Beranda / Rumah Tangga / Berbagi Suami / Bab 71 - Bab 78

Semua Bab Berbagi Suami: Bab 71 - Bab 78

78 Bab

71. Cinta Tulus Wini

Selama Adrian demam, Wini memutuskan untuk menginap disini, tentu dengan izin Tania. Ia dengan telaten merawat Adrian, karena Tania sering merasakan perutnya terasa kencang. “Tan, masakan sudah siap. Kamu mau makan sekarang?” “Sebentar lagi, Win, aku masih tanggung harus mengikuti rapat online.” “Oh ya sudah. Mas Adrian—demamnya sudah turun?” Tania mengclose kamera aplikasi rapat onlinenya, “Aku—lupa, Win. Bisa tolong kamu cek?” “Iya, aku akan cek.” Wini melepas celemek dan berjalan ke kamar. Tania yang melihat itu sangat merasa bersalah pada Adrian. Ia terlalu fokus kerja hingga melupakan suaminya yang masih sakit. “Harusnya mas Adrian mau di rawat di rumah sakit, dengan begitu pasti dia akan cepat sembuh. Tapi tidak papa, untungnya ada Wini. Dia—terlihat begitu mencintai mas Adrian sampai sangat telaten mengurusnya. Sedangkan aku, mengecek keadaannya saja tidak sempat.” Tania kewalahan menghadapi banyak rapat di berbagai perusahaan keluarga Kiehl. Adrian yang sedang
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-04
Baca selengkapnya

72. Kehamilan yang Beresiko

Dua bulan kemudian Tania berhenti berjalan menuju tangga lift, karena merasa perutnya nyeri. Ia menutup mata, berharap perasaan sakit itu akan mereda. Ada rapat besar yang harus melibatkannya siang ini. Ia tidak boleh absen. “Sayang?” Adrian yang baru kembali setelah membawa pesanan makan siang, melihat Tania yang kesakitan disamping lift, “Kamu—kenapa?” Tania tak menjawab. Keringat membanjiri seluruh dahinya. “Kita ke rumah sakit sekarang.” Tania mengangguk. Ketika tangannya memegangi lengan Adrian, tubuhnya perlahan ambruk. “Tania!” Adrian tak bisa berdiri tenang di depan ruang VK, IGD khusus ibu hamil dan melahirkan di rumah sakit. Saat hendak menggendong Tania menuju mobil, ia melihat ada darah yang mengalir diantara kedua kakinya. “Adrian.” dokter Lusi keluar dengan wajah cukup serius. Adrian menatap dokter Lusi, “Bagaimana Tania?” “Keadannya cukup—mengkhawatirkan. Tania—mengalami Plasenta Previa. Keadaan itu membuat Plasenta menutupi leher rahim. Kalau perdar
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-05
Baca selengkapnya

73. Diujung Nyawa

Mama-papa, ayah-ibu, dan Wini berkumpul di ruang tunggu ruang ranap VIP. Mereka harus bergantian untuk membesuk Tania. Adrian belum juga keluar. Dari luar ruangan hanya terdengar tangisnya yang kencang. “Yah, bagaimana kalau—Tania harus melahirkan sekarang?” ibu menangis dipelukkan ayah. “Kita doakan yang terbaik saja, bu.” Mama menggenggam tangan papa yang bergetar. Mama tahu, meski tampak acuh, papa pasti sangat khawatir pada kondisi Tania. “Ma, kenapa Adrian lama sekali di dalam?” “Biarkan saja, pa, Adrian mungkin—sedang membujuk Tania agar mau segera melahirkan sekarang.” “Kita harus bisa bujuk Tania agar mau melahirkan sekarang. Dokter sudah menjelaskan kalau—Tania terus menahannya, anak itu akan—” Mama menangis. Mama tidak bisa membayangkan jika anak itu meninggal, akan seperti apa kedepannya. Tania begitu membenci anak itu, tapi mama tahu, perlahan, ia sudah bisa menerimanya. Dan saat begini, jika Tuhan mengambilnya, Tania sungguh malang sebagai seorang perempua
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-05
Baca selengkapnya

74. Mengancam Tania

“Mas...” Tania berkata lirik. Saturasi oksigennya melemah. “Sayang?” Adrian menghampiri ranjang. Ia memencet bel memanggil dokter jaga. Tak lama dokter datang bersama perawat, “Pak Adrian, bu Wini, silakan tunggu diluar.” “Saya mau disini, dok.” “Maaf, pak, tidak bisa. Silakan.” Adrian terpaksa keluar. Ia didekati ayah dan ibu serta mama dan papa. Wini menatap Adrian sinis, “Kamu takut kehilangan istri dan anak haramnya?” Adrian menunjuk wajah Wini, “Wini! Jaga bicara kamu atau aku—” “Apa? Kamu mau menamparku lagi? Atau menggugat ceraiku?” Adrian membalikkan badan menatap pintu ruangan Tania, “Aku tidak ada waktu untuk meladenimu. Pulanglah.” Wini menatap ibu-ayah, mama dan papa, “Saya—izin pulang. Kalau saya ada disini, mas Adrian mungkin—saya pamit.” Papa melirik sinis dengan kepergian Wini, “Sekarang sifat aslinya sudah terlihat. Bagaimana mungkin Tania sanggup satu rumah dengannya selama ini.” Ayah dan ibu melirik papa dan mama tidak enak. Dokter keluar.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-06
Baca selengkapnya

