Beranda / Rumah Tangga / Berbagi Suami / 42. Pertengkaran

Share

42. Pertengkaran

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-20 08:21:14

“Iya, mama bersedia Adrian. Mana uangnya? Mama tidak mau kemalaman di jalan.”

Adrian melepaskan genggaman tangannya pada Tania, “Aku ke atas dulu.”

Setelah memastikan Adrian menaiki lift, mama mendekati Tania.

“Bu, jangan ganggu non Tania.” Mbok Sayem dan pak Udin pasang badan menghalangi mama Wini sebelum mengganggu majikan mereka.

“Saya hanya akan bicara dengan jalang itu.”

“Biarkan saja mbok, pak Udin.”

Mbok Sayem dan pak Udin mundur.

“Ma, jangan bikin mas Adrian marah. Tolong mama jaga sikap pada Tania.”

Mama tak menggubris larangan Wini. Mumpung menantunya sedang membawa uang di kamar, mama akan mengambil kesempatan ini untuk mengancam Tania.

“Kamu benar-benar tidak malu menikahi menantu saya? Janin di kandungan kamu itu anak laki-laki lain. Bisa-bisanya kamu bersikap seolah nyonya di rumah ini. Kamu harusnya tahu diri. Kamu harus membiarkan Adrian hanya mencintai dan bersikap baik pada anak saya, Wini.”

“Oh, begitu? Kenapa tidak tante saja yang bicara seperti
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Berbagi Suami   43. Perang Dingin

    Tania duduk dipinggiran ranjang setelah memastikan Adrian benar tidur. Ia lalu melirik sebuah botol obat yang terbuka. “Ini... obat apa?” Tania membaca tulisan yang ada di kemasan, “Obat tidur?” ia melirik tubuh Adrian yang meringkuk memunggunginya, “Mas, kamu harus sampai seperti ini menghadapi mama Wini?” Tania mengelus lengan kekar suaminya. Ponsel Adrian bergetar pendek di atas nakas. Tania mengabaikannya. Ia belum pernah menyentuh ponselnya sama sekali. Biarkan saja, paling hanya urusan pekerjaan. Drrrt~ Drrrrt~ “Aduh, gimana ini? Ada yang telpon.” Tania menggeser tubuhnya untuk bisa melihat penelpon. Ia mengernyit membaca nama kontaknya, “Kak Angga?” Tania membawa ponsel itu keluar kamar. Setelah sampai dibelakang rumah, ia mengangkat telpon itu, “Halo?” “Tan?” “Kak?” “Kamu—Adrian mana?” “Dia—udah tidur, kak.” “Jam segini? Ini baru jam sembilan.” “Hmmm, mas Adrian sedang banyak pekerjaan di kantor.” “Ah, iya. Ya sudah aku telpon lagi dia besok pagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Berbagi Suami   44. Kepicikan Wini

    Acara pertemuan antar investor bisnis akan digelar malam ini. Adrian mengajak Tania pulang lebih cepat untuk bersiap. Mereka baru saja sampai rumah, dan Wini menyambut mereka dengan membawakan pie apel buatannya ke ruang tamu. “Kamu mau makan sekarang, mas? Aku potongkan ya?” “Aku mau mandi.” “Kamu bisa mencobanya sedikit.” Wini memohon. Tania tahu Adrian masih melakukan perang dingin dengan Wini. Ia bergerak mengambil pisau dan memotong pie yang masih Wini pegangi, “Baunya enak sekali. Aku cicipi ya?” Wini tahu Tania sedang membantunya. Ia tersenyum dan senang madunya sudah berusaha membuat Adrian mau berbaikkan dengannya. “Hm... enak sekali. Mas, kamu coba ya? Aaaa.” Adrian menggeleng. “Ayolah, mas.” Adrian terpaksa membuka mulutnya. Ia mengigit pie apel yang Tania pegangi, “Cukup, aku mau mandi.” Wini menaruh piring pie dan menatap Adrian ragu, “Mas, aku boleh ikut ‘kan ke acara malam ini?” “Hm. Aku diberikan tiga tiket.” “Aku bersiap sekarang. Aku juga s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Berbagi Suami   45. Tidak Becus Jadi Suami

