Home / Romansa / Kontrak 2M Sang Mantan / 6. Selalu Ada Alasan Bersamamu

Share

6. Selalu Ada Alasan Bersamamu

Author: Sha Quenna
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Zira tersenyum lebar ketika tiba di taman parkour. "Wow!" Matanya berbinar-binar melihat beberapa orang melompat dan berlari dari satu rintangan ke rintangan lainnya, tubuh mereka seolah melayang di udara.

"Look!" David menunjuk satu rintangan di mana ada sebuah bangunan yang lebih tinggi dibanding lainnya. "Aku belum pernah melihat ada yang bisa menaklukan itu dengan sempurna."

Merasa tertantang, Zira menyeringai kecil. "Mari kita lihat, apa aku bisa melakukannya?" Ia pun memasuki area dalam parkour berbaur dengan pengunjung lain.

Tubuhnya melesat dari satu bangunan ke bangunan lain dengan gesit, Ia mencengkeram kuat tiang-tiang yang menghalangi, lalu menjejak lantai tanpa ragu. Ia menambah kecepatannya saat mendekati bangunan tertinggi. Sekali lompat, ia berhasil mencapai puncak dengan gerakan yang mulus dan presisi. Tanpa kehilangan keseimbangan, ia pun mendarat sempurna di lantai.

Semua pengunjung terpesona dengan penampilan Zira, mereka bertepuk tangan meriah. Begitu juga dengan David yang mengambil video permainan Zira dan membagikannya ke medsos.

David memberikan sebotol air mineral ke Zira sambil berkata, "menakjubkan. Bagaimana kamu bisa melakukannya?"

Zira mengambil botol itu, meneguknya sambil tertawa kecil. "Rahasia," balasnya sambil mengedipkan mata. "Tapi intinya... tinggal percaya diri dan lompat."

David tertawa sambil menggeleng. "Aku juga nggak mau kalah darimu." Dengan semangat, mereka berdua mulai melakukan tantangan parkour bersama.

***

Zira bersiul pelan saat memasuki rumah. Ia mengganti sepatu dengan sandal rumah. Ketika hendak meletakkan sepatu ke rak, suara keras Aidan mengagetkannya.

"Dari mana? Jam segini baru pulang." Aidan berdiri di ambang pintu ruang tamu, suaranya dingin.

Zira melihat jam tangannya sendiri, mengernyit. "Baru jam 8."

"Kamu itu seorang wanita tetap saja tidak baik keluar sendiri," kata Aidan penuh penekanan.

Zira mendesah panjang, berjalan melewati Aidan lalu duduk di sofa ruang tengah. Sambil meletakkan tas ransel kecilnya, ia berkata, "aku tidak keluar sendiri. Lagipula, aku bukanlah anak kecil yang harus diberikan jam malam."

Aidan ikut duduk di samping Zira, menatap tajam ke mata wanita berparas cantik itu. "Aku tidak mau ada skandal antar pemainku!"

Zira mengerutkan alisnya, merasa bingung. "Apa maksudmu?"

Tanpa bicara, Aidan menyodorkan ponselnya ke Zira. Di layar tampak video parkour yang diunggah David.

Zira menatap layar ponsel itu dan tersenyum senang. "Dilihat dari sudut manapun, aku memang terlihat mengagumkan," ucapnya narsis diiringi tawa kecil. Ia mengambil ponselnya sendiri dari dalam tas, mengetikkan nama akun David sambil melihat ponsel Aidan.

"Zizi, aku serius!" Aidan memperingatkan.

Zira berkata santai sambil mengembalikan ponsel Aidan ke meja. "Kenapa? Tidak ada yang aneh di sini. Komentarnya semua positif." Ia berdiri, menenteng tasnya.

"Mau ke mana?" tanya Aidan lebih keras.

Zira mendesah kesal, "mau mandi pun harus laporan padamu?" Ia berjalan kembali. "Aneh banget," gumamnya.

