Home / Rumah Tangga / Berbagi Suami / 47. Pengakuan Tania

Share

47. Pengakuan Tania

Author: Rahmani Rima
last update Last Updated: 2024-12-22 08:26:50

“Kamu tanya?”

Adrian diam sejenak, “Tadi terakhir kamu mual mencium bauku dan Wini. Kamu masih mual sekarang?”

“Kamu tidak perlu pura-pura perhatian padaku.”

Adrian tersenyum, “Kamu sebenarnya kenepa, sayang?”

“Sayang? Bagaimana rasanya punya dua istri yang bisa kamu nikmati semau kamu?”

Adrian diam.

“Kamu tahu aku tidak suka berbohong, seperti istri pertama kamu itu.”

“Maksud kamu?”

“Aku—cemburu, Adrian!”

Adrian terkejut mendengar pengakuan Tania.

“Aku tahu kalian—sudah berbaikkan. Kalian menghabiskan malam yang panjang berdua.”

“Wini istriku, aku berhak melakukannya.”

“Tapi aku tidak suka.”

Adrian diam.

Tania berjalan menaiki tangga. Adrian mengejarnya. Ia masuk kamar dan membalikkan badan, “Aku—tidak bisa seperti ini. Aku tidak mau berbagi kamu dengan Wini.”

Adrian tampak kebingungan. Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk menghadapi emosi Tania yang tidak biasa.

“Kamu boleh berpikir aku egois, karena aku si istri kedua ini berani-beraninya ingin me
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Berbagi Suami   48. Menuduh Wini

    Tania sudah menghabiskan nasi goreng, bubur ayam dan kebab jumbo yang mama buatkan. Papa-mama, dan Adrian yang melihatnya, begitu tidak percaya. Tubuh ramping Tania terlihat tidak membutuhkan makanan sebanyak itu untuk masuk ke dalam perutnya. Mereka tahu Tania harus berbagi dengan anaknya, tapi biasanya tidak seperti ini. “Kamu pulang kapan, Tan?” tanya papa. Tania berhenti makan. Ia melirik Adrian, “Aku akan tinggal disini sampai melahirkan.” “Kenapa?” nada bicara papa meninggi. “Aku tidak mau nyawa bayiku jadi ancaman.” Mama mengernyit, “Maksud kamu? Siapa yang mau mencelaikai kamu, Tan?” Lagi-lagi Tania melirik Adrian. “Nak Adrian, apa ada asisten rumah tangga kalian yang tidak suka pada Tania dan berniat jahat dengan mencelakai calon anak kalian?” Adrian berdehem, “Tidak, ma. Mereka—tidak seperti itu.” “Terus—siapa yang mau mencelakai Tania?” Adrian menunduk. Ia tidak mungkin mengatakan aduan Tania semalam. “Wini, ma.” jawab Tania cepat. Papa melirik Tan

    Last Updated : 2024-12-23
  • Berbagi Suami   49. Mimpi Buruk

    Tania menggeser tubuhnya mencari posisi nyaman beberapa kali di ranjang. Adrian tidak kesini lagi. Entah apa yang sedang dilakukannya bersama Wini di rumah. “Apa mereka—sedang bermesraan? Bagaimana kalau kebohonganku tadi terbongkar?” Tania bangkit. Ia mengelus perutnya, “Aku masih belum merasakan perasaan apapun padanya. Nak... mama... takut tidak bisa menyayangi kamu.” Air mata Tania turun perlahan. Ia masih belum menerima kenyataan dengan keberadaan mahluk kecil di dalam rahimnya. Itu terasa sangat berat, karena ia masih tidak tahu ini bibit siapa. Seharusnya malam itu ia tidak bodoh dengan pergi ke diskotek. Tapi percuma, mau menyesal pun semua tak akan bisa di ulang. Ia berusaha merebahkan lagi tubuhnya dan mulai tidur, karena jam menunjukkan pukul sebelas. Ia harus tidur cukup agar perkembangan janinnya optimal. “...lakukanlah, Rom." "Aku percaya kamu bisa membuatku suka dengan apapun yang kamu lakukan." Bayangan seseorang yang ia anggap Romi mulai hadir. Tapi w