    Tania duduk sendirian di kamar. Ia tidak menyangka, rencana gilanya untuk menghilangkan undangan itu akan membuat Adrian semakin bertengkar dengan Wini. Padahal tujuannya adalah suaminya itu pergi berdua saja dengan istri pertamanya, agar mereka bisa berbaikkan. Ia mau minta maaf pun merasa akan memperumit masalah. Tentu Wini tidak akan marah, tapi beda dengan Adrian. Ia akan dituduh ikut campur urusan rumah tangga mereka. Tania bangkit. Ia keluar kamar berniat mencari Adrian untuk membahas soal pekerjaan, berusaha mengalihkan kemarahannya. “Mas Adrian tidur di kamar mana, ya?” Tania baru keluar dari lift lantai dua. Tania mendengar suara deheman Adrian. Suara itu berasal dari kamar sebelah kamar utama. Ia baru ingat kata mbok Sayem tadi, kalau Adrian dan Wini kini pisah kamar. “Apa gak papa kalau aku samperin mas Adrian?” Ia mengelus perutnya, “Apa aku bilang saja ingin perutku di elus? Ide bagus.” Tok-Tok-Tok “Mas?” Pintu dibuka, “Tan? Masuk.” Tania melirik kese

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Berbagi Suami   46. Mulai Egois

    Tania bangun dengan perasaan tidak karuan. Ia tidak melihat Adrian disampingnya seperti malam-malam sebelumnya. Ia pun hanya cuci muka dan gosok gigi sebelum keluar kamar untuk sarapan. Ia yang baru sampai dapur, melihat Adrian dan Wini keluar dari lift bersama. Mereka saling bergandengan. Rambut keduanya sama-sama basah. ‘Mereka—tidur berdua semalam?’ batin Tania. “Tan?” “Sayang?” Adrian berusaha mencium kening Tania, tapi ia menghindar. Tania menutup hidungnya, “Kalian bau. Maaf aku ke kamar saja.” “Tan?” Adrian berusaha menahan Tania. “Mas, gak papa, kasian Tania. Itu bawaan hamil.” Tania menutup pintu dengan cepat. Ia menangis ketika meyakini Adrian dan Wini sudah melewati malam panjang. “Aku—mencintai kamu, mas. Tapi tidak dengan statusmu sebagai suami Wini.” Seharian Tania tidak keluar kamar. Ia tidak lapar. Ia tidak minum setetes pun. Karena ia hanya mau sesuatu yang tak mungkin terkabulkan. Ia mau Adrian sepenuhnya. Sikap baik Adrian padanya sudah membius

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Berbagi Suami   47. Pengakuan Tania

    “Kamu tanya?” Adrian diam sejenak, “Tadi terakhir kamu mual mencium bauku dan Wini. Kamu masih mual sekarang?” “Kamu tidak perlu pura-pura perhatian padaku.” Adrian tersenyum, “Kamu sebenarnya kenepa, sayang?” “Sayang? Bagaimana rasanya punya dua istri yang bisa kamu nikmati semau kamu?” Adrian diam. “Kamu tahu aku tidak suka berbohong, seperti istri pertama kamu itu.” “Maksud kamu?” “Aku—cemburu, Adrian!” Adrian terkejut mendengar pengakuan Tania. “Aku tahu kalian—sudah berbaikkan. Kalian menghabiskan malam yang panjang berdua.” “Wini istriku, aku berhak melakukannya.” “Tapi aku tidak suka.” Adrian diam. Tania berjalan menaiki tangga. Adrian mengejarnya. Ia masuk kamar dan membalikkan badan, “Aku—tidak bisa seperti ini. Aku tidak mau berbagi kamu dengan Wini.” Adrian tampak kebingungan. Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk menghadapi emosi Tania yang tidak biasa. “Kamu boleh berpikir aku egois, karena aku si istri kedua ini berani-beraninya ingin me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Berbagi Suami   48. Menuduh Wini

