Share

49. Mimpi Buruk

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-24 07:34:54

Tania menggeser tubuhnya mencari posisi nyaman beberapa kali di ranjang. Adrian tidak kesini lagi. Entah apa yang sedang dilakukannya bersama Wini di rumah.

“Apa mereka—sedang bermesraan? Bagaimana kalau kebohonganku tadi terbongkar?”

Tania bangkit. Ia mengelus perutnya, “Aku masih belum merasakan perasaan apapun padanya. Nak... mama... takut tidak bisa menyayangi kamu.”

Air mata Tania turun perlahan. Ia masih belum menerima kenyataan dengan keberadaan mahluk kecil di dalam rahimnya. Itu terasa sangat berat, karena ia masih tidak tahu ini bibit siapa.

Seharusnya malam itu ia tidak bodoh dengan pergi ke diskotek. Tapi percuma, mau menyesal pun semua tak akan bisa di ulang.

Ia berusaha merebahkan lagi tubuhnya dan mulai tidur, karena jam menunjukkan pukul sebelas. Ia harus tidur cukup agar perkembangan janinnya optimal.

“...lakukanlah, Rom."

"Aku percaya kamu bisa membuatku suka dengan apapun yang kamu lakukan."

Bayangan seseorang yang ia anggap Romi mulai hadir. Tapi w
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Berbagi Suami   50. Mencari Ayah Janin

    “Kamu serius tidak mau mama temani? Tan, kehamilan kamu sudah mulai besar loh, kalau kamu kelelahan bagaimana?” Tania merapikan bajunya di depan cermin, “Aku pergi bersama supir, ma, jadi mama tenang saja. Kalau ada apa-apa, aku akan telpon mama.” “Telpon mama akan selalu standby.” Tania melirik mama dari cermin. Ia meminta maaf dalam hati karena sudah tega membohonginya. Ia sebenarnya tak akan pergi ke salon, melainkan ke diskotek untuk mencari ayah dari anak yang dikandungnya. Semalaman, ia tidak bisa tidur karena memikirkan kiranya siapa yang harus bertanggung jawab dari semua ini. Ia menderita selama empat bulan ini karena ulahnya. Dan satu-satunya cara menurutnya adalah mendatangi diskotek untuk menanyakan rekaman CCTV yang semoga masih tersimpan, sehingga ia bisa melihat siapa peluknya. Supir keluarga sudah membawa Tania ke depan diskotek. Bar ini buka dua puluh empat jam, hanya saja saat siang, biasanya hanya di dominasi anak kuliahan yang nongkrong saja. “Pak, sepe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Berbagi Suami   51. Mencintai Adrian

    “Manggil siapa lo, lonte! Udah, sama kita aja dulu. Kita jamin pasti puas dan gak akan terlupakan.” Tania menangis. Ia begitu takut masa depannya akan semakin hancur. Di depan lorong datang dua perempuan usia awal dua puluhan. Mereka saling lirik dan pergi. “Tolooong! Tolong saya!” Salah satu dari mereka memegangi dagu Tania, “Cantik juga. Pantes sok jual mahal.” “Saya akan laporin kalian pada suami saya!” “Hahaha. Lucu nih lonte. Punya suami tapi malah ketemu temennya di sini. Selingkuh lo, jualan badan lo yang aduhai ini?” Tania tak lagi melawan. Ia merasakan tendangan yang kuat dari perutnya. ‘Nak, tolong mama. Mama takuuut.’ batinnya. Mereka bergiliran mencium pipi dan pelipis Tania sambil tertawa. Sedang Tania hanya pasrah dan menangis, karena jika melawan, tubuhnya akan kalah telak. “BAJINGAN!” DAK! Tubuh Tania terlempar, karena lelaki berbadan kekar yang sedang berusaha menguasai dirinya, ditendang kuat oleh seseorang yang ternyata adalah Adrian. “Mas

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Berbagi Suami   52. Pertengkaran Hebat

