Lahat ng Kabanata ng Cinta Ugal-ugalan Bos Tampan : Kabanata 1 - Kabanata 10

20 Kabanata

Bos Kejam di Tempat Kerja Baru

Siang hari yang terik, dengan matahari yang tepat berada di atas kepala tak membuat seorang gadis berambut sebahu itu menyerah untuk mencari pekerjaan. Fika Anindya, menyusuri sepanjang jalan kota yang dipenuhi debu dan asap kendaraan itu. Sudah banyak tempat yang ia datangi minggu ini, tapi ia masih belum mendapatkan panggilan kerja dari manapun. Sesulit itu mencari pekerjaan di kota besar. Fika mengipasi dirinya dengan map cokelat yang ia pegang. Keringat bercucuran dari kening dan lehernya. Fika menatap minimarket di depannya. Ia memasuki minimarket itu untuk sekadar membeli minuman dingin yang bisa membasahi tenggorokannya. Setelah memilih sebotol milktea, ia pergi ke kasir untuk membayarnya. Dengan ragu, Fika bertanya, “Mbak, di sini ada lowongan kerja, tidak, ya?”‘Astaga, bodoh sekali. Padahal aku tidak berniat melamar pekerjaan di sini,’ gerutunya di dalam hati.Kasir minimarket yang menggunakan lipstick merah menyala itu pun tak langsun
Magbasa pa

Kesalahan Fatal

Hari pertama bekerja, Fika sudah sampai di kantor 15 menit sebelum jadwal seharusnya. Ia pikir ingin lebih disiplin dalam pekerjaannya. Lagipula, memulai hari yang baru dengan kedisiplinan adalah hal yang bagus, bukan? Setelah merapikan beberapa tempat yang menurutnya kurang rapi, Fika membantu mengerjakan pekerjaan lainnya. Ia juga berinteraksi dengan banyak pegawai sambil memperkenalkan dirinya sebagai karyawan baru.Beberapa menit kemudian, dia mendengar riuh suara sapaan dari karyawan seisi kantor kepada seseorang. “Selamat pagi, Pak Galang.”Pria setinggi 185 cm dengan setelan turtleneck abu-abu tua dibalut jas hitam formal yang disapa itu hanya berjalan lurus tanpa menjawab sapaan karyawannya. Cukup tampan. Ralat, sangat tampan, hanya saja ekspresi wajahnya menggambarkan sikap menyeramkan. Fika yakin, pria itulah yang dipanggil bos besar oleh Dimas kemarin. Dimas benar, dari penampilannya saja sudah terlihat, bos mereka bukan orang yang ramah.
Magbasa pa

Hukuman yang Gila

“Kamu sudah gila, ya? Kamu tahu apa yang baru saja kamu lakukan ini?” Galang berteriak, membuat Fika tersentak setelah beberapa saat lalu ia menggebrak meja karena amarahnya yang memucak. Beberapa karyawan lain bertanya-tanya dan menguping dari celah pintu ruangan kerja Galang. Galang tak pernah berteriak dan marah sekeras ini sebelumnya. Sekalipun sangat marah, biasanya pria itu hanya akan menatap tajam tanpa ekspresi, dan langsung memecat karyawan yang membuatnya marah. Hal ini jelas membuat seluruh karyawan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi di dalam ruangan itu.“Ma-maaf, Pak. Sa-saya tidak sengaja,” jawab Fika terbata-bata.Galang mengangkat tangan kanannya. Fika mengira, Galang akan menamparnya. Seketika, pandangannya mengabur dan ia terjatuh di tempat. Fika pingsan sebelum Galang selesai berbicara. Dimas menerobos masuk ke ruangan Galang tanpa permisi karena mendengar kegaduhan yang sangat jarang terjadi, terlebih seorang karyawa
Magbasa pa