    Last Updated : 2024-12-24
  • Berbagi Suami   50. Mencari Ayah Janin

    “Kamu serius tidak mau mama temani? Tan, kehamilan kamu sudah mulai besar loh, kalau kamu kelelahan bagaimana?” Tania merapikan bajunya di depan cermin, “Aku pergi bersama supir, ma, jadi mama tenang saja. Kalau ada apa-apa, aku akan telpon mama.” “Telpon mama akan selalu standby.” Tania melirik mama dari cermin. Ia meminta maaf dalam hati karena sudah tega membohonginya. Ia sebenarnya tak akan pergi ke salon, melainkan ke diskotek untuk mencari ayah dari anak yang dikandungnya. Semalaman, ia tidak bisa tidur karena memikirkan kiranya siapa yang harus bertanggung jawab dari semua ini. Ia menderita selama empat bulan ini karena ulahnya. Dan satu-satunya cara menurutnya adalah mendatangi diskotek untuk menanyakan rekaman CCTV yang semoga masih tersimpan, sehingga ia bisa melihat siapa peluknya. Supir keluarga sudah membawa Tania ke depan diskotek. Bar ini buka dua puluh empat jam, hanya saja saat siang, biasanya hanya di dominasi anak kuliahan yang nongkrong saja. “Pak, sepe

    Last Updated : 2024-12-24
  • Berbagi Suami   51. Mencintai Adrian

    “Manggil siapa lo, lonte! Udah, sama kita aja dulu. Kita jamin pasti puas dan gak akan terlupakan.” Tania menangis. Ia begitu takut masa depannya akan semakin hancur. Di depan lorong datang dua perempuan usia awal dua puluhan. Mereka saling lirik dan pergi. “Tolooong! Tolong saya!” Salah satu dari mereka memegangi dagu Tania, “Cantik juga. Pantes sok jual mahal.” “Saya akan laporin kalian pada suami saya!” “Hahaha. Lucu nih lonte. Punya suami tapi malah ketemu temennya di sini. Selingkuh lo, jualan badan lo yang aduhai ini?” Tania tak lagi melawan. Ia merasakan tendangan yang kuat dari perutnya. ‘Nak, tolong mama. Mama takuuut.’ batinnya. Mereka bergiliran mencium pipi dan pelipis Tania sambil tertawa. Sedang Tania hanya pasrah dan menangis, karena jika melawan, tubuhnya akan kalah telak. “BAJINGAN!” DAK! Tubuh Tania terlempar, karena lelaki berbadan kekar yang sedang berusaha menguasai dirinya, ditendang kuat oleh seseorang yang ternyata adalah Adrian. “Mas

    Last Updated : 2024-12-25
  • Berbagi Suami   52. Pertengkaran Hebat

    “Mas!” Wini menangis begitu tangan Adrian mendarat disebelah pipinya. Tania keluar. Ia memang ingin menguasai Adrian dan menyingkirkan Wini, madunya, tapi tidak dengan cara seperti ini, “Mas.” Saat Tania berusaha menenangkan Adrian dengan mengusap lengannya, beberapa asisten rumah tangga datang. Mereka mengintip dari muka dapur dengan takut. “Wini, ingat, kalau aku bisa melakukan apapun yang aku mau. Jadi berhenti bersikap seolah aku akan selalu memaafkanmu.” Wini tertawa, “Oh, kamu mau menceraikan aku, begitu?” Adrian diam. Tania pikir ia akan senang ketika ada kesempatan memiliki Adrian sendiri terbuka lebar, tapi ternyata ia merasa tidak enak hati pada Wini. Apa yang ia rasakan mungkin hanya bawaan bayi, yang akan hilang perlahan seiring bertambahnya usia kandungan. “Kenapa diam? Kamu mau mentalak aku? Silakan!” Adrian mengepalkan tangannya, “Kalau kamu memang mau pisah, silakan urus sendiri gugatan cerainya!” “Kamu takut di cap suami yang buruk karena menceraik

