Share

5. Kembali ke Titik Awal

Hari pembacaan naskah tiba. Zira berjalan penuh percaya diri dalam balutan jeans dan kemeja santai menuju Best Entertainment, perusahaan media milik Braga. Ketika sampai di lobby, ia bertemu dengan Jerry yang baru keluar dari lift.

"Zizi, pagi sekali datangnya," sapa Jerry sopan.

Zira mengangkat alis, melihat jam di pergelangan tangannya. "Jadwal reading table jam 9, kan?"

Jerry tertawa kecil. "Iya betul. Tapi, kita tinggal di Indonesia, tahu sendiri kan bagaimana kebiasaan orang-orang?"

"Dan aku tidak mau jadi bagian dari kebiasaan buruk itu," balas Zira diiringi tawa kecil.

Jerry ikut tertawa. Tidak berselang lama, seorang pemuda dengan gaya flamboyan memasuki lobby, berjalan mendekat ke arah mereka. Jerry tersenyum dan mengulurkan tangan menyambut sang aktor. "David, kamu juga datang pagi. Wah, semangat sekali para aktor ini."

David tersenyum, melepas kacamatanya. "Aku tidak mau kena omelan Aidan." Ia menoleh ke arah Zira. "Apakah ini Zira Ceisya? Akhirnya kita bertemu juga." David mengulurkan tangan ke arah Zira.

"Senang berkenalan dengan Anda. Zizi." Zira menjabat tangan David.

"Dari dulu saya penasaran dengan pemeran pengganti Blue Demon. Saya pikir dia adalah pria yang didandani seperti wanita. Ternyata mereka menggunakan seorang stuntwoman. Saya benar-benar mengagumi kemampuan Anda," ucap David dengan pandangan penuh puja.

"Anda berlebihan," jawab Zira sopan.

"Sepertinya kita seumuran, apakah saya boleh berbicara informal?" David bertanya agak ragu.

Zira tersenyum. "Tentu, David."

"Kamu tahu alasanku mau ikut proyek ini?" Zira mengedikkan bahu.

"Karena Sutradara Aidan dan kamu," lanjut David terdengar membual di telinga Zira.

"Kamu memang aktor yang pintar mengambil hati," ledek Jerry diikuti tawa oleh mereka bertiga. Tidak lama kemudian datang Braga bersama dengan Lala dan manajernya.

"Akhirnya yang ditunggu datang juga. Sang tokoh utama," ucap David tersenyum. Ia sedikit membungkukkan badan. "My Reina."

Lala tersenyum simpul, "kamu benar-benar tukang membual."

"Aidan sudah datang?" Braga menginterupsi. Ia melihat jam di pergelangan tangannya.

"Dia sudah di atas," jawab Jerry pelan.

Braga mengangguk lalu berjalan menuju lift diikuti yang lain. Saat tiba di ruang meeting besar, Zira terpaku untuk sesaat. Ia melihat Aidan duduk di pojok ruangan diapit dua wanita.

David menepuk pelan bahu Zira. "Jangan berhenti di tengah jalan, Nona," ucapnya diiringi tawa kecil.

Zira tersenyum canggung, malu dengan perbuatannya.

"Kita duduk di sana saja," ajak David lembut sambil menunjuk kursi bagian tengah dari meja meeting. Zira mengangguk, mengikuti langkah David.

Tidak lama kemudian, beberapa artis mulai memasuki ruangan membuat suasana menjadi ramai. Hingga akhirnya suara Braga menggema ke setiap sudut ruangan,membuat suasana kembali tenang. Ia memberikan sambutan singkat sebelum sesi perkenalan para pemain.

"Anggun dan terlihat lembut," gumam Zira saat Lala memperkenalkan diri.

"Karena itulah netizen menjulukinya peri tak bersayap," bisik David yang mendengar gumaman Zira.