Negosiasi Hukuman

Fika tersentak. Ia merasa oksigen di sekitarnya mendadak hilang. Ia kesulitan bernapas. Fika tak pernah menduga pria di hadapannya akan semarah ini. Ia memutar otak, berpikir keras bagaimana caranya agar ia bebas dari hukuman atau setidaknya dia mendapatkan hukuman yang lebih ringan dari yang dikatakan Galang. Ia harus bisa bernegosiasi. “Tapi, Pak, saya hanya-”“Hanya? Kamu yakin merusak laptop seorang pemilik perusahaan yang berisi file-file penting perusahaan kamu sebut ‘hanya’? Astaga!” Galang memotong perkataan Fika dan membalasnya dengan tatapan nyalang.Baginya, laptop itu bukan hanya sekadar alatnya untuk bekerja, tapi juga banyak hal-hal pribadinya di dalam laptop itu yang tidak ia miliki salinan file-nya.“Maaf, Pak, saya tidak bermaksud-”“Sekarang katakan, apa yang bisa membuat saya membatalkan keputusan untuk memberikan hukuman terberat ini?”“Saya … saya ….”“Bicaralah dengan jelas dan lugas, Nona Fika Ana
Magbasa pa

Hari Pertama Menjadi Asisten Pribadi

Fika tak menyangka jika pekerjaan yang dimaksud Galang 24 jam itu, mengharuskannya untuk tinggal satu rumah dengan bos kejamnya itu. Hari pertamanya tinggal di rumah itu sudah menggambarkan hari-hari selanjutnya, dimana ia hanya bisa tidur 3 jam per harinya karena harus menyamakan jadwal tidurnya dengan jadwal tidur Galang.Definisi gila kerja memang pantas disematkan pada Galang. Pagi, siang, sore, hingga malam yang ia lakukan hanya bekerja. Fika heran, memangnya pekerjaan seorang pemilik perusahaan harus sebanyak itu? Bukankah pemilik atau owner perusahaan itu hanya mengawasi pekerjaan pegawainya?Akan tetapi, sekilas Fika membaca file-file yang dikerjakan Galang merupakan file-file dengan bidang yang berbeda. Artinya, pria ini memang memiliki bisnis lain selain perusahaan tempat Fika bekerja. ‘Seharusnya, pria kaya seperti Pak Galang tidak sulit mengeluarkan uang untuk membeli laptop baru atau sekadar menggajiku sebagai karyawannya. Aku juga yakin, gaj
Magbasa pa

Memperbaiki Kesalahan

“Pak, laptop Bapak sudah saya perbaiki dan sudah bisa menyala. Bapak bisa mengecek kembali data-data di dalamnya. Maaf, saya mengambilnya diam-diam di meja kerja Bapak. Saya ingin menebus kesalahan saya. Lagipula, Bapak juga tidak benar-benar memperkerjakan saya tanpa gaji, dan bahkan Bapak memberikan saya uang disaat saya baru sehari bekerja. Jadi, ini juga sebagai ungkapan terima kasih saya.” Fika menyodorkan laptop Galang yang sudah ia perbaiki.“Kapan kamu memperbaikinya?”“Semalam, Pak, setelah selesai memeriksa akurasi data yang Bapak minta.”Galang ingat, ia hanya memberikan Fika waktu 3 jam untuk tidur, dan waktu itu Fika gunakan untuk memperbaiki laptop Galang.‘Gadis ini cukup bertanggung jawab,’ batin Galang. “Kenapa kamu tidak menjadi tukang service keliling saja?’ ucapnya asal bicara.“Eum, saya tidak sepandai itu. Ini juga hanya sedikit ilmu yang saya dapatkan dari paman.” Galang mengangguk samar.“Hari in
Magbasa pa

Pengakuan Palsu

Galang memarkirkan mobilnya di parkiran sebuah salon besar milik seorang kenalannya. Fika yang tak mengerti, hanya diam menunggu instruksi apakah ia harus ikut turun atau menunggu di mobil saja. “Kamu pikir saya ke sini untuk menata rambut dan memasang kuku palsu di tangan saya? Turunlah, dan perbaiki semua penampilanmu itu, jangan permalukan saya sebagai atasanmu nanti malam.” Fika berpikir, menjadi asisten pribadi Galang rupanya tidak seburuk itu. Ia justru mendapatkan banyak hal di luar perkiraannya. Pekerjaan yang ia anggap tanpa akan sangat mengekangnya, justru perlahan bisa memberikan hal-hal belum bisa ia dapatkan. Walaupun Galang selalu memerintahkannya dengan nada suara yang terdengar sangat tidak ramah.“Tolong, buat penampilannya lebih segar dan lebih enak dilihat,” pinta Galang pada seseorang yang ia pun tak yakin itu laki-laki atau perempuan. “Tentu, say. Nona sudah cantik, tinggal dipoles sedikit saja,” jawabnya.Fika bin
Magbasa pa