    Last Updated : 2024-12-25
  • Berbagi Suami   53. Bodyguard untuk Tania

    Tania bersiap ke kantor hari ini. Dari malam, perutnya mual sekali. Ia sama sekali tidak bisa makan, alhasil Adrian harus memutar otaknya agar ia bisa tetap makan. Jadilah malam-malam, Adrian membelikan rujak seperti mau Tania. Ia pergi sendiri, padahal ia bisa membeli online atau meminta pak Udin yang membelikan. “Tan, sarapan sudah siap.” Wini menghampiri Tania yang baru keluar dari kamar. “Aku masih mual, Win. Maaf ya.” “Tidak mau dibekal?” Tania menggeleng, “Nanti begitu mualnya hilang, aku kabari kamu. Aku akan pulang.” “Tidak usah, biar aku paketkan makanannya ke kantor. Aku tidak ke florist dan rumah sakit hari ini.” Tania menatap Wini yang masih baik padanya, padahal ia sudah memfitnahnya kemarin, ia juga sudah memantik amarah Adrian agar mereka bertengkar. “Sebentar, aku sudah siapkan buah potong untukmu. Kamu bawa ke kantor.” Tania membuang nafasnya ketika Wini dengan sigap berlari ke dapur. Ia melirik dalam kamarnya, dimana Adrian masih tidur nyenyak. Sema

    Last Updated : 2024-12-26
  • Berbagi Suami   54. Janji Tania

    Tania pulang lebih awal dari kantor karena merasa tidak enak badan. Ia sudah minta izin pada Adrian. Awalnya suaminya itu memaksa ikut pulang, tapi Tania menahannya. Di kantor sedang ada rapat besar yang melibatkan tim direksi sehingga peran Adrian sangat dibutuhkan disana. “Bu Tania, kami akan menunggu diluar. Kalau ada apa-apa ibu bisa memanggil kami.” Tania melirik kedua bodyguardnya, “Saya ada di rumah sekarang. Tidak akan ada preman yang mengganggu.” Mereka saling lirik. “Kenapa kalian tidak pulang saja?” “Kami akan pulang setelah pak Adrian kembali, bu. Silakan istirahat. Kalau ibu membutuhkan apapun, pak Udin akan membelikannya.” “Saya masuk. Kalian santai saja, duduk, dan minta dibuatkan makanan. Kalian tidak lelah seharian berdiri?” “Ini sudah bagian dari tugas kami, bu.” “Meskipun begitu, istirahat saja. Tidak setiap detik saya dalam bahaya.” Mereka saling lirik lagi. “Pak Adrian tidak salah memilih istri. Ternyata bu Tania lebih dari kata baik, bahkan p

    Last Updated : 2024-12-26
  • Berbagi Suami   55. Meminta Kebebasan

    Tania menyemprotkan parfum dibeberapa titik tubuhnya. Ia juga berusaha menutupi perutnya yang mulai membesar. “Tan, kamu mau kemana?” tanya Wini yang menyimpan kotak minyak aroma terapi di nakas. “Aku mau makan bersama kak Angga.” “Oh. Senang ya punya kakak.” Tania tersenyum, “Meski begitu hubungan kami tidak selalu baik.” “Setidaknya saat hubungan kalian sedang baik, kamu bisa pergi selain dengan teman dan suami.” Tania membalikkan badannya, “Kamu bisa menganggap kak Angga kakak kamu juga.” “Mana bisa begitu. Aku tidak mengenalnya sama sekali.” “Lain kali aku kenalkan. Aku pergi sekarang, ya?” “Kamu sudah sama izin mas Adrian?” “Belum. Dia di depan ‘kan?” Tania menyambar tas tangannya di atas kasur. “Iya. Aku temani.” Setelah berbaikkan kemarin, hubungan Tania dan Wini langsung membaik. Mereka bahkan tidur satu ranjang, mengusir Adrian yang terpaksa mengalah. “Mas,” Adrian yang sedang bicara dengan para bodyguard melirik penampilan Tania yang rapi, “Kamu m

