Zira terbaring lemah di atas ranjang, wajahnya pucat dan kening sedikit berkeringat akibat menahan nyeri yang menusuk punggung. Setiap gerakan kecil yang ia lakukan memicu rasa sakit. Meskipun begitu, ia berusaha untuk tidak menunjukkan kelemahan di depan Braga."Braga, terima kasih," ucap Zira pelan dengan suara yang terdengar letih. Ia mencoba tersenyum tipis, meski bibirnya tampak bergetar sedikit. "Aku baik-baik saja, kamu bisa pulang."Braga menoleh, tersenyum lembut. "Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian.""Ada perawat, kamu gak perlu khawatir," balas Zira penuh ketenangan. Braga menghela napas, menatap penuh khawatir. "Zizi, biarkan aku menemanimu. Setidaknya ... sampai keluargamu datang."Zira pun mengangguk, mengalah. Meskipun ada rasa canggung yang ia rasakan karena hanya berdua dengan Braga dalam satu ruangan tanpa pasien lain. Ia baru merasa lega ketika mendengar suara ketukan pintu. Namun, saat melihat orang yang masuk ke dalam ruangan adalah Aidan, ada rasa kesal sekal
Read more