Aidan menggelengkan kepala seraya menatap Zira yang semakin menjauh.

***

Menjelang tidur, Zira duduk di depan cermin, mengoleskan krim malam sambil mendengarkan musik. Sedang asyik-asyiknya menirukan suara penyanyi, mendadak lagunya berubah menjadi dering telpon.

Zira berdecak, melihat nomor telpon asing di ponselnya. "Siapa telpon malam-malam?" Ia pun menggulir tombol terima.

"Dengan saudara Zira Ceisya?"

Zira mengernyit, berpikir siapa yang memanggillnya dengan panggilan seformal itu. Dia baru tiba di Indonesia, mana mungkin operator pinjol menelponnya.

"Iya, saya sendiri," jawab Zira singkat.

"Kami dari kantor kepolisian. Apa anda mengenal saudara Genjiro Akarsana? Sekarang beliau sedang berada di kantor."

"Hah?" pekik Zira terkejut. "Ngapain Genji di kantor polisi? Anda jangan menipu saya, ya Pak."

"Sebaiknya Anda segera datang ke Kantor Polisi sekarang untuk kejelasan informasi. Terima kasih."

Zira terdiam, berpikir sejenak sebelum akhirnya mengambil jaket lalu turun ke lantai bawah masih dengan bando kelincinya. Sampai di depan pintu kamar Genji, ia menggedornya dengan keras.

"Ada apa gedor-gedor?" tanya Aidan dengan suara serak seperti baru bangun tidur.

"Genji mana?" tanya Zira.

Aidan meraup wajah, mengumpulkan kesadaran, membuka pintu lebih lebar. "Dia belum pulang," jawabnya pelan.

"Jangan-jangan benar lagi dia di kantor polisi," tukas Zira dengan nada khawatir. "Antar aku ke kantor polisi sekarang!"

Aidan terkejut tapi dengan sigap ia mengambil hoodie di gantungan baju lalu keluar kamar menyusul Zira yang sudah membuka pintu rumah.

Mereka menuju kantor polisi dengan mobil Aidan. Setelah 30 menit perjalanan, mereka pun sampai. Zira bergegas turun ketika Aidan berhenti di tempat parkir. Ia berjalan cepat ke dalam kantor sambil mencari keberadaan sang adik.

Saat melihat adiknya duduk di depan petugas, ia pun mendekati mereka. Tidak berselang lama, Aidan juga sudah berada di belakang mereka.

"Ada apa ini, Pak?" tanya Zira dengan nada cemas sekaligus bingung.

"Saudara Genjiro dilaporkan telah berselingkuh dengan istri Bapak Tukiman," jelas petugas singkat.

"Hah!?" Zira melongo tidak percaya dengan penjelasan petugas. Ia pun menoleh ke arah adiknya.

Genji menghela napas panjang. "Aku cuma ambil orderan ojol, Kak. Pas nyampe rumahnya Pak Tukiman, ibu Rudiah naik ke mobil. Tiba-tiba suaminya datang, langsung narik aku keluar dan mukul!" Genji menunjuk wajahnya yang memar, "Lihat ini! Aku enggak tahu apa-apa, tapi dituduh jadi selingkuhannya."

Zira menahan tawa mendengar cerita sang adik. Ia kembali menoleh ke petugas. "Jadi, sudah jelas kalau hanya salah paham ya, Pak?"

"Iya, Bu. Bapak Tukiman dan istrinya juga sudah meminta maaf ke saudara Genjiro. Tapi, adik Anda menuntut ganti rugi atas tindakan anarkis Pak Tukiman," terang petugas Polisi.

Zira menoleh ke adiknya lagi, mengamati luka memar di wajah Genji. "Saya juga tidak terima adik saya dipukul sampai seperti ini, Pak. Permintaan maaf saja tidak cukup. Memangnya berobat tidak butuh biaya?" cerocosnya membela sang adik.

Pak Tukiman mendesah, wajahnya penuh rasa bersalah. "Maaf, Mbak, saya khilaf. Tapi saya benar-benar enggak punya uang."