75. Pulang

Selama dua hari ini, Tania tidak menghendaki siapapun masuk ke dalam ruangannya kecuali dokter dan perawat. Ia masih keukeuh dengan keputusannya untuk menunda persalinan. Ia ingin melahirkan di waktu yang tepat, ketika usia janinnya matang. Perawat masuk, “Selamat siang bu Tania. Sekarang waktunya minum obat, ya.” Tania terduduk tegap di ranjang, “Sus, diluar gak ada siapa-siapa, ‘kan?” “Di luar ada suami ibu. Apa perlu saya panggilkan?” “Dia—ada disini?” “Iya, bu. Sejak dua hari lalu pak Adrian selalu menunggu didepan ruangan. Sampai makan dan kerja pun dilakukannya di depan, bu.” Tania diam. “Pak Adrian sangat kalut ketika ibu mengatakan tidak mau bertemu siapapun. Untungnya dokter Lusi menjelaskan, kalau cara yang bu Tania ambil sudah benar, agar terhindar dari stress. Pak Adrian baru tenang.” Tania tersenyum. Ia mengambil obat yang dibawakan perawat. “Pak Adrian sampai bertanya pada perawat dan dokter jaga setiap sepuluh menit sekali, untuk memastikan kondisi ibu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-06
Baca selengkapnya

76. Kekecewaan Tania

Isti menghampiri kursi roda, ia duduk memohon pada Tania, “Aku mohon, Tan, bantu kami kali ini. Kamu bisa punya anak lagi, tidak seperti aku.” “Kak, mas Adrian itu—bermasalah. Kalian pikir bagaimana caranya aku akan hamil nanti?” Angga mendekati Tania, “Maka kamu tidak perlu anak. Kemarin, ketika kondisimu memburuk, dokter menjelaskan kemungkinan bayimu tidak selamat itu tinggi karena kamu tidak mau segera melahirkan. Dan kita bisa memakai alasan itu untuk—menganggap anakmu tidak pernah hidup. Kami akan merawatnya dengan baik, Tan, kami janji.” Tania tertawa meledek, “Kalian ingin hidup aman, tapi merelakan aku yang jadi tumbalnya?” “Ini bukan tumbal, Tan, aku sudah jelaskan dulu, kalau Adrian tidak secinta itu denganmu. Dia hanya pura-pura. Keluarga Kiehl hanya memerlukan anakmu.” “Dan aku memilikinya. Aku akan memberikan anakku pada keluarga Kiehl sesuai janji papa dulu.” Angga tertawa, “Apa aku perlu menunjukkan kebusukan Adrian padamu, supaya kamu percaya kalau dia—tid
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-07
Baca selengkapnya

77. Keputusan Wini

Pov Wini Wini meninggalkan rumah Tania dengan deraian air mata. Kepalanya sakit, hatinya nyeri, mendengar ucapan Adrian yang mengatakan secara tidak langsung kalau ia tidak mencintainya. “Pak, kita pulang sekarang.” katanya pada pak Heru yang sedang minum kopi dengan pak Udin yang tinggal disini. “Loh, bu, kok cepat sekali?” Wini berdiri di dekat pintu mobil sambil menyeka air matanya. Pak Heru membuka pintu mobil, “Silakan, bu.” Wini menangis semakin dalam saat mobil bergerak menjauhi rumah Tania. Pak Heru yang melihatnya kebingungan sendiri. “Bu, maaf, kondisi bu Tania sekarang bagaimana, ya? Saya pikir tadi saya bisa bertemu dan melihat kondisinya langsung.” “Tania baik, sangat baik.” “Syukurlah kalau begitu, bu. Saya ikut senang.” Wini tidak suka semua orang peduli pada Tania. Bahkan semua asisten rumah tangganya pamit untuk menyambut kepulangan Tania, membuatnya hanya tinggal sendiri di rumah. Ia pun terpaksa meminta mama dan papa menemaninya karena tidak bera
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-07
Baca selengkapnya

78. Usaha Melenyapkan Tania

Tania berjalan pagi sendiri ketika sinar matahari masih malu-malu menampakkan diri. Ia di ikuti dua bodyguard untuk berkeliling komplek. Adrian harus bersiap ke kantor, karena selama ia di rumah sakit, suaminya itu sama sekali tak memerdulikan pekerjaan. “Bu, apa ibu belum lelah?” tanya salah satu bodyguard yang berjalan dibelakang Tania. Tania membalikkan badan, “Lumayan, tapi saya masih kuat.” “Lebih baik ibu istirahat. Biar ibu minum dulu.” Tania mengangguk. Bodyguard lainnya yang sedari tadi mendorong kursi roda, memberikannya pada Tania, “Silakan, bu.” Tania duduk di kursi roda. “Minumnya mana?” tanya bodyguard pada rekannya. “Saya tidak bawa minum.” “Kan tadi saya suruh kamu bawa minum untuk bu Tania.” Tania tertawa, “Tidak perlu bertengkar. Kalian bisa membelinya di depan.” “Baik, bu. Saya belikan dulu.” satu bodyguard berlari menuju minimarket depan komplek. Tania melirik bodyguard lainnya, “Pak, saya boleh minta tolong?” “Boleh, bu, ada yang bisa say
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-08
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status