    Last Updated : 2024-12-27

Latest chapter

  • Berbagi Suami   79. Kondisi yang Buruk

    Orang yang berpura-pura menjadi ODGJ langsung pergi ketika banyak orang mendekati TKP, dimana Tania pingsan setelah di dorongnya. “Bu Tania, bu?” Bodyguard yang lain datang membawa banyak cup bubur kacang yang dipesan Tania, “Bu Tania!” “Telpon pak Adrian cepat!” Bodyguard dengan sigap memangku Tania yang tak sadarkan diri. Darah mengalir deras seperti sebelumnya setiap kali ia stress. Karena kalut, dan kebetulan ada taksi yang berhenti untuk melihat kerumunan, bodyguard membawa Tania ke rumah sakit menggunakan taksi. Untungnya di dekat sini ada rumah sakit. Kedua bodyguard memasang wajah takut pada kondisi Tania yang lebih buruk dari sebelumnya. Baru kali ini istri tuannya pingsan. Mereka tahu Adrian akan marah besar sebentar lagi. “Tania?” “Pak Adrian.” salah satu bodyguard mengangkat tangannya memberi petunjuk keberadaan mereka. “Bagaimana keadaannya?” “Dokter belum keluar, pak. Tadi samar kami dengar, bu Tania akan—dilakukan bedah caesar emergency sekarang.”

  • Berbagi Suami   78. Usaha Melenyapkan Tania

    Tania berjalan pagi sendiri ketika sinar matahari masih malu-malu menampakkan diri. Ia di ikuti dua bodyguard untuk berkeliling komplek. Adrian harus bersiap ke kantor, karena selama ia di rumah sakit, suaminya itu sama sekali tak memerdulikan pekerjaan. “Bu, apa ibu belum lelah?” tanya salah satu bodyguard yang berjalan dibelakang Tania. Tania membalikkan badan, “Lumayan, tapi saya masih kuat.” “Lebih baik ibu istirahat. Biar ibu minum dulu.” Tania mengangguk. Bodyguard lainnya yang sedari tadi mendorong kursi roda, memberikannya pada Tania, “Silakan, bu.” Tania duduk di kursi roda. “Minumnya mana?” tanya bodyguard pada rekannya. “Saya tidak bawa minum.” “Kan tadi saya suruh kamu bawa minum untuk bu Tania.” Tania tertawa, “Tidak perlu bertengkar. Kalian bisa membelinya di depan.” “Baik, bu. Saya belikan dulu.” satu bodyguard berlari menuju minimarket depan komplek. Tania melirik bodyguard lainnya, “Pak, saya boleh minta tolong?” “Boleh, bu, ada yang bisa say

  • Berbagi Suami   77. Keputusan Wini

    Pov Wini Wini meninggalkan rumah Tania dengan deraian air mata. Kepalanya sakit, hatinya nyeri, mendengar ucapan Adrian yang mengatakan secara tidak langsung kalau ia tidak mencintainya. “Pak, kita pulang sekarang.” katanya pada pak Heru yang sedang minum kopi dengan pak Udin yang tinggal disini. “Loh, bu, kok cepat sekali?” Wini berdiri di dekat pintu mobil sambil menyeka air matanya. Pak Heru membuka pintu mobil, “Silakan, bu.” Wini menangis semakin dalam saat mobil bergerak menjauhi rumah Tania. Pak Heru yang melihatnya kebingungan sendiri. “Bu, maaf, kondisi bu Tania sekarang bagaimana, ya? Saya pikir tadi saya bisa bertemu dan melihat kondisinya langsung.” “Tania baik, sangat baik.” “Syukurlah kalau begitu, bu. Saya ikut senang.” Wini tidak suka semua orang peduli pada Tania. Bahkan semua asisten rumah tangganya pamit untuk menyambut kepulangan Tania, membuatnya hanya tinggal sendiri di rumah. Ia pun terpaksa meminta mama dan papa menemaninya karena tidak bera