"Enak aja, coba Pak Polisi cek ATM bapak ini," jawab Zira tegas. Ia menatap kesal ke arah Tukiman. "Atau bapak mau masuk penjara?"

Tukiman menghela napas, melirik ke istri yang duduk di sebelahnya. Ia pun mengeluarkan dompet lalu menyerahkan beberapa lembar merah kepada petugas Polisi sesuai dengan permintaan Genji.

Genjiro tersenyum puas menerima uang ganti rugi untuk luka di wajahnya. Setelah bersalaman dengan petugas, Genji pun keluar kantor polisi bersamaan dengan sang kakak dan Aidan.

"Bagi sini!" pinta Zira ketus sambil mengulurkan tangan. "Bukannya langsung pulang malah ngojek dulu."

"Kan, cari tambahan uang buat ganti punya Kakak," bela Genji.

Zira mengangkat tangannya hendak memukul sang adik, tapi dihadang oleh Aidan yang sigap memegang tangan Zira.

Related chapters

  • Kontrak 2M Sang Mantan   7. Bertemu Kawan Lama

    Zira merasakan desiran aneh di dada saat Aidan memegang pergelangan tangannya. Jantung berdegup tidak karuan, meskipun ia tahu Aidan melakukan itu karena untuk menghindari permasalahan di kantor polisi lagi. Tatapan mereka bertaut lama, membuat waktu seolah berhenti hingga suara Genji menyela mereka, "ya elah malah tatap-tatapan kayak lagi syuting drama aja." Aidan buru-buru melepas tangannya, membuat suasana mendadak canggung. Terlihat jelas mereka berdua menjadi salah tingkah. Bahkan, Zira bisa merasakan pipinya mulai memanas."Gen, aku bareng kamu!" teriak Zira sambil berlari mengejar sang adik yang sudah berjalan lebih dulu.Aidan tersenyum tipis melihat kelakuan Zira, sebelum akhirnya mengikuti ke parkiran.***Akhir pekan yang dinanti semua orang tiba juga. Menyetir mobil Genji, Zira pergi menuju sebuah mall di ibu kota untuk bertemu dengan Aisyah. Jakarta kota yang asing untuknya, karena itulah ia menggunakan bantuan GPS. Meskipun begitu tetap saja ia sampai di mall setelah 1,

  • Kontrak 2M Sang Mantan   8. Kamu selalu membuatku kesal

    "Jo ... Jo ... ente sudah jadi bos property hebat, ngajakin nongkrong kok masih aja di warkop," ucap Ipul dengan nada meledek.Joseph dan Aidan tertawa kecil."Ente juga, Dan. Sudah jadi sutradara terkenal apa kagak mampu gitu ngopi di kafe? Paradion Gold misalnya," lanjut Ipul sambil duduk di sebelah Joseph."Lebih nikmat ngopi di warkop. Sekalian nostalgia masa SMA," jawab Joseph santai.Ipul mengangkat sepotong pisang goreng. "Punya teman sukses gak jamin bikin kita makan enak." Ia menggigit gorengannya, "Semalaman ane udah bayangin minum kopi sambil makan camilan ala orang Barat. Eh, tetap aja gorengan jadi teman setia kopi.""Selesai syuting film baru, gue traktir di Paradion," tukas Aidan diiringi tawa ringan.Ipul menoleh, menatap Aidan dengan wajah sumringah. "Alhamdulillah, janji adalah utang."Joseph geleng-geleng, "Lu itu udah jadi juragan kontrakan, masih aja ngarep traktiran.""Ente kalau dikasih pilihan gratisan atau bayar pilih mana?"Joseph menjawab tanpa ragu, "gratis

