Beranda / Romansa / Kontrak 2M Sang Mantan / 1. Haruskah aku senang bertemu denganmu?

Share

Kontrak 2M Sang Mantan
Kontrak 2M Sang Mantan
Penulis: Sha Quenna

1. Haruskah aku senang bertemu denganmu?

Penulis: Sha Quenna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-25 16:46:05

Dengan tas punggung kecil berwarna krem, Zira berjalan dalam pesawat sambil melihat nomor bangku. Ia tersenyum tipis saat berhasil menemukan tempat duduknya, tapi tidak lama kemudian senyumnya pudar berganti dengan wajah masam.

Meski sudah bertahun-tahun tidak bertemu, tapi ia sangat mengenali pria yang sedang duduk dengan kacamata hitam di sebelah bangkunya. "Kenapa aku harus bertemu dengan dia sekarang?" ucapnya dalam hati.

Zira menarik napas dalam-dalam, menutupi kesedihan yang kembali menyeruak di hatinya. Ia tidak ingin menunjukkan kelemahan di depan orang yang pernah menyakitinya. Dengan tatapan tegas ia pun berkata, "permisi, bisa lewat sebentar?"

Seorang pria dengan rambut yang diikat ke atas menoleh ke arah Zira. Ia melepas kacamatanya, menatap cukup lama tanpa kata hingga wanita itu berdehem. "Silakan!" ucapnya pelan sambil memberikan ruang pada Zira.

Setelah menaruh tas dalam kabin, wanita itu melangkah menuju bangkunya. Saat itulah tanpa sengaja tangan mereka bersentuhan sekilas, menimbulkan desiran aneh dalam hati Zira. Namun, ia berusaha untuk duduk santai tanpa memedulikan Aidan yang juga sudah duduk kembali.

Zira membuka penutup jendela, melihat ke arah kota yang sudah membesarkan namanya sebagai seorang stuntwoman.

"Berat untuk meninggalkan Tiongkok?" tanya Aidan pelan.

Zira melirik tajam dan berkata dengan ketus, "bukan urusanmu." Ia pun memejamkan mata, tidak ingin bicara dengan pria itu lagi.

***

Sebelum pesawat mendarat, Zira melirik keluar jendela, menyaksikan daratan Jakarta yang semakin mendekat. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan perasaan lega. Setelah perjalanan panjang, akhirnya ia bisa meninggalkan pesawat.

Ia segera keluar dari pesawat menuju pengambilan bagasi, tapi Aidan terus saja mengikuti seolah tidak memberikan ruang baginya untuk bernapas.

Zira terdiam sesaat ketika tiba di terminal kedatangan melihat seorang wanita yang bertubuh tinggi bak model dengan dandanan tebal tiba-tiba memeluk Aidan. "Astaga! Seleranya sekarang seperti itu?" ucapnya membatin.

"Zizi, mau bareng?" tawar Aidan sambil melepas pelukan wanita berbaju merah seksi.

Zira menatap sinis ke arah wanita yang terus menempel pada Aidan. "Tidak, terima kasih tawarannya. Aku tidak mau jadi setan," ucapnya ketus penuh sindiran.

"Dia siapa?" tanya wanita yang bergelantungan seperti monyet di lengan Aidan. Ia kembali berkata dengan manja. "Ayo kita pulang sekarang. Tante Luna dan Om Guntur sudah menunggu di rumah. Lagipula, dia sudah menolak tawaran baikmu."

Zira berdecih pelan, ketara sekali dia tidak menyukai perempuan genit itu. Aidan mengangguk pada Zira lalu meninggalkannya sendirian.

"Semudah itu kamu menggantikanku dengan wanita lain," gumam Zira sambil menatap punggung Aidan yang semakin jauh hingga tidak lagi terlihat. Hatinya kembali terasa sakit mengingat interaksi Aidan dan perempuan yang menggandenganya.

"Andai dulu kamu semanis dan sehangat itu, mungkin akulah yang berjalan di sampingmu hingga sekarang." Gadis itu lalu menarik napas panjang demi menutupi kegetiran dalam dadanya.