    “Mas!” Wini menangis begitu tangan Adrian mendarat disebelah pipinya. Tania keluar. Ia memang ingin menguasai Adrian dan menyingkirkan Wini, madunya, tapi tidak dengan cara seperti ini, “Mas.” Saat Tania berusaha menenangkan Adrian dengan mengusap lengannya, beberapa asisten rumah tangga datang. Mereka mengintip dari muka dapur dengan takut. “Wini, ingat, kalau aku bisa melakukan apapun yang aku mau. Jadi berhenti bersikap seolah aku akan selalu memaafkanmu.” Wini tertawa, “Oh, kamu mau menceraikan aku, begitu?” Adrian diam. Tania pikir ia akan senang ketika ada kesempatan memiliki Adrian sendiri terbuka lebar, tapi ternyata ia merasa tidak enak hati pada Wini. Apa yang ia rasakan mungkin hanya bawaan bayi, yang akan hilang perlahan seiring bertambahnya usia kandungan. “Kenapa diam? Kamu mau mentalak aku? Silakan!” Adrian mengepalkan tangannya, “Kalau kamu memang mau pisah, silakan urus sendiri gugatan cerainya!” “Kamu takut di cap suami yang buruk karena menceraik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Berbagi Suami   53. Bodyguard untuk Tania

    Tania bersiap ke kantor hari ini. Dari malam, perutnya mual sekali. Ia sama sekali tidak bisa makan, alhasil Adrian harus memutar otaknya agar ia bisa tetap makan. Jadilah malam-malam, Adrian membelikan rujak seperti mau Tania. Ia pergi sendiri, padahal ia bisa membeli online atau meminta pak Udin yang membelikan. “Tan, sarapan sudah siap.” Wini menghampiri Tania yang baru keluar dari kamar. “Aku masih mual, Win. Maaf ya.” “Tidak mau dibekal?” Tania menggeleng, “Nanti begitu mualnya hilang, aku kabari kamu. Aku akan pulang.” “Tidak usah, biar aku paketkan makanannya ke kantor. Aku tidak ke florist dan rumah sakit hari ini.” Tania menatap Wini yang masih baik padanya, padahal ia sudah memfitnahnya kemarin, ia juga sudah memantik amarah Adrian agar mereka bertengkar. “Sebentar, aku sudah siapkan buah potong untukmu. Kamu bawa ke kantor.” Tania membuang nafasnya ketika Wini dengan sigap berlari ke dapur. Ia melirik dalam kamarnya, dimana Adrian masih tidur nyenyak. Sema

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Berbagi Suami   54. Janji Tania

    Tania pulang lebih awal dari kantor karena merasa tidak enak badan. Ia sudah minta izin pada Adrian. Awalnya suaminya itu memaksa ikut pulang, tapi Tania menahannya. Di kantor sedang ada rapat besar yang melibatkan tim direksi sehingga peran Adrian sangat dibutuhkan disana. “Bu Tania, kami akan menunggu diluar. Kalau ada apa-apa ibu bisa memanggil kami.” Tania melirik kedua bodyguardnya, “Saya ada di rumah sekarang. Tidak akan ada preman yang mengganggu.” Mereka saling lirik. “Kenapa kalian tidak pulang saja?” “Kami akan pulang setelah pak Adrian kembali, bu. Silakan istirahat. Kalau ibu membutuhkan apapun, pak Udin akan membelikannya.” “Saya masuk. Kalian santai saja, duduk, dan minta dibuatkan makanan. Kalian tidak lelah seharian berdiri?” “Ini sudah bagian dari tugas kami, bu.” “Meskipun begitu, istirahat saja. Tidak setiap detik saya dalam bahaya.” Mereka saling lirik lagi. “Pak Adrian tidak salah memilih istri. Ternyata bu Tania lebih dari kata baik, bahkan p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Berbagi Suami   55. Meminta Kebebasan

