Beranda / Rumah Tangga / Berbagi Suami / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Berbagi Suami: Bab 41 - Bab 50

78 Bab

41. Ancaman Adrian 2

Adrian membuka pintu mobil untuk Tania dan menggenggam tangannya saat berjalan berdampingan memasuki rumah. “Acara besok malam kamu yakin kuat ikut?” “Jadi kamu tidak mau aku ikut?” Adrian tertawa, “Aku hanya bertanya.” Langkah Adrian berhenti di ruang keluarga, menatap mama sedang membuka dus-dus yang berserakan paket belanjanya. “Adrian, sudah pulang?” Wini baru keluar dari lift. Ia menatap tidak enak pada suami dan mamanya, “Mas, mama—“ Mama menghampiri Adrian, “Masa kamu tega membuat mama tinggal sendiri di rumah kamu yang lain? Mama tidak akan lama disini. Bulan depan juga pulang.” “Bulan depan?” Adrian bertanya untuk mengkonfirmasi pendengarannya. “Iya. Mama ingin sekali ditemani anak dan mantu ketika masa sulit begini. Perceraian tidak pernah mudah, Adrian.” Adrian membuang wajahnya. “Mas, hanya satu bulan. Kasihan mama. Mama tidak akan setiap hari di rumah, karena—harus menunggu papa di rumah sakit.” Adrian berjalan melewati Wini ke kamar. Tangannya dan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-19
Baca selengkapnya

42. Pertengkaran

“Iya, mama bersedia Adrian. Mana uangnya? Mama tidak mau kemalaman di jalan.” Adrian melepaskan genggaman tangannya pada Tania, “Aku ke atas dulu.” Setelah memastikan Adrian menaiki lift, mama mendekati Tania. “Bu, jangan ganggu non Tania.” Mbok Sayem dan pak Udin pasang badan menghalangi mama Wini sebelum mengganggu majikan mereka. “Saya hanya akan bicara dengan jalang itu.” “Biarkan saja mbok, pak Udin.” Mbok Sayem dan pak Udin mundur. “Ma, jangan bikin mas Adrian marah. Tolong mama jaga sikap pada Tania.” Mama tak menggubris larangan Wini. Mumpung menantunya sedang membawa uang di kamar, mama akan mengambil kesempatan ini untuk mengancam Tania. “Kamu benar-benar tidak malu menikahi menantu saya? Janin di kandungan kamu itu anak laki-laki lain. Bisa-bisanya kamu bersikap seolah nyonya di rumah ini. Kamu harusnya tahu diri. Kamu harus membiarkan Adrian hanya mencintai dan bersikap baik pada anak saya, Wini.” “Oh, begitu? Kenapa tidak tante saja yang bicara seperti
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya

43. Perang Dingin

Tania duduk dipinggiran ranjang setelah memastikan Adrian benar tidur. Ia lalu melirik sebuah botol obat yang terbuka. “Ini... obat apa?” Tania membaca tulisan yang ada di kemasan, “Obat tidur?” ia melirik tubuh Adrian yang meringkuk memunggunginya, “Mas, kamu harus sampai seperti ini menghadapi mama Wini?” Tania mengelus lengan kekar suaminya. Ponsel Adrian bergetar pendek di atas nakas. Tania mengabaikannya. Ia belum pernah menyentuh ponselnya sama sekali. Biarkan saja, paling hanya urusan pekerjaan. Drrrt~ Drrrrt~ “Aduh, gimana ini? Ada yang telpon.” Tania menggeser tubuhnya untuk bisa melihat penelpon. Ia mengernyit membaca nama kontaknya, “Kak Angga?” Tania membawa ponsel itu keluar kamar. Setelah sampai dibelakang rumah, ia mengangkat telpon itu, “Halo?” “Tan?” “Kak?” “Kamu—Adrian mana?” “Dia—udah tidur, kak.” “Jam segini? Ini baru jam sembilan.” “Hmmm, mas Adrian sedang banyak pekerjaan di kantor.” “Ah, iya. Ya sudah aku telpon lagi dia besok pagi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya

44. Kepicikan Wini

Acara pertemuan antar investor bisnis akan digelar malam ini. Adrian mengajak Tania pulang lebih cepat untuk bersiap. Mereka baru saja sampai rumah, dan Wini menyambut mereka dengan membawakan pie apel buatannya ke ruang tamu. “Kamu mau makan sekarang, mas? Aku potongkan ya?” “Aku mau mandi.” “Kamu bisa mencobanya sedikit.” Wini memohon. Tania tahu Adrian masih melakukan perang dingin dengan Wini. Ia bergerak mengambil pisau dan memotong pie yang masih Wini pegangi, “Baunya enak sekali. Aku cicipi ya?” Wini tahu Tania sedang membantunya. Ia tersenyum dan senang madunya sudah berusaha membuat Adrian mau berbaikkan dengannya. “Hm... enak sekali. Mas, kamu coba ya? Aaaa.” Adrian menggeleng. “Ayolah, mas.” Adrian terpaksa membuka mulutnya. Ia mengigit pie apel yang Tania pegangi, “Cukup, aku mau mandi.” Wini menaruh piring pie dan menatap Adrian ragu, “Mas, aku boleh ikut ‘kan ke acara malam ini?” “Hm. Aku diberikan tiga tiket.” “Aku bersiap sekarang. Aku juga s
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

45. Tidak Becus Jadi Suami

Tania duduk sendirian di kamar. Ia tidak menyangka, rencana gilanya untuk menghilangkan undangan itu akan membuat Adrian semakin bertengkar dengan Wini. Padahal tujuannya adalah suaminya itu pergi berdua saja dengan istri pertamanya, agar mereka bisa berbaikkan. Ia mau minta maaf pun merasa akan memperumit masalah. Tentu Wini tidak akan marah, tapi beda dengan Adrian. Ia akan dituduh ikut campur urusan rumah tangga mereka. Tania bangkit. Ia keluar kamar berniat mencari Adrian untuk membahas soal pekerjaan, berusaha mengalihkan kemarahannya. “Mas Adrian tidur di kamar mana, ya?” Tania baru keluar dari lift lantai dua. Tania mendengar suara deheman Adrian. Suara itu berasal dari kamar sebelah kamar utama. Ia baru ingat kata mbok Sayem tadi, kalau Adrian dan Wini kini pisah kamar. “Apa gak papa kalau aku samperin mas Adrian?” Ia mengelus perutnya, “Apa aku bilang saja ingin perutku di elus? Ide bagus.” Tok-Tok-Tok “Mas?” Pintu dibuka, “Tan? Masuk.” Tania melirik kese
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

46. Mulai Egois

Tania bangun dengan perasaan tidak karuan. Ia tidak melihat Adrian disampingnya seperti malam-malam sebelumnya. Ia pun hanya cuci muka dan gosok gigi sebelum keluar kamar untuk sarapan. Ia yang baru sampai dapur, melihat Adrian dan Wini keluar dari lift bersama. Mereka saling bergandengan. Rambut keduanya sama-sama basah. ‘Mereka—tidur berdua semalam?’ batin Tania. “Tan?” “Sayang?” Adrian berusaha mencium kening Tania, tapi ia menghindar. Tania menutup hidungnya, “Kalian bau. Maaf aku ke kamar saja.” “Tan?” Adrian berusaha menahan Tania. “Mas, gak papa, kasian Tania. Itu bawaan hamil.” Tania menutup pintu dengan cepat. Ia menangis ketika meyakini Adrian dan Wini sudah melewati malam panjang. “Aku—mencintai kamu, mas. Tapi tidak dengan statusmu sebagai suami Wini.” Seharian Tania tidak keluar kamar. Ia tidak lapar. Ia tidak minum setetes pun. Karena ia hanya mau sesuatu yang tak mungkin terkabulkan. Ia mau Adrian sepenuhnya. Sikap baik Adrian padanya sudah membius
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-22
Baca selengkapnya

47. Pengakuan Tania

“Kamu tanya?” Adrian diam sejenak, “Tadi terakhir kamu mual mencium bauku dan Wini. Kamu masih mual sekarang?” “Kamu tidak perlu pura-pura perhatian padaku.” Adrian tersenyum, “Kamu sebenarnya kenepa, sayang?” “Sayang? Bagaimana rasanya punya dua istri yang bisa kamu nikmati semau kamu?” Adrian diam. “Kamu tahu aku tidak suka berbohong, seperti istri pertama kamu itu.” “Maksud kamu?” “Aku—cemburu, Adrian!” Adrian terkejut mendengar pengakuan Tania. “Aku tahu kalian—sudah berbaikkan. Kalian menghabiskan malam yang panjang berdua.” “Wini istriku, aku berhak melakukannya.” “Tapi aku tidak suka.” Adrian diam. Tania berjalan menaiki tangga. Adrian mengejarnya. Ia masuk kamar dan membalikkan badan, “Aku—tidak bisa seperti ini. Aku tidak mau berbagi kamu dengan Wini.” Adrian tampak kebingungan. Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk menghadapi emosi Tania yang tidak biasa. “Kamu boleh berpikir aku egois, karena aku si istri kedua ini berani-beraninya ingin me
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-22
Baca selengkapnya