Zira melanjutkan langkah sambil menengok kanan kiri mencari adiknya yang seharusnya sudah datang menjemput. Namun, sang adik tidak terlihat. Ia pun mengambil ponsel lalu menekan tombol memanggil.

"Genjiro Akarsana!" Zira berteriak kencang saat panggilan telpon sudah tersambung. "Kamu baru bangun?" tanyanya dengan nada kesal.

"Cepat ke sini atau mati!" lanjut Zira memerintah lalu segera memutus panggilan. Wajahnya merah padam dengan napas tidak teratur karena Genji yang lupa jemput. Ia kemudian duduk di kursi sambil memainkan ponsel. Matanya mengernyit kala satu pesan masuk dari nomor asing.

"Studio AB?" Zira bergumam sambil mencoba mengingat nama tersebut. "Ah, sepertinya salah kirim. Abaikan saja," ucapnya pelan lalu menutup aplikasi pesan, ganti berselancar di medsos. Sesekali ia melihat jam di pergelangan tangannya. "Genji lama banget," gumamnya kesal.

Ia memasukkan ponsel ke dalam tas lalu duduk bersandar sambil menutup mata. Tidak berselang lama suara bariton membuatnya terjaga kembali. "Kak Zizi, bangun."

Zira mengerjap lalu menatap tajam sang adik yang berdiri tegap di depannya.

"Maaf ya kak," ucap Genji menyesal. "Aku beneran lupa."

Zira berdiri dengan wajah garang. "Bawa koperku!" Ia lalu berjalan keluar bandara diikuti sang adik. "Langsung pulang saja, aku capek."

Saat Genji sedang fokus menyetir, tiba-tiba Zira bertanya. "Gen, kamu tahu studio AB?"

"Eng ... gak tahu," jawab Genji tergagap.

Zira merasa adiknya menyembunyikan sesuatu, tapi rasa lelah membuatnya enggan berpikir. Ia memilih tidak bertanya lebih jauh dan memejamkan mata.

Setelah hampir sejam perjalanan, akhirnya mereka tiba di rumah. Zira turun dan memandangi rumah dua lantai di dalam komplek perumahan yang cukup elite. "Bagus juga pilihanmu," ucapnya memuji dengan wajah bangga.

Masuk ke dalam rumah, Zira terpukau oleh design interior yang sangat sesuai dengan keinginannya. Genji menjelaskan singkat tentang kondisi rumah sambil membawakan koper sang kakak ke dalam kamar.

Tanpa rasa curiga, Zira masuk ke dalam kamar sesuai ucapan sang adik. Tidak tidur dua hari selama syuting membuatnya langsung mengantuk begitu melihat ranjang putih besar. Ia pun merebahkan diri dan tertidur pulas.

***

Zira menggeliat, merasakan hangatnya sinar matahari yang menembus tirai kamar. Sesuatu yang berbeda membuatnya enggan membuka mata, hingga tiba-tiba ia sadar bahwa yang dipeluknya bukanlah guling. Seketika, matanya terbuka lebar.

“Astaga! Apa ini?” Zira mundur cepat, menatap makhluk di sebelahnya. Refleks, kakinya melayang, menendang tubuh yang ternyata adalah—

“Aduh!” Aidan terjatuh ke lantai, mengelus pantatnya yang terasa sakit. “Siapa yang menendangku?" tanyanya linglung, setengah berdiri.

Zira menatapnya dengan mata melotot, dadanya mendadak berdetak lebih cepat saat melihat Aidan yang hanya mengenakan celana boxer. "Aidan?! Apa yang kamu lakukan di sini?"

Aidan bangkit, sedikit kebingungan sebelum akhirnya berkata, “ini kamarku.” Ia lalu mengambil celana training yang tergantung di balik pintu.

Zira berdiri terpaku, wajahnya berubah dari kaget menjadi bingung total. "Kamarmu? Tapi kata Genji ...," ucapnya menggantung. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, sampai matanya terpaku pada deretan piala dan plakat bertuliskan 'Penghargaan Sutradara Terbaik Aidan Balangga.'

“Gennnnjiiirooo!” Zira berteriak, lalu bergegas keluar kamar mencari sang adik.