    Tania menyemprotkan parfum dibeberapa titik tubuhnya. Ia juga berusaha menutupi perutnya yang mulai membesar. “Tan, kamu mau kemana?” tanya Wini yang menyimpan kotak minyak aroma terapi di nakas. “Aku mau makan bersama kak Angga.” “Oh. Senang ya punya kakak.” Tania tersenyum, “Meski begitu hubungan kami tidak selalu baik.” “Setidaknya saat hubungan kalian sedang baik, kamu bisa pergi selain dengan teman dan suami.” Tania membalikkan badannya, “Kamu bisa menganggap kak Angga kakak kamu juga.” “Mana bisa begitu. Aku tidak mengenalnya sama sekali.” “Lain kali aku kenalkan. Aku pergi sekarang, ya?” “Kamu sudah sama izin mas Adrian?” “Belum. Dia di depan ‘kan?” Tania menyambar tas tangannya di atas kasur. “Iya. Aku temani.” Setelah berbaikkan kemarin, hubungan Tania dan Wini langsung membaik. Mereka bahkan tidur satu ranjang, mengusir Adrian yang terpaksa mengalah. “Mas,” Adrian yang sedang bicara dengan para bodyguard melirik penampilan Tania yang rapi, “Kamu m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Berbagi Suami   56. Dipermalukan Romi

    Tania melewati dapur dimana Wini dan Adrian sudah menunggunya. Ia akan sarapan di kantor karena malas bertemu suaminya. “Tan?” Wini menyusul Tania ke ruang tamu, “Ayo sarapan dulu.” “Aku malas.” Wini diam sejenak, “Kamu—marah lagi padaku?” “Bukan padamu, tapi suamimu.” “Kenapa mas Adrian? Kalian—bertengkar?” “Kamu tanyakan saja padanya. Aku ke kantor sekarang.” Wini tak menahannya lagi. Mungkin ia senang, madu dan suaminya bertengkar. Tania meminta bodyguard untuk mampir ke toko bakery untuk membeli sarapan. Dua bodyguard pun mengikutinya ke dalam. Ia tak peduli lagi dengan mereka. Tania memilih roti-roti kecil berbagai rasa dan kue basah lainnya. Ketika ia hendak berjongkok, perutnya mendadak nyeri. “Bu, biar saya yang bawakan.” salah satu bodyguard membawa keranjang belanja dari Tania, “Ibu mau yang mana?” “Di campur saja. Pilih yang kalian suka..” “Terima kasih, bu. Ibu duduk saja.” bodyguard itu mengkode temannya untuk membantu Tania duduk. “Ibu mau minum

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Berbagi Suami   57. Permintaan dan Usul Angga

    Tania dan Angga duduk berhadapan di kafe dekat kantor. Tania tak banyak makan. Ia tak bernafsu. Selain ingat ucapan Romi tadi, ia juga masih sangat kesal pada Adrian. “Tan?” “Iya, kak?” “Ada yang ingin aku ceritakan.” “Tentang apa?” “Isti.” “Kenapa kak Isti?” Angga mengelap mulutnya dengan tisu sebelum bicara, “Kemarin waktu dia pergi bersama keluarganya, sebenarnya kita sedang bertengkar.” Tania diam. Ia tahu Angga belum selesai bicara. “Papa terus mendesak Isti untuk hamil, terlebih saat kamu sudah hamil. Papa bilang mana mungkin papa hanya memiliki satu cucu, dan itu dari kamu saja. Isti jadi stress dan sering menangis.” “Kami akhirnya menemui dokter untuk sekedar ngobrol. Isti lalu meminta dokter untuk melakukan program hamil. Aku ikut saja. Aku pikir mungkin sudah saatnya kami memiliki anak, setelah menikah selama empat tahun.” “Dokter melakukan serangkaian pemeriksaan. Dokter mengatakan kalau—Isti akan kesulitan menjalani program hamil.” “Maksudnya?” “I