48. Menuduh Wini

Tania sudah menghabiskan nasi goreng, bubur ayam dan kebab jumbo yang mama buatkan. Papa-mama, dan Adrian yang melihatnya, begitu tidak percaya. Tubuh ramping Tania terlihat tidak membutuhkan makanan sebanyak itu untuk masuk ke dalam perutnya. Mereka tahu Tania harus berbagi dengan anaknya, tapi biasanya tidak seperti ini. “Kamu pulang kapan, Tan?” tanya papa. Tania berhenti makan. Ia melirik Adrian, “Aku akan tinggal disini sampai melahirkan.” “Kenapa?” nada bicara papa meninggi. “Aku tidak mau nyawa bayiku jadi ancaman.” Mama mengernyit, “Maksud kamu? Siapa yang mau mencelaikai kamu, Tan?” Lagi-lagi Tania melirik Adrian. “Nak Adrian, apa ada asisten rumah tangga kalian yang tidak suka pada Tania dan berniat jahat dengan mencelakai calon anak kalian?” Adrian berdehem, “Tidak, ma. Mereka—tidak seperti itu.” “Terus—siapa yang mau mencelakai Tania?” Adrian menunduk. Ia tidak mungkin mengatakan aduan Tania semalam. “Wini, ma.” jawab Tania cepat. Papa melirik Tan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

49. Mimpi Buruk

Tania menggeser tubuhnya mencari posisi nyaman beberapa kali di ranjang. Adrian tidak kesini lagi. Entah apa yang sedang dilakukannya bersama Wini di rumah. “Apa mereka—sedang bermesraan? Bagaimana kalau kebohonganku tadi terbongkar?” Tania bangkit. Ia mengelus perutnya, “Aku masih belum merasakan perasaan apapun padanya. Nak... mama... takut tidak bisa menyayangi kamu.” Air mata Tania turun perlahan. Ia masih belum menerima kenyataan dengan keberadaan mahluk kecil di dalam rahimnya. Itu terasa sangat berat, karena ia masih tidak tahu ini bibit siapa. Seharusnya malam itu ia tidak bodoh dengan pergi ke diskotek. Tapi percuma, mau menyesal pun semua tak akan bisa di ulang. Ia berusaha merebahkan lagi tubuhnya dan mulai tidur, karena jam menunjukkan pukul sebelas. Ia harus tidur cukup agar perkembangan janinnya optimal. “...lakukanlah, Rom." "Aku percaya kamu bisa membuatku suka dengan apapun yang kamu lakukan." Bayangan seseorang yang ia anggap Romi mulai hadir. Tapi w
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

50. Mencari Ayah Janin

“Kamu serius tidak mau mama temani? Tan, kehamilan kamu sudah mulai besar loh, kalau kamu kelelahan bagaimana?” Tania merapikan bajunya di depan cermin, “Aku pergi bersama supir, ma, jadi mama tenang saja. Kalau ada apa-apa, aku akan telpon mama.” “Telpon mama akan selalu standby.” Tania melirik mama dari cermin. Ia meminta maaf dalam hati karena sudah tega membohonginya. Ia sebenarnya tak akan pergi ke salon, melainkan ke diskotek untuk mencari ayah dari anak yang dikandungnya. Semalaman, ia tidak bisa tidur karena memikirkan kiranya siapa yang harus bertanggung jawab dari semua ini. Ia menderita selama empat bulan ini karena ulahnya. Dan satu-satunya cara menurutnya adalah mendatangi diskotek untuk menanyakan rekaman CCTV yang semoga masih tersimpan, sehingga ia bisa melihat siapa peluknya. Supir keluarga sudah membawa Tania ke depan diskotek. Bar ini buka dua puluh empat jam, hanya saja saat siang, biasanya hanya di dominasi anak kuliahan yang nongkrong saja. “Pak, sepe
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status