Zira tersenyum, kembali menatap ke arah artis lain yang sedang memperkenalkan diri. Ketika tiba gilirannya, seketika ruangan sunyi. Semua mata tertuju padanya dengan pandangan yang berbeda. Ia bisa merasakan tekanan dari setiap mata para pemain lain.

Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha untuk tetap tenang. Dengan senyum termanisnya, ia memperkenalkan diri. "Saya Zira Ceisya sebagai Alexa. Mohon bimbingannya." Ia pun membungkuk sedikit sebagai bentuk penghormatan.

***

Saat sesi pembacaan naskah, ruangan terasa lebih ramai dengan interaksi para pemain. Zira berusaha tetap tenang dan fokus, namun matanya tak sengaja bertemu dengan Aidan, membuat jantung berdetak lebih kencang sedikit mengganggu konsentrasinya.

Setelah 3 jam, acara pembacaan naskah pun selesai. Aidan berdiri di tengah ruangan lalu berkata, "terima kasih atas kerja kerasnya hari ini. Mari kita terus berusaha untuk film ini hingga selesai." Tepuk tangan membahana di seluruh ruangan, merasa puas dengan kelancaran pembacaan naskah.

Selesai acara, Zira pun bersiap keluar, tapi tiba-tiba Soraya melangkah mendekatinya dengan langkah angkuh.

"Jadi, kamu yang mengambil peran Alexa dariku?" tanya Soraya dengan ketus.

Zira menoleh dengan tenang. "Peran Alexa sudah diputuskan oleh produser dan sutradara. Aku hanya melakukan pekerjaanku," jawabnya singkat namun tegas.

Soraya mendengus kecil, lalu menatap Zira dari atas ke bawah dengan pandangan merendahkan. "Dasar, selalu saja ada yang mencoba mengambil jalan pintas. Hati-hati, orang seperti kamu biasanya cepat naik tapi juga cepat jatuh."

Zira tetap tenang, meskipun ada amarah yang mulai bergolak. Ia tahu Soraya mencoba memprovokasinya, dan dia tidak ingin memberikan kepuasan itu kepada wanita di depannya.

"Terima kasih atas nasihatnya," balas Zira dengan senyum. "Tapi aku lebih suka membuktikan diri dengan kemampuan, bukan kata-kata kosong."

Soraya tersenyum masam, jelas tak puas dengan respons Zira. "Kita lihat saja nanti, seberapa lama kamu bisa bertahan," katanya, lalu keluar ruangan.

David yang sejak tadi memperhatikan interaksi mereka, mendekati Zira lalu berkata pelan. "Abaikan saja dia."

"Sepertinya dia dekat dengan Sutradara," ucap Zira sambil melirik ke arah Aidan.

"Soraya itu seperti lalat, mendekat ke setiap makanan."

Zira mengangguk kecil, pandangannya kembali tertuju pada Aidan yang seolah tak peduli dengan apa yang baru saja terjadi, sibuk berbincang dengan Jerry. Sesaat, Zira merasa seperti ia kembali menjadi gadis yang tidak terlihat, meskipun dirinya sudah berubah menjadi seseorang yang lebih kuat dan independen.

"Zizi, kamu ada acara?" tanya David pelan memecah lamunan Zira.

"Mau ikut parkour? Itung-itung buang sial atas ucapan kasar Soraya," ajak David sambil menaikkan alisnya.

Zira berpikir sejenak, melihat jam lalu tersenyum. "Ayo!"

Mereka berdua berjalan beriringan keluar ruangan setelah berpamitan dengan Aidan, Braga, dan Jerry.

"Sepertinya aku harus gerak lebih cepat," gumam Braga terdengar jelas di telinga Aidan.

Jerry yang mendengarnya pun menimpali, "Pesonamu masih kalah dari David. Mereka baru bertemu tapi sudah sedekat itu."

Aidan hanya diam mendengarkan perkataan mereka berdua. Namun, tatapan matanya tajam ke arah pintu seolah mampu melihat apa yang berada di balik pintu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status