian tanpa ragu. "Tunggu di sana."Ara hendak menolak, tetapi sebelum ia sempat berkata apa-apa, panggilan sudah terputus. Ia menatap teleponnya dengan perasaan campur aduk. Setengah dari dirinya ingin mengatakan bahwa ia tidak membutuhkan pertolongan, tetapi separuh lainnya lega mengetahui bahwa Adrian akan segera datang.Hujan semakin deras ketika lampu depan mobil Adrian menyinari jalan sempit it
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 15: Malam Tanpa Kata

"Ara," Adrian memanggil dengan suara lembut, tetapi ada nada yang lebih serius dalam panggilannya kali ini. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam di sebuah restoran kecil, jauh dari pusat kota, tempat mereka bisa berbicara tanpa khawatir dilihat oleh siapa pun.Ara menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Adrian yang teduh tetapi tajam. "Ya?" jawabnya pelan, masih mencoba memahami perubahan dalam ekspresi pria itu."Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," kata Adrian, matanya tetap fokus pada wajah Ara. "Ikutlah denganku."Ara ragu sejenak. Di dalam dirinya, berbagai pertanyaan berputar: ke mana Adrian akan membawanya? Apa yang ia maksud? Tetapi sebelum ia sempat menolak, Adrian sudah berdiri, menyodorkan tangan kepadanya."Percayalah padaku," katanya, senyum kecil muncul di sudut bibirnya.Ara mengangguk perlahan. Ia mengambil tangan Adrian, merasakan kehangatan yang menyebar dari sentuhan itu, lalu membiarkan dirinya dibimbing keluar dari rest
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 16: Gairah yang Tak Terbendung

"Ara, kau yakin baik-baik saja?" suara Adrian membuyarkan lamunan Ara saat mereka berada di dalam mobil yang berhenti di depan rumahnya. Malam itu, suasana di antara mereka terasa lebih berat dari biasanya, seperti ada sesuatu yang ingin diucapkan tetapi tertahan.Ara menoleh, menatap wajah Adrian yang diterangi cahaya remang dari dashboard. Ada kekhawatiran di matanya, tetapi juga kehangatan yang membuat Ara merasa nyaman sekaligus terganggu. Ia mengangguk pelan, mencoba tersenyum meskipun hatinya bergejolak."Aku baik-baik saja," jawab Ara dengan suara rendah, meski ia tahu itu jauh dari kebenaran.Adrian tidak tampak yakin, tetapi ia tidak memaksa. "Kalau ada sesuatu yang ingin kau bicarakan, Ara, kau tahu aku ada di sini, kan?"Kata-kata itu membuat hati Ara bergetar. Ia tahu bahwa Adrian tulus, tetapi justru itulah yang membuat segalanya lebih sulit. "Aku tahu," katanya akhirnya. "Terima kasih, Adrian. Untuk semuanya."Adrian hanya mengangguk,
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 17: Surat dari Masa Lalu

Ara memandangi ruang tamu rumah kecilnya dengan pandangan kosong. Cahaya pagi yang masuk melalui celah tirai menciptakan bayangan lembut di lantai, tetapi kehangatan sinar matahari itu tidak mampu mengusir dingin yang ia rasakan dalam hatinya. Setelah malam yang penuh kebingungan bersama Adrian, ia merasa seperti dua dunia sedang menariknya ke arah yang berlawanan."Aku tidak bisa terus seperti ini," bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya hampir tenggelam oleh keheningan rumah itu.Raka baru saja pergi untuk bekerja, meninggalkan tumpukan pakaian kotor dan meja makan yang penuh dengan remah roti. Ara memutuskan untuk membereskan rumah, berharap aktivitas itu bisa mengalihkan pikirannya meski hanya sejenak. Tetapi saat ia membuka laci di lemari tua di ruang t
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 18: Dinding Pertahanan yang Runtuh

"Apa kau percaya, Ara," suara Adrian terdengar tenang namun menusuk keheningan malam, "bahwa seseorang bisa menemukan dirinya yang sebenarnya melalui orang lain?"Pertanyaan itu menghentikan langkah Ara yang sedang berdiri di dekat jendela ruang tamu rumah Adrian. Ia memandang keluar, mencoba mencari ketenangan di balik pemandangan hujan yang perlahan berhenti. Namun, kata-kata Adrian seperti membawa badai ke dalam pikirannya."Aku tidak tahu," jawab Ara pelan, memutar tubuhnya untuk menatap Adrian yang duduk di sofa. Pria itu tampak santai, tetapi ada ketegangan di matanya yang tidak bisa ia sembunyikan. "Aku rasa... kita menemukan siapa diri kita dari pilihan-pilihan yang kita buat."Adrian mengangguk pelan, seolah menyerap jawaban itu. "Lalu, apa pilihan yang membuatmu merasa seperti dirimu sendiri, Ara?" tanyanya lagi, kali ini suaranya lebih lembut, hampir seperti bisikan.Ara terdiam. Pertanyaan itu menusuk tepat ke inti kebingungannya.
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 19: Senyuman yang Menyihir

"Aku tidak tahu bagaimana kau bisa selalu terlihat begitu tenang," kata Ara sambil menatap Adrian. Mereka sedang duduk di teras rumah Adrian, menikmati segelas teh di sore yang cerah. Udara segar membawa aroma tanah basah setelah hujan, dan cahaya matahari yang lembut memantulkan sinarnya di jendela besar di belakang mereka.Adrian tersenyum tipis, senyuman yang seolah menyimpan rahasia dunia. Ia memandang Ara dengan mata yang penuh ketenangan, tetapi juga menyalurkan kehangatan yang sulit diabaikan. "Mungkin karena aku sudah belajar untuk tidak mencoba mengendalikan segalanya," jawabnya akhirnya, nada suaranya rendah tetapi penuh makna.Ara mengalihkan pandangannya ke cangkir di tangannya, mencoba menghindari tatapan Adrian yang begitu dalam. Tetapi senyuman
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 20: Pengakuan Rasa

Ara duduk di ruang tamu Adrian, tangannya memegang cangkir teh hangat yang uapnya melayang lembut di udara. Sore itu, hujan kembali turun, membasahi kota dengan ritme yang menenangkan. Suasana di rumah Adrian terasa hangat, tetapi di antara mereka, ada ketegangan yang sulit dijelaskan—sesuatu yang tidak bisa lagi mereka abaikan.Adrian duduk di sofa seberang, tatapannya tidak pernah benar-benar meninggalkan wajah Ara. Ia tampak lebih pendiam dari biasanya, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang sulit untuk diucapkan."Kau ingin mengatakan sesuatu, Adrian?" tanya Ara akhirnya, memecah keheningan. Suaranya pelan, tetapi penuh dengan rasa ingin tahu yang hati-hati.Adrian mengangguk, menghela napas panjang sebelum menyandarkan tubuhnya ke belakang. "Ara," katanya,
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status