    Tania sudah menghabiskan nasi goreng, bubur ayam dan kebab jumbo yang mama buatkan. Papa-mama, dan Adrian yang melihatnya, begitu tidak percaya. Tubuh ramping Tania terlihat tidak membutuhkan makanan sebanyak itu untuk masuk ke dalam perutnya. Mereka tahu Tania harus berbagi dengan anaknya, tapi biasanya tidak seperti ini. “Kamu pulang kapan, Tan?” tanya papa. Tania berhenti makan. Ia melirik Adrian, “Aku akan tinggal disini sampai melahirkan.” “Kenapa?” nada bicara papa meninggi. “Aku tidak mau nyawa bayiku jadi ancaman.” Mama mengernyit, “Maksud kamu? Siapa yang mau mencelaikai kamu, Tan?” Lagi-lagi Tania melirik Adrian. “Nak Adrian, apa ada asisten rumah tangga kalian yang tidak suka pada Tania dan berniat jahat dengan mencelakai calon anak kalian?” Adrian berdehem, “Tidak, ma. Mereka—tidak seperti itu.” “Terus—siapa yang mau mencelakai Tania?” Adrian menunduk. Ia tidak mungkin mengatakan aduan Tania semalam. “Wini, ma.” jawab Tania cepat. Papa melirik Tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Berbagi Suami   49. Mimpi Buruk

    Tania menggeser tubuhnya mencari posisi nyaman beberapa kali di ranjang. Adrian tidak kesini lagi. Entah apa yang sedang dilakukannya bersama Wini di rumah. “Apa mereka—sedang bermesraan? Bagaimana kalau kebohonganku tadi terbongkar?” Tania bangkit. Ia mengelus perutnya, “Aku masih belum merasakan perasaan apapun padanya. Nak... mama... takut tidak bisa menyayangi kamu.” Air mata Tania turun perlahan. Ia masih belum menerima kenyataan dengan keberadaan mahluk kecil di dalam rahimnya. Itu terasa sangat berat, karena ia masih tidak tahu ini bibit siapa. Seharusnya malam itu ia tidak bodoh dengan pergi ke diskotek. Tapi percuma, mau menyesal pun semua tak akan bisa di ulang. Ia berusaha merebahkan lagi tubuhnya dan mulai tidur, karena jam menunjukkan pukul sebelas. Ia harus tidur cukup agar perkembangan janinnya optimal. “...lakukanlah, Rom." "Aku percaya kamu bisa membuatku suka dengan apapun yang kamu lakukan." Bayangan seseorang yang ia anggap Romi mulai hadir. Tapi w

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Berbagi Suami   50. Mencari Ayah Janin

    “Kamu serius tidak mau mama temani? Tan, kehamilan kamu sudah mulai besar loh, kalau kamu kelelahan bagaimana?” Tania merapikan bajunya di depan cermin, “Aku pergi bersama supir, ma, jadi mama tenang saja. Kalau ada apa-apa, aku akan telpon mama.” “Telpon mama akan selalu standby.” Tania melirik mama dari cermin. Ia meminta maaf dalam hati karena sudah tega membohonginya. Ia sebenarnya tak akan pergi ke salon, melainkan ke diskotek untuk mencari ayah dari anak yang dikandungnya. Semalaman, ia tidak bisa tidur karena memikirkan kiranya siapa yang harus bertanggung jawab dari semua ini. Ia menderita selama empat bulan ini karena ulahnya. Dan satu-satunya cara menurutnya adalah mendatangi diskotek untuk menanyakan rekaman CCTV yang semoga masih tersimpan, sehingga ia bisa melihat siapa peluknya. Supir keluarga sudah membawa Tania ke depan diskotek. Bar ini buka dua puluh empat jam, hanya saja saat siang, biasanya hanya di dominasi anak kuliahan yang nongkrong saja. “Pak, sepe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Berbagi Suami   105. Derita Istri Kedua