  • Kontrak 2M Sang Mantan   9. Hanya kamu yang membuatku khawatir

    Hari berganti, Zira sibuk dengan pelatihan akting yang memang diwajibkan oleh Aidan untuk diikuti semua pemain filmnya. Sore ini, aula di gedung akademi akting ramai dengan peserta pelatihan. "Braga!" sapa Lea, instruktur akting saat melihat Braga memasuki aula. "Ingin melihat kemampuan anak didikku?" tanyanya sambil mengulurkan tangan."Aku tidak meragukan keahlianmu. Ada meeting sekitar sini, jadi mampir lihat sebentar saja," jawab Braga dengan senyum memuji sambil menjabat tangan Lea.Lea tertawa kecil, "aku merasa tersanjung dengan pujianmu itu." Ia mempersilakan Braga duduk sebelum berkata, "mari kita lihat kemampuan mereka."Lea berjalan mendekati panggung lalu berkata dengan tegas. "Zizi, David. Kita coba latihan adegan pertemuan pertama antara Alexa dan Demon." Zira dan David berjalan ke tengah panggung. "Rileks, Zi," kata David dengan senyum tipis.Zira menarik napas dalam-dalam, tersenyum sebelum berkata pelan, "ok!"Lea berdiri di bawah panggung mengamati setiap gerakan

  • Kontrak 2M Sang Mantan   10. Benarkah kamu khawatir denganku?

    Zira terbaring lemah di atas ranjang, wajahnya pucat dan kening sedikit berkeringat akibat menahan nyeri yang menusuk punggung. Setiap gerakan kecil yang ia lakukan memicu rasa sakit. Meskipun begitu, ia berusaha untuk tidak menunjukkan kelemahan di depan Braga."Braga, terima kasih," ucap Zira pelan dengan suara yang terdengar letih. Ia mencoba tersenyum tipis, meski bibirnya tampak bergetar sedikit. "Aku baik-baik saja, kamu bisa pulang."Braga menoleh, tersenyum lembut. "Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian.""Ada perawat, kamu gak perlu khawatir," balas Zira penuh ketenangan. Braga menghela napas, menatap penuh khawatir. "Zizi, biarkan aku menemanimu. Setidaknya ... sampai keluargamu datang."Zira pun mengangguk, mengalah. Meskipun ada rasa canggung yang ia rasakan karena hanya berdua dengan Braga dalam satu ruangan tanpa pasien lain. Ia baru merasa lega ketika mendengar suara ketukan pintu. Namun, saat melihat orang yang masuk ke dalam ruangan adalah Aidan, ada rasa kesal sekal

  • Kontrak 2M Sang Mantan   11. Memaafkan masa lalu

    Zira menoleh terkejut ke arah suara pria di sebelahnya. "Sejak kapan kamu di sini?" tanyanya dengan nada bingung.Aidan mengangkat bahu, "cukup lama untuk melihat dan mendengar kamu mengigau saat tidur." Ia mengatur ranjang Zira pada posisi setengah tidur lalu meletakkan sop iga di meja makan yang terpasang di ranjang. "Makanlah, masih hangat."Zira menatap sekilas ke arah Aidan lalu mengambil sendok, menyuapkan sop ke dalam mulutnya. Ia tersenyum sambil mengangguk-angguk. "Bagaimana rasanya?" tanya Aidan pelan."Enak," jawab Zira singkat, menikmati setiap tetes sop.Aidan tersenyum senang, menatap hangat ke arah sang wanita. "Zi, aku boleh bicara?" tanyanya kemudian terdengar ragu."Bukannya sudah bicara dari tadi?" Zira menjawab sedikit ketus.Aidan menghela napas. "Aku harap kamu bersedia menjalani operasi cedera punggungmu."Zira menghentikan aktivitasnya, menatap kesal ke arah Aidan sambil meletakkan sendok dengan keras. "Apa maksudmu?""Tenang dulu," ucap Aidan lembut. "Aku tah