Genjiro, yang tengah santai sarapan, mengabaikan teriakan itu sampai sebuah keplakan keras mendarat di kepalanya.

"Aduh!" pekik Genji, memegang kepalanya yang nyut-nyutan. “Kenapa sih, Kak? Pukul aja terus, kalau aku gegar otak gimana?”

Zira menghela napas panjang, mencoba menahan amarah. "Genji, kenapa kamu nggak bilang kalau Aidan tinggal di sini? Dan lebih parah lagi, kenapa kamu suruh aku tidur di kamarnya?"

Genji mengangkat bahu, wajahnya terlihat sedikit bersalah, tapi tetap tenang. "Bang Aidan pemilik rumah ini dan kamar dengan ranjang besar hanya ada di kamarnya," ucapnya pelan, lalu melanjutkan makan.

Zira mengerutkan dahi, jelas merasa semakin bingung. "Apa? Jadi uangku yang 5M itu ...?"

Genji merapikan sendok dan piringnya. Dengan kepala menunduk, ia berkata pelan, "Aku pakai uang Kakak untuk bangun rumah di kampung nelayan. Kasian mereka gak punya tempat tinggal karena digusur. Tanah yang mereka tempati ternyata milik negara." Ia menarik napas sebelum lanjut berkata, "aku pikir Kakak tidak akan kembali secepat ini. Maaf."

Zira terdiam, merasa marah sekaligus tersentuh. "Kamu mengasihi orang lain tapi membiarkan kakakmu terlantar."

Genji sedikit mencondongkan badan sambil berkata dengan penuh semangat. "Kakak gak usah khawatir. Bang Aidan sudah mengijinkan kita tinggal di sini. Aku juga bekerja sambilan ... jadi uang kakak pasti akan aku kembalikan."

"Aidan bukan seorang yang murah hati. Syarat apa yang dia ajukan?" tanya Zira mencoba mengembalikan kewarasan otaknya.

Genji menatap sang kakak dengan wajah cerah. "Bang Aidan tidak seburuk yang kakak pikirkan," ucapnya pelan. "Kak Zizi cukup ikut main di filmnya."

Zira mengangkat alisnya. "Film?"

"Iya betul." Aidan yang sudah memakai baju lengkap ikut menimpali pembicaraan dua kakak beradik itu. "Aku yakin Braga sudah menghubungimu."

Zira berusaha mengingat nama tersebut. Namun, menjadi miskin dalam sekejap membuat daya ingatnya menurun seketika.

Aidan meletakkan dua buah map di depan Zira. "Baca dengan teliti kontrak perjanjiannya."

"Aku belum bilang setuju," ucap Zira ketus.

"Setelah baca isi map merah, aku yakin kamu langsung setuju," kata Aidan dengan seringai tipis lalu berjalan ke arah mesin kopi.

Bab terkait

  • Kontrak 2M Sang Mantan   2. Kamu tetaplah sama

    "Jika pihak kedua memutuskan kontrak secara sepihak maka harus mengganti denda sebesar 2M." Zira terbelalak dengan mata membola sempurna setelah membaca sanksi pembatalan kontrak. "Konyol. Ini namanya pemerasan," gumamnya kesal sekaligus tidak percaya.Aidan kembali ke meja makan dengan membawa dua gelas kopi, lalu menyerahkan satu gelas kepada Zira. "Apa ruginya kamu ikut filmku?" tanyanya dengan nada tenang namun penuh tantangan.Zira berdecih. "Tidak ada untungnya juga aku main filmmu.""Oh, jadi kamu lebih senang adikmu masuk penjara?" Aidan menatapnya dengan seringaian puas. "Dengan kamu ikut filmku, kamu bisa tinggal di sini dan juga menghasilkan uang. Kariermu juga bisa meningkat di Indonesia."Zira meremas map merah di tangannya lebih kuat. Hatinya berkecamuk antara marah dan putus asa. Apa yang ada di pikiran adiknya sampai-sampai bisa menandatangani perjanjian seperti itu?"Pikirkan baik-baik! Jangan lupa nanti siang kamu harus datang ke Studio AB," ucap Aidan lembut tapi t

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Kontrak 2M Sang Mantan   3. Benarkah jantungku berdetak lebih kencang karenamu?