  • Berbagi Suami   76. Kekecewaan Tania

    Isti menghampiri kursi roda, ia duduk memohon pada Tania, “Aku mohon, Tan, bantu kami kali ini. Kamu bisa punya anak lagi, tidak seperti aku.” “Kak, mas Adrian itu—bermasalah. Kalian pikir bagaimana caranya aku akan hamil nanti?” Angga mendekati Tania, “Maka kamu tidak perlu anak. Kemarin, ketika kondisimu memburuk, dokter menjelaskan kemungkinan bayimu tidak selamat itu tinggi karena kamu tidak mau segera melahirkan. Dan kita bisa memakai alasan itu untuk—menganggap anakmu tidak pernah hidup. Kami akan merawatnya dengan baik, Tan, kami janji.” Tania tertawa meledek, “Kalian ingin hidup aman, tapi merelakan aku yang jadi tumbalnya?” “Ini bukan tumbal, Tan, aku sudah jelaskan dulu, kalau Adrian tidak secinta itu denganmu. Dia hanya pura-pura. Keluarga Kiehl hanya memerlukan anakmu.” “Dan aku memilikinya. Aku akan memberikan anakku pada keluarga Kiehl sesuai janji papa dulu.” Angga tertawa, “Apa aku perlu menunjukkan kebusukan Adrian padamu, supaya kamu percaya kalau dia—tid

  • Berbagi Suami   75. Pulang

    Selama dua hari ini, Tania tidak menghendaki siapapun masuk ke dalam ruangannya kecuali dokter dan perawat. Ia masih keukeuh dengan keputusannya untuk menunda persalinan. Ia ingin melahirkan di waktu yang tepat, ketika usia janinnya matang. Perawat masuk, “Selamat siang bu Tania. Sekarang waktunya minum obat, ya.” Tania terduduk tegap di ranjang, “Sus, diluar gak ada siapa-siapa, ‘kan?” “Di luar ada suami ibu. Apa perlu saya panggilkan?” “Dia—ada disini?” “Iya, bu. Sejak dua hari lalu pak Adrian selalu menunggu didepan ruangan. Sampai makan dan kerja pun dilakukannya di depan, bu.” Tania diam. “Pak Adrian sangat kalut ketika ibu mengatakan tidak mau bertemu siapapun. Untungnya dokter Lusi menjelaskan, kalau cara yang bu Tania ambil sudah benar, agar terhindar dari stress. Pak Adrian baru tenang.” Tania tersenyum. Ia mengambil obat yang dibawakan perawat. “Pak Adrian sampai bertanya pada perawat dan dokter jaga setiap sepuluh menit sekali, untuk memastikan kondisi ibu

  • Berbagi Suami   74. Mengancam Tania

    “Mas...” Tania berkata lirik. Saturasi oksigennya melemah. “Sayang?” Adrian menghampiri ranjang. Ia memencet bel memanggil dokter jaga. Tak lama dokter datang bersama perawat, “Pak Adrian, bu Wini, silakan tunggu diluar.” “Saya mau disini, dok.” “Maaf, pak, tidak bisa. Silakan.” Adrian terpaksa keluar. Ia didekati ayah dan ibu serta mama dan papa. Wini menatap Adrian sinis, “Kamu takut kehilangan istri dan anak haramnya?” Adrian menunjuk wajah Wini, “Wini! Jaga bicara kamu atau aku—” “Apa? Kamu mau menamparku lagi? Atau menggugat ceraiku?” Adrian membalikkan badan menatap pintu ruangan Tania, “Aku tidak ada waktu untuk meladenimu. Pulanglah.” Wini menatap ibu-ayah, mama dan papa, “Saya—izin pulang. Kalau saya ada disini, mas Adrian mungkin—saya pamit.” Papa melirik sinis dengan kepergian Wini, “Sekarang sifat aslinya sudah terlihat. Bagaimana mungkin Tania sanggup satu rumah dengannya selama ini.” Ayah dan ibu melirik papa dan mama tidak enak. Dokter keluar.