    Tania menyiapkan makan malam saat Adrian sibuk bermain dengan Noah dan Seraphina di ruang keluarga. “Non, bagaimana kondisi non Wini?” tanya mbok Sayem sambil menata meja. “Dokter bilang ada perkembangan baik. Kita doakan saja, mbok.” “Tentu, non. Mbok selalu mendoakan yang terbaik untuk non Wini.” “Meja siap, saya panggil mas Adrian dan anak-anak dulu.” “Iya, non.” Tania melenggang mendekati ruang keluarga. Noah sedang menghujami Adrian dengan banyak pertanyaan. Ia tertawa mendengar setiap pertanyaan polos anak sulungnya, membuat Adrian harus putar otak untuk menjawabnya. “..pa, kalo mama Wini bangun terus karena tidur terlalu lama, perasaannya jadi tidak bagus, bagaimana?” “Bagaimana mungkin sebuah perasaan berubah begitu saja hanya karena terlalu lama tidur?” “Aku lihat di tivi begitu. Ketika orang tidur terlalu lama perasaannya jadi buruk. Aku hanya takut mama Wini tidak suka aku dan adik Sera.” “Maksudmu?” “Aku memiliki dua ibu, aku lahir dari rahim mama Tan

  • Berbagi Suami   104. Belum Ada Titik Terang

    Tiga tahun kemudian.... “Mama! Aku mau liat mama Wini ke rumah sakit!” teriak Noah sambil berlari-lari membawa selembar kertas yang sudah ia gambar. “Iya, tapi adek harus mandi dulu.” tutur Tania sambil membuka baju Seraphina, adik Noah. “Memang adek boleh ikut?” “Nggak, adek di rumah sama nenek. Tapi adek harus mandi dulu. Kakak Noah tunggu di depan ya, sama pak Udin.” “Oke.” Noah berlari ke depan, memamerkan gambarnya berisi dua mama, satu ayah, dirinya dan Seraphina. “Sayang...” “Aku di kamar bawah, mas!” Adrian menghampiri Tania. Ia mengecup pucuk kepala istrinya dari belakang, “Noah mana?” “Dia di depan. Dia begitu tidak sabar bertemu Wini.” Adrian tertawa. “Dia begitu tidak sabaran mirip kamu.” “Apa yang kamu katakan? Bukankah itu kamu?” Tania mendelik kesal, “Kalau kita tidak sabaran, Seraphina tidak akan ada di dunia ini.” “Mau aku tolong mandikan Sera?” “Tidak. Kamu temani Noah saja. Dia membawa oleh-oleh untuk Wini.” “Baiklah. Aku tunggu di de

  • Berbagi Suami   103. Hidup yang Berubah

    Sudah satu minggu semua masih sama. Wini masih di ICU setelah dilakukan operasi untuk mengeluarkan pendarahan dalam jaringan otaknya. Ia terus berada di kesadaran koma, membuat Adrian dan Tania kehilangan minat hidup seperti semestinya. Mereka sama-sama tidak bicara dengan siapapun. Baik Adrian maupun Tania, merasa apa yang menimpa Wini belum bisa mereka terima. “Tania, Adrian, lebih baik kalian pulang. Mama yakin Wini akan segera bangun.” “Betul. Kita tidak pernah putus mendoakannya disini. Pulanglah, demi Noah.” Adrian melirik mama dan papa. Mereka terus menemaninya dan Tania di rumah sakit. Sedang ayah dan ibu belum bisa datang karena masih harus menyelesaikan urusan mereka di luar negeri. “Mama tahu kalian terpukul. Tapi Wini tidak akan pernah mau kalian begini. Sudah satu minggu kalian tidak pulang. Kasihan Noah.” Adrian menggenggam tangan Tania, “Mama dan papa ada benarnya. Kita pulang. Kita masih memiliki tanggung jawab pada Noah.” “Wini...” “Iya, aku tahu kamu