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27

Bab terbaru

  • Berbagi Suami   105. Derita Istri Kedua

    Tania menyiapkan makan malam saat Adrian sibuk bermain dengan Noah dan Seraphina di ruang keluarga. “Non, bagaimana kondisi non Wini?” tanya mbok Sayem sambil menata meja. “Dokter bilang ada perkembangan baik. Kita doakan saja, mbok.” “Tentu, non. Mbok selalu mendoakan yang terbaik untuk non Wini.” “Meja siap, saya panggil mas Adrian dan anak-anak dulu.” “Iya, non.” Tania melenggang mendekati ruang keluarga. Noah sedang menghujami Adrian dengan banyak pertanyaan. Ia tertawa mendengar setiap pertanyaan polos anak sulungnya, membuat Adrian harus putar otak untuk menjawabnya. “..pa, kalo mama Wini bangun terus karena tidur terlalu lama, perasaannya jadi tidak bagus, bagaimana?” “Bagaimana mungkin sebuah perasaan berubah begitu saja hanya karena terlalu lama tidur?” “Aku lihat di tivi begitu. Ketika orang tidur terlalu lama perasaannya jadi buruk. Aku hanya takut mama Wini tidak suka aku dan adik Sera.” “Maksudmu?” “Aku memiliki dua ibu, aku lahir dari rahim mama Tan

  • Berbagi Suami   104. Belum Ada Titik Terang

    Tiga tahun kemudian.... “Mama! Aku mau liat mama Wini ke rumah sakit!” teriak Noah sambil berlari-lari membawa selembar kertas yang sudah ia gambar. “Iya, tapi adek harus mandi dulu.” tutur Tania sambil membuka baju Seraphina, adik Noah. “Memang adek boleh ikut?” “Nggak, adek di rumah sama nenek. Tapi adek harus mandi dulu. Kakak Noah tunggu di depan ya, sama pak Udin.” “Oke.” Noah berlari ke depan, memamerkan gambarnya berisi dua mama, satu ayah, dirinya dan Seraphina. “Sayang...” “Aku di kamar bawah, mas!” Adrian menghampiri Tania. Ia mengecup pucuk kepala istrinya dari belakang, “Noah mana?” “Dia di depan. Dia begitu tidak sabar bertemu Wini.” Adrian tertawa. “Dia begitu tidak sabaran mirip kamu.” “Apa yang kamu katakan? Bukankah itu kamu?” Tania mendelik kesal, “Kalau kita tidak sabaran, Seraphina tidak akan ada di dunia ini.” “Mau aku tolong mandikan Sera?” “Tidak. Kamu temani Noah saja. Dia membawa oleh-oleh untuk Wini.” “Baiklah. Aku tunggu di de

  • Berbagi Suami   103. Hidup yang Berubah

    Sudah satu minggu semua masih sama. Wini masih di ICU setelah dilakukan operasi untuk mengeluarkan pendarahan dalam jaringan otaknya. Ia terus berada di kesadaran koma, membuat Adrian dan Tania kehilangan minat hidup seperti semestinya. Mereka sama-sama tidak bicara dengan siapapun. Baik Adrian maupun Tania, merasa apa yang menimpa Wini belum bisa mereka terima. “Tania, Adrian, lebih baik kalian pulang. Mama yakin Wini akan segera bangun.” “Betul. Kita tidak pernah putus mendoakannya disini. Pulanglah, demi Noah.” Adrian melirik mama dan papa. Mereka terus menemaninya dan Tania di rumah sakit. Sedang ayah dan ibu belum bisa datang karena masih harus menyelesaikan urusan mereka di luar negeri. “Mama tahu kalian terpukul. Tapi Wini tidak akan pernah mau kalian begini. Sudah satu minggu kalian tidak pulang. Kasihan Noah.” Adrian menggenggam tangan Tania, “Mama dan papa ada benarnya. Kita pulang. Kita masih memiliki tanggung jawab pada Noah.” “Wini...” “Iya, aku tahu kamu