    Setelah rapat, Zira berpamitan dengan Braga dan yang lainnya. Ia berjalan ke lobby sambil memesan taksi online. "Jam padat seperti ini susah untuk memesan taksi, bareng denganku saja."Zira menoleh ke sumber suara yang sangat ia hafal. "Tidak, terima kasih," ucapnya ketus lalu kembali mencoba memesan taksi online."Zi ...," panggil Aidan pelan, tapi Zira tidak mendengarkan dan berlalu melewati pria tersebut. Ia berjalan keluar studio tanpa berpamitan pada Aidan.Saat Zira berdiri di depan Studio AB sambil memesan taksi online, sebuah mobil sedang mewah berhenti di depannya. "Zizi!" panggil seorang pria dari dalam mobil. "Sulit dapan taksi?"Zira menoleh ke arah mobil, sambil tersenyum canggung ia menjawab, "iya, sudah 3 kali cancel.""Ayo masuklah. Aku akan mengantarmu," ajak pria tersebut.Zira berpikir sejenak, melihat aplikasi taksi online yang tidak ada respon ia pun memutuskan menerima tawaran sang pria."Terima kasih, Braga," ucap Zira saat sudah duduk di sebelah pria itu. "Ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Kontrak 2M Sang Mantan   4. Kencan?

    Zira duduk terpaku, menatap Aidan yang kini sangat dekat. Bahkan, aroma khas tubuh pria itu menyeruak hingga ke inderanya. Jantung Zira bertabuhan seperti genderang yang memukul-mukul di dalam dada. Ia menyilangkan kedua tangan menutup dada saat Aidan mendekatkan wajahnya."Kamu mau apa?" tanya Zira, nada suaranya mengandung kecemasan.Aidan tertawa kecil, menyentil dahinya dengan lembut. Ia lalu duduk di samping Zira dengan ekspresi yang lebih serius. "Zi, aku tahu kamu membenciku. Tapi, film ini juga penting buatku. Aku sangat berharap kita bisa bekerja sama dengan baik," ucapnya penuh harap.Zira mengendurkan pengawasannya, melepas tangan dari dada. "Jika kamu takut filmmu hancur gara-gara aku, batalkan saja perjanjian itu."Aidan menghela napas. Menoleh dan menatap lembut mata Zira lalu berkata, "kamu benar-benar tidak ingin main di filmku?"Zira terdiam, berpikir kalimat terbaik yang harus ia ucapkan. Dalam hatinya ia mengakui kehebatan Aidan. Ia juga sering mendengar pujian dar

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Kontrak 2M Sang Mantan   5. Kembali ke Titik Awal

    Hari pembacaan naskah tiba. Zira berjalan penuh percaya diri dalam balutan jeans dan kemeja santai menuju Best Entertainment, perusahaan media milik Braga. Ketika sampai di lobby, ia bertemu dengan Jerry yang baru keluar dari lift."Zizi, pagi sekali datangnya," sapa Jerry sopan.Zira mengangkat alis, melihat jam di pergelangan tangannya. "Jadwal reading table jam 9, kan?"Jerry tertawa kecil. "Iya betul. Tapi, kita tinggal di Indonesia, tahu sendiri kan bagaimana kebiasaan orang-orang?""Dan aku tidak mau jadi bagian dari kebiasaan buruk itu," balas Zira diiringi tawa kecil.Jerry ikut tertawa. Tidak berselang lama, seorang pemuda dengan gaya flamboyan memasuki lobby, berjalan mendekat ke arah mereka. Jerry tersenyum dan mengulurkan tangan menyambut sang aktor. "David, kamu juga datang pagi. Wah, semangat sekali para aktor ini." David tersenyum, melepas kacamatanya. "Aku tidak mau kena omelan Aidan." Ia menoleh ke arah Zira. "Apakah ini Zira Ceisya? Akhirnya kita bertemu juga." Davi

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Kontrak 2M Sang Mantan   6. Selalu Ada Alasan Bersamamu