Hari yang Canggung

“Ya, tentu saja. Dia gadis yang cantik, dia baik dan pekerja keras. Dia juga bukan wanita gila harta,” jawabnya spontan sambil merangkul Fika. Galang menekankan kalimat terakhir perkataannya. Sebenarnya, Galang tak berencana mengatakan hal itu, akan tetapi, saat ini ia rasa bibirnya lebih memiliki kuasa atas otaknya. Perkataannya tak sejalan dengan pikirannya. Ia sama sekali tidak berniat mengakui Fika sebagai pacarnya.Fika menatap Galang dengan tak percaya. Ia tak tahu bagaimana ia harus bereaksi. Haruskah ia dibawa dalam urusan pribadi Galang yang bahkan ia tak paham di mana titik terangnya. Fika tahu betul, Galang mengatakan hal itu semata-mata hanya untuk melindungi dirinya dari berbagai pertanyaan lain yang akan diajukan Medina dan Gallen jika ia tak menjawab iya. Akan tetapi, bukankah apa yang ia katakan itu bisa saja menjadi boomerang bagi mereka di waktu yang akan datang? Fika merasa tak selayak itu untuk diakui sebagai pengganti Medina yang men
Magbasa pa

First Couple Dresscode

Seperti biasa, saat Galang memasuki kantor, riuh suara sapaan memenuhi seisi ruangan walaupun selalu tanpa jawaban. Sekretaris Galang mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk. “Permisi, Pak. Saya ingin memberitahukan bahwa ada seorang wanita bernama Medina memaksa untuk bertemu dengan Bapak sekarang. Saya sudah meminta dia untuk membuat janji terlebih dahulu, tetapi dia tetap memaksa masuk. Saat ini dia ada di depan ruangan Bapak,” ucapnya.“Medina? Sedang apa dia di sini?”Galang nampak berpikir dan akhirnya meminta sekretarisnya mengizinkan Medina masuk. Akan tetapi Medina menerobos masuk sebelum diizinkan. “Galang!” panggilnya sambil menghampiri Galang. Galang menginstruksikan sekretarisnya untuk meninggalkan mereka berdua.Pembicaraan mereka berlangsung cukup lama dan tertutup. Fika merasa sedikit penasaran serumit apa hubungan mereka di masa lalu. Terlebih, hari ini wanita itu tiba-tiba datang dan memaksa untuk bertemu Galang wa
Magbasa pa

Double Date Dinner

Galang melajukan mobilnya membelah jalanan Jakarta. Malam ini, suasana jalanan cukup lenggang. Fika tak mengalihkan pandangannya dari jendela mobil. Ia melihat pasar malam, taman air mancur, dan beberapa penjual jajanan kaki lima. Jika saja saat ini ia tidak sedang pergi bersama Galang, gadis itu pasti sudah turun dan berkeliling di sana menikmati malam sambil membeli beberapa jenis makanan yang sudah lama tidak ia coba. “Apa yang kamu lihat?” “Ah, tidak ada, Pak.” Galang kembali fokus mengemudi. Lima belas menit kemudian, mereka sampai di depan restoran Jepang dengan bangunan yang cukup antik. Galang memastikan apakah benar pertemuannya akan diadakan di tempat seperti ini. Ia rasa, seseorang yang mengajaknya bertemu tahu betul bahwa ia kurang suka makanan Jepang. “Di Sensasi Shokuji?” tanyanya di telepon. Seseorang menjawabnya, lalu tak lama Galang menutup telepon.
Magbasa pa
PREV
12
DMCA.com Protection Status