  • Kontrak 2M Sang Mantan   12. Biarkan waktu yang berkata

    "Genji ke mana sih?" gumam Zira sambil menggigit bibir, menahan buang air. Melihat pintu terbuka, ia tersenyum tipis tapi sedetik kemudian hanya gerutuan yang keluar dari mulutnya. "Ah, kenapa dia lagi??"Aidan berjalan pelan mendekati ranjang Zira. Melihat wajah memerah sang wanita, ia pun berkata, "kamu baik-baik saja?"Ia mencoba meletakkan tangan di kening sang wanita, tapi ditepis oleh Zira. "Aku gak papa," ucap Zira ketus.Aidan mengernyit, memperhatikan gerak-gerik Zira. "Mau ke toilet?" ucapnya menebak.Zira diam, memutar bola mata dengan wajah yang semakin merah. Tanpa pikir panjang lagi, ia pun mengangguk. Ia terkejut ketika Aidan langsung menggendongnya menuju toilet.Jarak yang sangat dekat membuatnya merasa seolah waktu terhenti, aroma khas aquatic menguar kuat dari tubuh Aidan membuat tenang. Ia menatap sendu wajah pria yang memiliki kumis tipis dengan garis rahang yang tegas. Mata Aidan yang tajam dengan alis tebal memang terlihat menakutkan, tapi bagi Zira ada kelembu

  • Kontrak 2M Sang Mantan   13. Bertemu wanita aneh

    Genji menengok sekilas ke belakang sesaat keluar dari rumah dosennya. Ia berdecak kesal, menggerutu, berjalan menuju motor bebek yang ia parkir di halaman rumah sang dosen."Benar-benar dah, Pak Abdi! Kalau gak ingat berkah ilmu tergantung guru, udah keluar semua ini nama binatang."Ia menstarter motor, tapi seolah nasib sial menyertainya, motor tidak nyala juga. "Ah elah, kenapa juga ni motor pakai ngadat segala." Ia berusaha menstarter kembali sambil berdo'a. Saat motor hidup, ponselnya berbunyi. Dengan terpaksa, ia mematikan kembali mesin motornya."Siapa lagi ini yang telpon?" ucapnya sambil membuka ponsel. "Ah, tuan putri." Ia pun menekan tombol terima."Bakso akiw?""Sekarang?" Ia mematikan panggilan lalu memasukkan kembali ponsel ke dalam saku jaket. "Demi kelancaran donasi, mohon kerja samanya, ya," ucapnya penuh harap sambil mengelus kepala motor lalu kembali menstarter motor. Bersyukur motor langsung hidup tanpa kendala.Genji melajukan motor menuju mangga besar, kawasan Ch

  • Kontrak 2M Sang Mantan   14. Saingan yang berat

    Zira memasang earphone di telinga, memutar musik lewat ponselnya. Ia Menoleh sekilas ke arah Aidan. Sambil mengangkat alis, ia berkata, "ngomong apa?"Aidan menghela napas, merasa sia-sia telah menyatakan keinginannya. Ia hanya bisa menggeleng lalu berkata, "ah, bukan apa-apa."Zira mengangkat bahu, lalu membaca naskah film yang diberikan oleh Cita tadi siang. Sedangkan Aidan membuka ponsel, bermain game sambil menemani Zira.Setelah membaca beberapa lembar, Zira mengernyit sambil berpikir. Ia pun menoleh ke Aidan lagi. "Dan, ini ada tambahan adegan romantis antara Alexa dengan Demon?"Aidan berkata tanpa menoleh, "iya, kemarin Cita sudah bicara, biar konflik Reina dan Alexa lebih intens.""Adegannya ciuman?" tanya Zira pelan.Seketika Aidan berhenti main ponsel lalu mengambil naskah dari tangan Zira. Ia membaca dengan teliti tambahan adegan yang disusun Cita. Tanpa ragu, ia menelpon Cita memintanya untuk menghapus adegan tersebut.Zira tersenyum tipis melihat sikap Aidan. Ia bisa mer