  • Berbagi Suami   102. Salah Korban

    Tania tidak bisa tidur mengingat ancaman mama Wini. Tadi begitu ia jatuh, ia langsung bangkit dan pergi. Ia menahan rasa nyeri dan takut pada Wini dan Adrian. Ia tidak mau merusak momen. Ceklek. “Kamu belum tidur?” Adrian mendekati ranjang. “Mas? Kenapa kesini? Ini jadwalmu bersama Wini.” Adrian tersenyum, “Kami sudah selesai.” “Lalu?” Tania takut Adrian akan minta jatah saat pikirannya sedang kalut. Adrian mengelus lengan Tania, “Tidak, aku tidak akan mengganggumu. Aku hanya ingin tidur disini, memelukmu sampai pagi.” “Mas, lebih baik kamu tidur bersama Wini. Kamu bisa memeluknya sampai pagi.” “Dia memintaku kesini. Dia kelelahan dan tidak ingin diganggu.” “Hm begitu. Tidurlah disini.” Adrian benar-benar memeluk Tania sampai pagi. Malam ini Noah tidak terbangun untuk minum susu. Ketika di cek popoknya di pagi hari, tidak begitu penuh. Suaminya masih tidur. Tania yang terjaga semalaman enggan membangunkannya. Pintu terbuka. Wini tampak berbeda hari ini. Rambutn

  • Berbagi Suami   101. Ancaman Nyata

    Tania mengumumkan ia dan Adrian tidak jadi bercerai pada semua orang di rumah, juga pada mama-papa. Mereka menyambut berita dengan penuh suka cita. “Bagaimana untuk merayakan ini kita semua makan diluar?” Adrian menawari. “Aku setuju, mas. Aku rasa sedang malas masak. Jadi idemu sangatlah bagus.” “Aku juga setuju. Sepertinya kita perlu menunjukkan pada orang-orang, kalau memiliki dua istri dan berbagi suami tidak selamanya buruk.” Adrian tersenyum. Ia merentangkan kedua tangannya siap dipeluk kedua istrinya. Wini dan Tania memeluk Adrian. “Aku harap hubungan kita terus seperti ini, mas.” Wini menuturkan doanya. “Aku juga. Masalah pasti ada, tapi aku percaya kalau kita pasti selalu bisa melalui semuanya dengan baik.” Tania juga menuturkan doanya. “Pasti. Kita hanya perlu bersabar. Ayo bersiap. Aku tunggu istri-istri cantikku bersama tuan muda, Noah.” Semua tertawa. Wini dan Tania sudah siap. Mereka mengenakan gaun yang sudah dipesan Adrian secara khusus. Semua asi

  • Berbagi Suami   100. Satu Malam dengan Noah

    Tania melirik Adrian, “Mas Adrian bilang, Noah—sakit.” Wini tersenyum, “Noah sehat. Mas Adrian yang sakit.” Tania lagi-lagi melirik Adrian, “Kamu tega membohongiku?” “Aku pikir kamu tidak akan datang, jika aku tidak bilang Noah sakit.” “Kamu tidak perlu bohong!” “Gendonglah Noah. Kamu berikan asi langsung. Aku tidak tahu harus mengatakan apa jika dia bertanya ketika besar, siapakah yang mengurusnya saat ia masih bayi.” Tania menatap Noah. Ia menerimanya dari Wini, “Jaket ini...” “Noah selalu menangis jika baumu hilang, Tan. Mamamu sering datang kesini membawa baju-baju bekasmu untuk menemani Noah dan—mas Adrian tidur.” Wajah Adrian merah padam. “Jadi sekarang yang merindukanku ada dua orang?” pancing Tania. Wini tertawa, “Aku tinggal, aku akan buatkan kamu masakan yang enak. Berbincanglah dengan mas Adrian.” Tania dan Adrian diam saja setelah Wini pergi. Masing-masing dari mereka tidak tahu harus membicarakan apa. “Kamu tidak perlu memberikanku bodyguard lagi.