    Zira tersenyum lebar ketika tiba di taman parkour. "Wow!" Matanya berbinar-binar melihat beberapa orang melompat dan berlari dari satu rintangan ke rintangan lainnya, tubuh mereka seolah melayang di udara."Look!" David menunjuk satu rintangan di mana ada sebuah bangunan yang lebih tinggi dibanding lainnya. "Aku belum pernah melihat ada yang bisa menaklukan itu dengan sempurna."Merasa tertantang, Zira menyeringai kecil. "Mari kita lihat, apa aku bisa melakukannya?" Ia pun memasuki area dalam parkour berbaur dengan pengunjung lain.Tubuhnya melesat dari satu bangunan ke bangunan lain dengan gesit, Ia mencengkeram kuat tiang-tiang yang menghalangi, lalu menjejak lantai tanpa ragu. Ia menambah kecepatannya saat mendekati bangunan tertinggi. Sekali lompat, ia berhasil mencapai puncak dengan gerakan yang mulus dan presisi. Tanpa kehilangan keseimbangan, ia pun mendarat sempurna di lantai.Semua pengunjung terpesona dengan penampilan Zira, mereka bertepuk tangan meriah. Begitu juga dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Kontrak 2M Sang Mantan   7. Bertemu Kawan Lama

    Zira merasakan desiran aneh di dada saat Aidan memegang pergelangan tangannya. Jantung berdegup tidak karuan, meskipun ia tahu Aidan melakukan itu karena untuk menghindari permasalahan di kantor polisi lagi. Tatapan mereka bertaut lama, membuat waktu seolah berhenti hingga suara Genji menyela mereka, "ya elah malah tatap-tatapan kayak lagi syuting drama aja." Aidan buru-buru melepas tangannya, membuat suasana mendadak canggung. Terlihat jelas mereka berdua menjadi salah tingkah. Bahkan, Zira bisa merasakan pipinya mulai memanas."Gen, aku bareng kamu!" teriak Zira sambil berlari mengejar sang adik yang sudah berjalan lebih dulu.Aidan tersenyum tipis melihat kelakuan Zira, sebelum akhirnya mengikuti ke parkiran.***Akhir pekan yang dinanti semua orang tiba juga. Menyetir mobil Genji, Zira pergi menuju sebuah mall di ibu kota untuk bertemu dengan Aisyah. Jakarta kota yang asing untuknya, karena itulah ia menggunakan bantuan GPS. Meskipun begitu tetap saja ia sampai di mall setelah 1,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Kontrak 2M Sang Mantan   8. Kamu selalu membuatku kesal

    "Jo ... Jo ... ente sudah jadi bos property hebat, ngajakin nongkrong kok masih aja di warkop," ucap Ipul dengan nada meledek.Joseph dan Aidan tertawa kecil."Ente juga, Dan. Sudah jadi sutradara terkenal apa kagak mampu gitu ngopi di kafe? Paradion Gold misalnya," lanjut Ipul sambil duduk di sebelah Joseph."Lebih nikmat ngopi di warkop. Sekalian nostalgia masa SMA," jawab Joseph santai.Ipul mengangkat sepotong pisang goreng. "Punya teman sukses gak jamin bikin kita makan enak." Ia menggigit gorengannya, "Semalaman ane udah bayangin minum kopi sambil makan camilan ala orang Barat. Eh, tetap aja gorengan jadi teman setia kopi.""Selesai syuting film baru, gue traktir di Paradion," tukas Aidan diiringi tawa ringan.Ipul menoleh, menatap Aidan dengan wajah sumringah. "Alhamdulillah, janji adalah utang."Joseph geleng-geleng, "Lu itu udah jadi juragan kontrakan, masih aja ngarep traktiran.""Ente kalau dikasih pilihan gratisan atau bayar pilih mana?"Joseph menjawab tanpa ragu, "gratis

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Kontrak 2M Sang Mantan   9. Hanya kamu yang membuatku khawatir