Latest chapter

  • Kontrak 2M Sang Mantan   23. Aku tidak butuh sponsor

    Braga berjalan penuh percaya diri memasuki rumah, tempat syuting film kali ini. Postur tubuh yang tegap, kemeja abu slim fit dibalut jas hitam memancarkan pesona pria mapan, bahu yang lebar mampu membuat para wanita ingin bersandar.Lala tersenyum dengan mata berbinar cerah melihat kedatangan pria matang itu. Ia pun berdiri ingin menyambutnya, tapi sedetik kemudian senyum itu luntur. Tangannya terkepal erat menatap Braga yang malah mendekati Zira."Aku bilang apa. Digigit anjing yang ditolong itu menyakitkan, bukan?"Lala menoleh kaget tiba-tiba mendengar ocehan Soraya yang entah kapan sudah berdiri di sampingnya. Ia hanya melirik kesal lalu meninggalkan wanita itu sendiri. "Zira ...," gumam Soraya. "Dasar penggoda murahan." Tatapannya tajam penuh iri ke arah Zira yang sedang berbicara dengan Braga.***Sementara itu, Jerry yang merasa kasihan dengan Aidan berusaha mengganggu usaha Braga. Sambil membawa segelas kopi, ia berjalan ke arah Zira dan Braga."Kopi," ucap Jerry pelan sambil

  • Kontrak 2M Sang Mantan   22. Perasaan itu bisa berubah

    Di sebuah rumah mewah bergaya Eropa, semua orang terdiam melihat ke arah pemain yang sedang beradu akting. Aidan, sang sutradara menatap layar dengan serius sambil mendengarkan suara pemain lewat headset.Seorang gadis dengan gaya maskulin berdiri di samping jendela lantai dua. Tatapannya tajam ke arah luar. "Wajahnya terlihat tidak asing," ucapnya menggumam. Seketika raut muka sang gadis berubah menjadi ketakutan dan kecemasan. Tubuhnya tampak gemetar dengan tangan kanan menggenggam erat sebuah gelas minum. "Dia ...,""Cut!" teriak Aidan menghentikan syuting. Ia menatap dingin ke arah Zira sambil berkata, "Zizi, perlihatkan rasa terkejut!"Zira menghela napas. Ini adalah kali kesepuluh dia mengulang adegan di hari pertama syuting. Rasa lelah setelah pengambilan adegan bertarung tadi pagi membuat konsentrasinya sedikit buyar. Namun, ia tetap harus professional."Semua, siap pada posisinya!" teriak asisten sutradara. Meskipun suaranya masih terdengar kencang, tapi tidak bisa menutupi

  • Kontrak 2M Sang Mantan   21. Diabaikan atau mengabaikan

    Zira memperhatikan Aidan yang sedang menjelaskan emosi tokoh Alexa yang akan diperankannya nanti. Duduk berdekatan di satu sofa yang sama, dengan kulit yang bersentuhan membuat hatinya berdebar-debar dengan degupan jantung seperti bunyi genderang perang."Fokus, Zi!" ucap Zira dalam hati sambil memukul pelan kepalanya."Kenapa?"Kedapatan bertingkah aneh, Zira menjadi salah tingkah. "Ti ... dak apa-apa," jawabnya tergagap.Aidan mengangguk lalu kembali melanjutkan penjelasannya.Alih-alih mendengarkan perkataan sang sutradara, fokus Zira malah ke wajah Aidan. Alis tebal yang rapi, mata sedikit sipit dengan pupil hitam legam, memancarkan aura dingin. Hidung mancung dan bibir tipis. Senyum terulas dari bibirnya, tidak dipungkiri ia mengagumi ketampanan pria itu."Sudah paham?"Pertanyaan dari Aidan membuat Zira terhenyak dari lamunan. "Iya, gimana?"Aidan tersenyum. "Fokus, Zi! ucapnya lembut sambil menyentil dahi wanita yang sedang tertawa canggung karena merasa sudah kepergok melakuk