  • Berbagi Suami   102. Salah Korban

    Tania tidak bisa tidur mengingat ancaman mama Wini. Tadi begitu ia jatuh, ia langsung bangkit dan pergi. Ia menahan rasa nyeri dan takut pada Wini dan Adrian. Ia tidak mau merusak momen. Ceklek. “Kamu belum tidur?” Adrian mendekati ranjang. “Mas? Kenapa kesini? Ini jadwalmu bersama Wini.” Adrian tersenyum, “Kami sudah selesai.” “Lalu?” Tania takut Adrian akan minta jatah saat pikirannya sedang kalut. Adrian mengelus lengan Tania, “Tidak, aku tidak akan mengganggumu. Aku hanya ingin tidur disini, memelukmu sampai pagi.” “Mas, lebih baik kamu tidur bersama Wini. Kamu bisa memeluknya sampai pagi.” “Dia memintaku kesini. Dia kelelahan dan tidak ingin diganggu.” “Hm begitu. Tidurlah disini.” Adrian benar-benar memeluk Tania sampai pagi. Malam ini Noah tidak terbangun untuk minum susu. Ketika di cek popoknya di pagi hari, tidak begitu penuh. Suaminya masih tidur. Tania yang terjaga semalaman enggan membangunkannya. Pintu terbuka. Wini tampak berbeda hari ini. Rambutn

  • Berbagi Suami   101. Ancaman Nyata

    Tania mengumumkan ia dan Adrian tidak jadi bercerai pada semua orang di rumah, juga pada mama-papa. Mereka menyambut berita dengan penuh suka cita. “Bagaimana untuk merayakan ini kita semua makan diluar?” Adrian menawari. “Aku setuju, mas. Aku rasa sedang malas masak. Jadi idemu sangatlah bagus.” “Aku juga setuju. Sepertinya kita perlu menunjukkan pada orang-orang, kalau memiliki dua istri dan berbagi suami tidak selamanya buruk.” Adrian tersenyum. Ia merentangkan kedua tangannya siap dipeluk kedua istrinya. Wini dan Tania memeluk Adrian. “Aku harap hubungan kita terus seperti ini, mas.” Wini menuturkan doanya. “Aku juga. Masalah pasti ada, tapi aku percaya kalau kita pasti selalu bisa melalui semuanya dengan baik.” Tania juga menuturkan doanya. “Pasti. Kita hanya perlu bersabar. Ayo bersiap. Aku tunggu istri-istri cantikku bersama tuan muda, Noah.” Semua tertawa. Wini dan Tania sudah siap. Mereka mengenakan gaun yang sudah dipesan Adrian secara khusus. Semua asi

  • Berbagi Suami   100. Satu Malam dengan Noah

    Tania melirik Adrian, “Mas Adrian bilang, Noah—sakit.” Wini tersenyum, “Noah sehat. Mas Adrian yang sakit.” Tania lagi-lagi melirik Adrian, “Kamu tega membohongiku?” “Aku pikir kamu tidak akan datang, jika aku tidak bilang Noah sakit.” “Kamu tidak perlu bohong!” “Gendonglah Noah. Kamu berikan asi langsung. Aku tidak tahu harus mengatakan apa jika dia bertanya ketika besar, siapakah yang mengurusnya saat ia masih bayi.” Tania menatap Noah. Ia menerimanya dari Wini, “Jaket ini...” “Noah selalu menangis jika baumu hilang, Tan. Mamamu sering datang kesini membawa baju-baju bekasmu untuk menemani Noah dan—mas Adrian tidur.” Wajah Adrian merah padam. “Jadi sekarang yang merindukanku ada dua orang?” pancing Tania. Wini tertawa, “Aku tinggal, aku akan buatkan kamu masakan yang enak. Berbincanglah dengan mas Adrian.” Tania dan Adrian diam saja setelah Wini pergi. Masing-masing dari mereka tidak tahu harus membicarakan apa. “Kamu tidak perlu memberikanku bodyguard lagi.