    Hari berganti, Zira sibuk dengan pelatihan akting yang memang diwajibkan oleh Aidan untuk diikuti semua pemain filmnya. Sore ini, aula di gedung akademi akting ramai dengan peserta pelatihan. "Braga!" sapa Lea, instruktur akting saat melihat Braga memasuki aula. "Ingin melihat kemampuan anak didikku?" tanyanya sambil mengulurkan tangan."Aku tidak meragukan keahlianmu. Ada meeting sekitar sini, jadi mampir lihat sebentar saja," jawab Braga dengan senyum memuji sambil menjabat tangan Lea.Lea tertawa kecil, "aku merasa tersanjung dengan pujianmu itu." Ia mempersilakan Braga duduk sebelum berkata, "mari kita lihat kemampuan mereka."Lea berjalan mendekati panggung lalu berkata dengan tegas. "Zizi, David. Kita coba latihan adegan pertemuan pertama antara Alexa dan Demon." Zira dan David berjalan ke tengah panggung. "Rileks, Zi," kata David dengan senyum tipis.Zira menarik napas dalam-dalam, tersenyum sebelum berkata pelan, "ok!"Lea berdiri di bawah panggung mengamati setiap gerakan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27

Bab terbaru

  • Kontrak 2M Sang Mantan   30. Akan ada kejutan?

    Sudah 3 minggu, Zira beserta tim film melakukan syuting di Surabaya. Hari ini mereka akan pindah lokasi ke Bali. Rombongan kru film memilih menggunakan bus dan kapal penyeberangan, sedangkan para artis ada yang memilih naik pesawat. Zira sendiri memilih naik kapal bersama kru, meskipun harus berlama-lama duduk di mobil saat menuju pelabuhan Ketapang. Ia ingin merasakan semilir angin laut.Zira berjalan perlahan menaiki tangga menuju bagian atas kapal. Ia tersenyum tipis saat tiba di anak tangga terakhir. Dilihatnya Aidan sedang berdiri di salah satu sisi kapal sambil memejamkan mata. Ia pun perlahan mendekati pria tersebut."Tidak istirahat?"Zira terkejut lalu terkekeh pelan, "bagaimana kamu tahu?"Aidan membuka mata, menoleh dengan senyum lembut. "Aku hafal aromamu," ucapnya menggoda."Sekarang, kamu pandai menggoda orang ya."Sang sutradara tersenyum, merapikan anak rambut wanitanya yang terurai. Menatap mata Zira dengan penuh kasih sayang. Rasa rindu yang mendalam, suasana yang me

  • Kontrak 2M Sang Mantan   29. Kehebohan di tempat syuting

    Suara baku hantam di gedung tua membahana, menciptakan suasana yang mencekam di tengah malam. Dengan napas terengah-engahnya, seorang perempuan berlari menghindar dari kejaran anak buah Demon. Desingan peluru menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah sumber suara. Di bawah sana, seorang pria muda tergeletak bersimbah darah. Wajah perempuan itu mendadak pucat pasi. Teman klubnya bernasib naas di tangan Demon.Setitik air mata menetes dari sudut matanya. Apakah pria itu yang akan menjadi saudara iparnya kelak? Tidak. Ia harus menyelamatkan Reina. Tangannya mengepal kuat, dengan kecepatan penuh ia kembali berlari hingga suara sang sutradara menghentikan aksinya."Cut!"Aidan tersenyum puas melihat akting Zira dan juga para stuntman. "Kerja bagus semua. Kita istirahat 15 menit."Zira berjalan mendekat ke arah sang sutradara. Duduk di sebelahnya sambil melihat layar monitor."Bagaimana?"Aidan menunjuk layar, "memuaskan. Kamu bisa menyampaikan kemarahan sekaligus takut bersamaan.""Bena

  • Kontrak 2M Sang Mantan   28. Pertemuan yang tidak terduga

    "Mama,"Kompak, Zira dan Aidan memanggil wanita baya di depan mereka."Itu Tante, cewek penggoda, pelakor," ucap Soraya cukup keras dengan senyum culas.Wanita baya itu berjalan mendekat ke arah Zira. Soraya makin tersenyum lebar membayangkan sebuah tamparan mendarat di pipi wanita yang sudah merebut Aidan darinya. Namun, apa yang ia lihat sungguh di luar prediksi, wanita baya itu malah memeluk Zira dengan erat. Mulutnya pun melongo, ingin protes tapi ucapan tegas menghentikannya."Kamu tidak perlu mengantarku lagi, Soraya. Putriku sudah kembali.""Hah," Soraya terhenyak. "I ... ya, Tante." Ia pun kembali ke kamarnya dengan seribu tanya.Sementara itu, Zira menunduk dengan perasaan campur aduk. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Luna, ibunya Aidan dengan cara yang canggung."Mama kangen sama kamu," ucap wanita baya itu dengan lembut.Zira terdiam, bingung harus menjawab seperti apa. Ada perasaan malu dan juga bersalah.Aidan yang menyadari keterkejutan Zira, mendekati sang ibu. "M