  • Kontrak 2M Sang Mantan   20. Memulai kembali

    Zira tersenyum ketika melihat seorang pria masuk ke dalam lift dengan terburu-buru. Dilihatnya pria itu bernapas lega ketika lift kembali tertutup. Saat sang pria akan menekan tombol lift, ia pun berkata, "dikejar penggemar?"David terkesiap lalu menoleh ke samping kiri, "astaga! Ternyata kamu."Zira tertawa kecil menatap David yang terkejut. "Dari mana?" tanyanya lembut.David mundur, berdiri di samping Zira. "Mau ke bar, eh malah ketemu fans gila.""Superstar memang beda, fans ada di mana-mana."David merapikan kerah sambil berkata dengan sombong, "ya gimana ya ... punya wajah tampan memang merepotkan."Zira geleng-geleng kepala sambil berdecak. "Tapi ... wajah tampan tidak luput dari kritikan Aidan juga, ya."Pria itu menghela napas pendek, menatap kosong lift. "Menyedihkan, hari ini aku take ulang sebanyak 7 kali." David, aktor kenamaan yang sudah berakting sejak usia 7 tahun, selalu berhasil hanya dengan satu kali take. Namun, kesempurnaan yang dituntut oleh sutradara Aidan memb

  • Kontrak 2M Sang Mantan   19. Kamu tampan saat serius

    Zira melongo, melihat adegan adu mulut antara adiknya dengan Lala di depan kamar."Astaga mulutnya!" Genji menarik napas panjang."Kamu pasti buntutin aku! Stalker!" geram Lala. Matanya nyalang menatap Genji."Idih, kepedean banget," ketus Genji.Zira mendekati adiknya, berkata pelan, "sudah Gen, jangan bikin keributan!"Ia menatap sopan ke arah Lala, merasa tidak enak hati dengan situasi sekarang. "Lala, aku minta maaf jika adikku bikin salah tapi Genji ke sini untuk jadi asistenku," jelasnya.Cita ikut mendekat, berkata dengan pelan, "aku rasa ini cuma kesalahpahaman."Lala mencebik, melirik tajam ke arah Genji. "Oh adikmu? Ajarin dia sopan santun.""Kamu ...,"Zira menahan Genji yang ingin membalas perkataan Lala. Ia elus dada sang adik agar lebih tenang.Lala menatap Cita, berkata dengan wajah datar, "pesankan kamar lagi. Aku tidak mau berdekatan dengan orang luar.""Aku juga ogah deket-deket artis sok kayak kamu," tukas Genji sinis.Lala menggeram, menghentakkan kaki, lalu membuk

  • Kontrak 2M Sang Mantan   18. Menggoda adikku adalah salah satu kesenanganku

    Suara musik menggema di setiap sudut ruang kamar bercat abu, padahal jam baru menunjuk angka lima. Masih terlalu pagi untuk membuat keributan. Untung saja, mereka memasang peredam suara sehingga tidak mengganggu penghuni lain dalam komplek.Zira menggerakkan tangan dan kaki mengikuti setiap alunan musik. Punggungnya sudah membaik, kali ini ia benar-benar bisa menikmati hidup. Hari ini, ia harus berangkat ke Surabaya untuk proses syuting film Aidan. Ia butuh menjaga mood karena itulah musik yang ceria menjadi andalannya."Saatnya bekerja," ucap Zira dengan senyum sambil mematut penampilannya dalam cermin.Ia mengambil topi, mematikan musik lalu menggeret koper keluar kamar. Menuruni anak tangga dengan perlahan karena beban koper yang cukup berat. Sampai di depan kamar sang adik, ia pun mengetuk pintu.Tidak menunggu lama, pintu terbuka. Wajah kesal Genji muncul menyambut Zira."Harus gitu aku ikut kakak syuting?" tanya sang adik lesu.Zira tersenyum mengangguk. "Kalau bukan kamu siapa