  • Berbagi Suami   99. Noah Sakit

    Dua bulan kemudian... Tania belum juga berani mengurus perceraiannya dengan Adrian. Ia malah menyibukkan diri bekerja di sebuah perusahaan yang masih terpaut dengan keluarga Kiehl. Ia tentu sudah mencari perusahaan yang tak mengenal Adrian sama sekali, tapi sulit. Ia pun akhirnya tahu, kalau kuasa keluarga Kiehl sangatlah besar, hingga koneksinya ada dimana-mana. Ia bekerja di divisi finance. “Tan, asi untuk Noah sudah ‘kan? Mama akan pergi sebentar lagi.” “Sudah, ma.” Tania melirik mama yang siap pergi, “Aku—akan ke kantor sekarang.” “Iya, hati-hati.” Tania menunggu mama menawarinya ikut ke rumah Wini, “Ma, aku belum sarapan.” “Kamu bisa bekal makan dari rumah dan sarapan di kantor. Nanti akan mbok siapkan.” Mama menenteng tas berisi asi dan baju-baju yang Tania belikan untuk Noah, “Mama pergi sekarang, ya? Mama kangen sekali dengan Noah. Papamu juga. Papa akan kesana sekalian ke kantor.” Tania mengangguk. Ia menatap punggung mama yang bergerak mendekati mobil. Tan

  • Berbagi Suami   98. Saling Kehilangan

    Tania selalu terbangun setiap jam karena mencari orang yang tidur disebelahnya. Kasur kosong dan terasa dingin. Hatinya menjadi sedih, mengingat biasanya Adrian atau Noah ada disampingnya, kini ia hanya tidur sendirian. “Tidak, Tan, kamu hanya belum terbiasa. Setelah ini kamu pasti akan menikmati hidup menjadi single parents dan independent woman.” Ia tak sabar mengurus perpindahan kerja dari perusahaan Adrian ke kantor lain. Ia akan berdiri diatas kakinya sendiri. Pengalaman kerjanya sudah cukup mumpuni untuk kembali memulai hidup yang baru. Ia akan membuktikan pada orang-orang, bahwa ia bisa hidup tanpa Adrian. Semalaman Tania merasa tidur bukanlah pilihan yang baik. Ia duduk termenung diatas ranjang, menatap kosong ke arah televisi yang menyala. “Noah sekarang sedang apa, ya?” ia melirik ponsel yang sedari tadi mati. Tidak ada notifikasi pesan masuk dari Wini ataupun Adrian yang memberi kabar soal Noah. “Apa mereka akan membawa Noah jauh dariku? Apa mereka akan pergi ke s

  • Berbagi Suami   97. Tawaran Romi

    Tania menatap Noah yang sedang dipangku papa. Papa dan mama sama sekali tak mengecam keputusan Tania untuk memberikan Noah pada Adrian dan Wini. Mereka ingin melihat seberapa yakin anaknya ingin berpisah dengan Noah. Mobil Adrian datang. Ia masuk ke dalam rumah bersama Wini. Mata Adrian sama sekali dan melirik Tania, “Hai Noah. Mulai hari ini kamu ikut papa dan mama—Wini, ya?” Wini menatap Tania, “Tan, aku tidak akan membawa Noah jika kamu tidak mengizinkan.” “Ambillah. Aku tidak bisa menerima ayahnya. Aku takut sifat Noah akan menurun dengan baik. Aku takut menyakitinya. Semua baju, dan stok asi sudah aku taruh di tas. Aku akan kirimkan ke rumah melalui kurir, dan sesekali menjenguknya.” Papa memberikan Noah pada Wini. “Halo Noah, untuk sementara kamu sama mama Wini dulu, ya. Nanti kita akan hidup bersama lagi dengan papa Adrian dan mama Tania.” “Tidak ada kesempatan itu lagi, Win. Aku juga tidak akan membawa Noah. Adrian adalah papa kandungnya. Dia bilang ingin mene

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status