  • Kontrak 2M Sang Mantan   27. Akhirnya kembali lagi

    "Hapus photonya!" Genji menatap tajam wanita cantik yang beberapa hari terakhir ini sering membuat masalah dengannya.Lala membalas tatapan Genji dengan tak kalah sengit. Tidak ada ketakutan dari sorot matanya. Mencibir dan mendengus kasar, lalu berkata, "kalau aku tidak mau menghapusnya, kamu mau apa?"Genji mendekatkan wajah ke telinga sang artis, berkata pelan tapi penuh penekanan. "Aku bisa menghancurkan kariermu. Hanya dalam hitungan detik semua orang akan tahu wujud aslimu."Ia kembali menatap sang wanita dengan seringaian sinis. Aura intimidasi menguar dari tubuhnya. "Bagaimana jika orang-orang tahu seorang Camilla Safea, artis dengan julukan peri tak bersayap tega melukai wanita lain karena cemburu?"Lala bergetar, refleks kakinya mundur selangkah. "Kamu bicara apa?"Genji mengeluarkan ponsel, memutar video dan menunjukkan ke wanita itu. "Sudah paham di mana posisimu sekarang?"Sang artis menatap video dengan tubuh bergetar. Ia tidak menyangka ada seseorang yang merekam tindak

  • Kontrak 2M Sang Mantan   26. Menolak dan menerima

    Jam sudah menunjuk angka 9, sudah larut untuk berkeliaran di jalan. Badannya pun terasa sangat lelah, merindukan kasur. Namun, ia tidak bisa mengabaikan undangan makan malam Braga begitu saja. Beruntung kali ini sang adik bersedia menemani tanpa drama. Zira berjalan memasuki restoran mewah dengan langkah ragu. Ia menatap penampilannya yang tidak sesuai dengan kemewahan restoran. Ya, setelah selesai syuting dirinya memang langsung menuju restoran tanpa mengecek lebih dulu seperti apa tempat yang dipilih Braga."Hai!" sapanya saat tiba di tempat duduk sang Produser.Braga tersenyum senang melihat kedatangan wanita yang sudah ditunggunya. "Sulit mencari restorannya? Duduklah."Zira duduk sambil berkata, "aku seperti alien di planet asing.""Santai saja, kamu tetap cantik," ucap Braga merayu dengan senyum lebar.Zira tersenyum canggung, lebih ke merasa mual. Dirinya memang bukan tipe wanita yang suka mendengar pujian fisik.Tidak berselang lama, makanan pun datang. Suasana restoran sudah

  • Kontrak 2M Sang Mantan   25. Apa yang akan dikatakan Braga?

    Zira tertawa mendengar spekulasi yang diutarakan Jerry. Sudah menjadi kewajaran seorang stuntwoman ataupun stuntman terluka selama syuting. Kurangnya koordinasi dengan pemain lain, kesalahan teknis, ataupun human error lainnya.Dirinya bahkan sering melakukan adegan berbahaya seperti melompat dari gedung yang tinggi, menerobos kaca, balapan mobil hingga kecelakaan dan mobil terbakar. Ia tidak merasa curiga sama sekali dengan stuntman lain, karena saat itu dirinya juga menyadari tidak terlalu fokus sehingga terlambat menghindari tendangan lawannya."Ada yang salah dengan ucapanku?" tanya Jerry dengan wajah bingung."Kamu berlebihan, Jer. Kesalahan itu bisa terjadi kapan dan di mana saja," ungkap Zira."Tapi ... aku pikir ucapan Jerry bisa dijadikan pertimbangan," ucap Aidan menyela. Ia merasa ucapan penulis skenario itu ada benarnya juga."Ayolah, kalian berdua membuat perutku sakit," kata Zira diiringi tawa kecil. Membuatnya mendapat tatapan tajam dari Aidan. Ia segera menutup mulut,