  • Kontrak 2M Sang Mantan   17. Genji vs Lala

    Genji menengok ke kanan kiri, mencari tempat parkir di kampus. Ia melajukan mobil dengan lambat sambil bergumam, "tumben ni parkir rame banget." Senyum terulas kala dilihatnya ada satu tempat kosong di samping mobil Alphard hitam."Anak jurusan apa nih ke kampus bawa Alphard," ucapnya pelan saat turun dari mobil. Ia mengunci mobil lalu berjalan menuju ruang dosen pembimbing.Saat menaiki tangga, seorang teman menyapanya. "Kapan sidang?""Masih dalam mimpi. Tiga bulan bolak balik revisi bab 5," jawab Genji pasrah.Temannya tertawa kecil, "kayaknya sih Pak Abdi gak tega lepasin mahasiswa telatan kayak kamu.""Sialan," umpat Genji sambil memukul pelan bahu temannya. "Kampus sebelah rame banget.""Pensinya arsitek ngundang artis.""Oh, penyanyi?"Teman Genji mengangguk, "penyanyi dan bintang film, Camilla Safea.""Gak kenal," jawab Genji cuek. Mereka tiba di lantai 2 ruang para dosen berada. "Aku bimbingan dulu, do'ain ya," ucap Genji bersiap memasuki ruangan Pak Abdi."Good luck," jawa

  • Kontrak 2M Sang Mantan   16. Yang aku ingin dengar adalah maaf

    "Kakak kenal mobil di belakang?" tanya Genji sambil melirik spion samping kanan.Zira menengok ke belakang, memastikan penglihatannya."Dari kita keluar rumah sakit, dia terus ngikutin," imbuh Genji.Zira duduk menghadap depan lagi. "Itu mobilnya Braga. Berhenti di minimarket depan aja."Genji mengangguk, sambil tertawa kecil ia berkata, "usaha sekali ya buat tahu rumahmu."Zira berdecak, melirik malas ke arah adiknya. "Dia bilang ada urusan di daerah Kenangan.""Terus kita ngapain ke minimarket?" tanya Genji bingung."Belanja lah. Kamu pikir kita lagi dibuntuti terus mengalihkan perhatian gitu? Ah, kamu kebanyakan nonton drama.""Gak seru," ucap Genji malas lalu membelokkan mobil ke minimarket.Zira melirik ke arah mobil Braga lewat spion, ia merasa Braga mulai curiga akan hubungannya dengan Aidan. Saat turun, sekilas dilihatnya mobil sang produser berhenti di tepi jalan. Namun, tak lama mobinya melaju kembali, Zira pun bisa bernapas lega.Setelah selesai belanja, Zira dan Genji mela

  • Kontrak 2M Sang Mantan   15. Ayo bersaing secara sportif

    "Sudah semua?" tanya Zira saat keluar dari toilet setelah mengganti baju pasien dengan bajunya sendiri. Hari ini dokter sudah membolehkannya pulang dan menjalani rawat jalan.Aidan yang masih merapikan baju Zira di dalam tas berhenti sebentar lalu melihat sekeliling ruangan. "Iya, tinggal ini saja."Zira mengangguk, duduk di sofa menunggu Aidan menyelesaikan pekerjaannya. Tak lama, suara pintu terbuka. "Aidan! Di sini juga?" tanya Braga terkejut melihat Aidan merapikan barang pribadi Zira."Iya," jawab Aidan singkat.Braga mengangkat alis, bertanya dalam hati sejak kapan Zira dan Aidan menjadi dekat. Ia mendekati Zira, ikut duduk di sebelah wanita itu.Ia menoleh ke arah Aidan lagi dan memperhatikannya. Dengan tatapan heran ia pun berkata, "omong-omong sejak kapan kalian dekat?"Zira terkejut, "ha?" Ikut melihat ke arah Aidan. "Oh itu, apa aku tidak pernah mengatakan kalau Aidan teman SMA-ku?"Braga kaget, tidak menyangka Aidan sudah lama mengenal Zira. Pantas saja pria itu mudah mem

DMCA.com Protection Status