  • Berbagi Suami   99. Noah Sakit

    Dua bulan kemudian... Tania belum juga berani mengurus perceraiannya dengan Adrian. Ia malah menyibukkan diri bekerja di sebuah perusahaan yang masih terpaut dengan keluarga Kiehl. Ia tentu sudah mencari perusahaan yang tak mengenal Adrian sama sekali, tapi sulit. Ia pun akhirnya tahu, kalau kuasa keluarga Kiehl sangatlah besar, hingga koneksinya ada dimana-mana. Ia bekerja di divisi finance. “Tan, asi untuk Noah sudah ‘kan? Mama akan pergi sebentar lagi.” “Sudah, ma.” Tania melirik mama yang siap pergi, “Aku—akan ke kantor sekarang.” “Iya, hati-hati.” Tania menunggu mama menawarinya ikut ke rumah Wini, “Ma, aku belum sarapan.” “Kamu bisa bekal makan dari rumah dan sarapan di kantor. Nanti akan mbok siapkan.” Mama menenteng tas berisi asi dan baju-baju yang Tania belikan untuk Noah, “Mama pergi sekarang, ya? Mama kangen sekali dengan Noah. Papamu juga. Papa akan kesana sekalian ke kantor.” Tania mengangguk. Ia menatap punggung mama yang bergerak mendekati mobil. Tan

  • Berbagi Suami   98. Saling Kehilangan

    Tania selalu terbangun setiap jam karena mencari orang yang tidur disebelahnya. Kasur kosong dan terasa dingin. Hatinya menjadi sedih, mengingat biasanya Adrian atau Noah ada disampingnya, kini ia hanya tidur sendirian. “Tidak, Tan, kamu hanya belum terbiasa. Setelah ini kamu pasti akan menikmati hidup menjadi single parents dan independent woman.” Ia tak sabar mengurus perpindahan kerja dari perusahaan Adrian ke kantor lain. Ia akan berdiri diatas kakinya sendiri. Pengalaman kerjanya sudah cukup mumpuni untuk kembali memulai hidup yang baru. Ia akan membuktikan pada orang-orang, bahwa ia bisa hidup tanpa Adrian. Semalaman Tania merasa tidur bukanlah pilihan yang baik. Ia duduk termenung diatas ranjang, menatap kosong ke arah televisi yang menyala. “Noah sekarang sedang apa, ya?” ia melirik ponsel yang sedari tadi mati. Tidak ada notifikasi pesan masuk dari Wini ataupun Adrian yang memberi kabar soal Noah. “Apa mereka akan membawa Noah jauh dariku? Apa mereka akan pergi ke s

  • Berbagi Suami   97. Tawaran Romi

    Tania menatap Noah yang sedang dipangku papa. Papa dan mama sama sekali tak mengecam keputusan Tania untuk memberikan Noah pada Adrian dan Wini. Mereka ingin melihat seberapa yakin anaknya ingin berpisah dengan Noah. Mobil Adrian datang. Ia masuk ke dalam rumah bersama Wini. Mata Adrian sama sekali dan melirik Tania, “Hai Noah. Mulai hari ini kamu ikut papa dan mama—Wini, ya?” Wini menatap Tania, “Tan, aku tidak akan membawa Noah jika kamu tidak mengizinkan.” “Ambillah. Aku tidak bisa menerima ayahnya. Aku takut sifat Noah akan menurun dengan baik. Aku takut menyakitinya. Semua baju, dan stok asi sudah aku taruh di tas. Aku akan kirimkan ke rumah melalui kurir, dan sesekali menjenguknya.” Papa memberikan Noah pada Wini. “Halo Noah, untuk sementara kamu sama mama Wini dulu, ya. Nanti kita akan hidup bersama lagi dengan papa Adrian dan mama Tania.” “Tidak ada kesempatan itu lagi, Win. Aku juga tidak akan membawa Noah. Adrian adalah papa kandungnya. Dia bilang ingin mene

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status