  • Kontrak 2M Sang Mantan   24. Katamu, kehilanganku adalah ketakutan terbesarmu

    Aidan melepas headset, berlari ke arah Zira tanpa memedulikan pandangan kru dan pemain. Kecemasan terlihat jelas di raut wajahnya. "Zizi ...,"Tidak mendapat respon selain suara rintihan, ia bergegas menggendong sang wanita. Berjalan cepat ke arah pintu keluar sambil berteriak, "Genji! Siapkan mobil!"Braga terdiam melihat aksi sang sutradara. Berpikir apakah dirinya sudah kalah? Ia hanya bisa menatap Zira yang berada dalam rengkuhan Aidan."Syuting kita lanjutkan besok," ucap Braga kemudian menenangkan kru yang sedang kebingungan.Jerry mendekatinya, berkata pelan, "aku akan menyusul Aidan."Braga mengangguk, "kabari jika ada apa-apa."Sementara itu, Soraya yang melihat dari jauh menatap penuh amarah sambil mengepalkan tangan. "Dia berani mengambil Aidan dariku?"***Genji mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit terdekat. Melihat darah menetes dari kening sang kakak, membuatnya takut sekaligus khawatir. Bagaimana pun juga hanya Zira satu-satunya saudara yang dia

  • Kontrak 2M Sang Mantan   23. Aku tidak butuh sponsor

    Braga berjalan penuh percaya diri memasuki rumah, tempat syuting film kali ini. Postur tubuh yang tegap, kemeja abu slim fit dibalut jas hitam memancarkan pesona pria mapan, bahu yang lebar mampu membuat para wanita ingin bersandar. Lala tersenyum dengan mata berbinar cerah melihat kedatangan pria matang itu. Ia pun berdiri ingin menyambutnya, tapi sedetik kemudian senyum itu luntur. Tangannya terkepal erat menatap Braga yang malah mendekati Zira. "Aku bilang apa. Digigit anjing yang ditolong itu menyakitkan, bukan?" Lala menoleh kaget tiba-tiba mendengar ocehan Soraya yang entah kapan sudah berdiri di sampingnya. Ia hanya melirik kesal lalu meninggalkan wanita itu sendiri. "Zira ...," gumam Soraya. "Dasar penggoda murahan." Tatapannya tajam penuh iri ke arah Zira yang sedang berbicara dengan Braga. *** Sementara itu, Jerry yang merasa kasihan dengan Aidan berusaha mengganggu usaha Braga. Sambil membawa segelas kopi, ia berjalan ke arah Zira dan Braga. "Kopi," ucap Jerry

  • Kontrak 2M Sang Mantan   22. Perasaan itu bisa berubah

    Di sebuah rumah mewah bergaya Eropa, semua orang terdiam melihat ke arah pemain yang sedang beradu akting. Aidan, sang sutradara menatap layar dengan serius sambil mendengarkan suara pemain lewat headset. Seorang gadis dengan gaya maskulin berdiri di samping jendela lantai dua. Tatapannya tajam ke arah luar. "Wajahnya terlihat tidak asing," ucapnya menggumam. Seketika raut muka sang gadis berubah menjadi ketakutan dan kecemasan. Tubuhnya tampak gemetar dengan tangan kanan menggenggam erat sebuah gelas minum. "Dia ...," "Cut!" teriak Aidan menghentikan syuting. Ia menatap dingin ke arah Zira sambil berkata, "Zizi, perlihatkan rasa terkejut!" Zira menghela napas. Ini adalah kali kesepuluh dia mengulang adegan di hari pertama syuting. Rasa lelah setelah pengambilan adegan bertarung tadi pagi membuat konsentrasinya sedikit buyar. Namun, ia tetap harus professional. "Semua, siap pada posisinya!" teriak asisten sutradara. Meskipun suaranya masih terdengar kencang, tapi tidak bisa

DMCA.com Protection Status