  • Berbagi Suami   73. Diujung Nyawa

    Mama-papa, ayah-ibu, dan Wini berkumpul di ruang tunggu ruang ranap VIP. Mereka harus bergantian untuk membesuk Tania. Adrian belum juga keluar. Dari luar ruangan hanya terdengar tangisnya yang kencang. “Yah, bagaimana kalau—Tania harus melahirkan sekarang?” ibu menangis dipelukkan ayah. “Kita doakan yang terbaik saja, bu.” Mama menggenggam tangan papa yang bergetar. Mama tahu, meski tampak acuh, papa pasti sangat khawatir pada kondisi Tania. “Ma, kenapa Adrian lama sekali di dalam?” “Biarkan saja, pa, Adrian mungkin—sedang membujuk Tania agar mau segera melahirkan sekarang.” “Kita harus bisa bujuk Tania agar mau melahirkan sekarang. Dokter sudah menjelaskan kalau—Tania terus menahannya, anak itu akan—” Mama menangis. Mama tidak bisa membayangkan jika anak itu meninggal, akan seperti apa kedepannya. Tania begitu membenci anak itu, tapi mama tahu, perlahan, ia sudah bisa menerimanya. Dan saat begini, jika Tuhan mengambilnya, Tania sungguh malang sebagai seorang perempua

  • Berbagi Suami   72. Kehamilan yang Beresiko

    Dua bulan kemudian Tania berhenti berjalan menuju tangga lift, karena merasa perutnya nyeri. Ia menutup mata, berharap perasaan sakit itu akan mereda. Ada rapat besar yang harus melibatkannya siang ini. Ia tidak boleh absen. “Sayang?” Adrian yang baru kembali setelah membawa pesanan makan siang, melihat Tania yang kesakitan disamping lift, “Kamu—kenapa?” Tania tak menjawab. Keringat membanjiri seluruh dahinya. “Kita ke rumah sakit sekarang.” Tania mengangguk. Ketika tangannya memegangi lengan Adrian, tubuhnya perlahan ambruk. “Tania!” Adrian tak bisa berdiri tenang di depan ruang VK, IGD khusus ibu hamil dan melahirkan di rumah sakit. Saat hendak menggendong Tania menuju mobil, ia melihat ada darah yang mengalir diantara kedua kakinya. “Adrian.” dokter Lusi keluar dengan wajah cukup serius. Adrian menatap dokter Lusi, “Bagaimana Tania?” “Keadannya cukup—mengkhawatirkan. Tania—mengalami Plasenta Previa. Keadaan itu membuat Plasenta menutupi leher rahim. Kalau perdar

  • Berbagi Suami   71. Cinta Tulus Wini

    Selama Adrian demam, Wini memutuskan untuk menginap disini, tentu dengan izin Tania. Ia dengan telaten merawat Adrian, karena Tania sering merasakan perutnya terasa kencang. “Tan, masakan sudah siap. Kamu mau makan sekarang?” “Sebentar lagi, Win, aku masih tanggung harus mengikuti rapat online.” “Oh ya sudah. Mas Adrian—demamnya sudah turun?” Tania mengclose kamera aplikasi rapat onlinenya, “Aku—lupa, Win. Bisa tolong kamu cek?” “Iya, aku akan cek.” Wini melepas celemek dan berjalan ke kamar. Tania yang melihat itu sangat merasa bersalah pada Adrian. Ia terlalu fokus kerja hingga melupakan suaminya yang masih sakit. “Harusnya mas Adrian mau di rawat di rumah sakit, dengan begitu pasti dia akan cepat sembuh. Tapi tidak papa, untungnya ada Wini. Dia—terlihat begitu mencintai mas Adrian sampai sangat telaten mengurusnya. Sedangkan aku, mengecek keadaannya saja tidak sempat.” Tania kewalahan menghadapi banyak rapat di berbagai perusahaan keluarga Kiehl. Adrian yang sedang

DMCA.com Protection Status