Home / Fantasi / Sang Penguasa / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Sang Penguasa : Chapter 21 - Chapter 30

49 Chapters

bab 21: Bayangan yang Membayangi

Suara dentingan pedang dan teriakan perang memenuhi udara di gerbang utama istana Karstiel. Pasukan Thalia dan Garren sudah menyerbu pertahanan terakhir kerajaan, seperti air bah yang tidak bisa dibendung. Sementara itu, Rehan dan Sorrel memimpin pasukan dengan gigih, berusaha menahan laju musuh yang semakin mendekat ke jantung istana.Di tengah medan perang, Rehan memotong setiap prajurit yang mendekat, mengandalkan keterampilan tempurnya yang legendaris. Darah musuh berceceran di tanah, tetapi wajahnya tetap tegas, tidak menunjukkan kelemahan sedikit pun. Sorrel berada di sisinya, memimpin pasukan dengan strategi dan kekuatan yang hampir setara.Namun, meskipun mereka berjuang dengan gagah berani, mereka tahu bahwa pertahanan mereka mulai runtuh. Pasukan musuh jauh lebih banyak, dan setiap serangan yang mereka lakukan hanya memperlambat takdir yang tampaknya tak terhindarkan."Kita tidak bisa bertahan lebih lama lagi, Rehan," kata Sorrel di antara napasnya yang terengah-engah. Matan
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

bab 22: Kehilangan yang Mengubah Segalanya

Angin dingin menerpa reruntuhan kuil kuno tempat Elira pernah berdiri, tetapi kini hanya menyisakan kehampaan. Tidak ada tanda-tanda kehidupan lagi. Suara bisikan dari dimensi lain menghilang bersama lenyapnya Elira. Yang tertinggal hanyalah kesunyian. Kegelapan yang pernah mengancam dunia mulai menghilang, tetapi bayangannya masih terasa. Segala yang Elira korbankan untuk menyelamatkan Karstiel kini membuahkan hasil, tetapi harganya terlalu besar.Di Karstiel, berita tentang kekalahan kegelapan mulai tersebar di antara prajurit dan rakyat. Pasukan Thalia dan Garren sudah mundur untuk sementara, memberikan Karstiel sedikit waktu untuk bernapas. Namun, tidak ada perayaan, tidak ada teriakan kemenangan. Orang-orang masih berada dalam ketakutan, dan para prajurit tahu bahwa musuh yang lebih berbahaya masih menunggu di luar gerbang mereka.Rehan berdiri di puncak menara istana, memandang ke kejauhan. Langit kini bersih dari kegelapan, tetapi dia merasa lebih berat dari sebelumnya. "Elira.
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

bab 23: jaring Konspirasi

Langit pagi di Karstiel menampilkan nuansa kelabu yang suram, seolah alam sendiri mencerminkan kekacauan yang sedang melanda kerajaan ini. Setelah kematian Tuan Maelon, ketidakpastian menyelimuti setiap sudut istana. Para bangsawan yang tadinya tampak tenang, kini bergerak dengan hati-hati, mengukur siapa yang bisa dipercaya dan siapa yang berbahaya. Setiap tatapan, setiap senyum, dan setiap gerakan terasa bagai bagian dari permainan catur mematikan. Rehan duduk di ruang pertemuan istana bersama Sorrel dan Ivy, membahas langkah berikutnya. Suara-suara rendah terdengar dari mereka bertiga, sementara Ivy menelusuri peta yang tergelar di atas meja. Mata cerdasnya menyusuri garis-garis wilayah di Karstiel dengan teliti. "Aku masih tidak percaya Maelon memilih mati begitu saja," ujar Sorrel, suaranya rendah dan geram. "Dia tahu bahwa rencana mereka lebih besar dari sekadar pasukan bayaran di perbatasan timur. Dengan kematiannya, kita kehilangan akses ke jaringan informasinya." Rehan men
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more

bab 24: Tarian Diplomasi

Rehan menatap lurus ke mata Seraphine, mencoba membaca kilatan licik yang tersembunyi di balik tatapan lembutnya. Wanita itu adalah bayang-bayang yang sulit dipahami, seperti racun yang manis tetapi mematikan. Tawa renyahnya bergema di halaman benteng yang kosong, seolah menertawakan kebodohan sang raja yang datang ke wilayah musuh tanpa pelindung. Namun, Rehan tahu dia harus menghadapi ini dengan kepala dingin—Seraphine adalah salah satu lawan paling berbahaya yang pernah dihadapinya."Apakah ini cara Distrik Edholm menyambut seorang tamu? Dengan ejekan dan tipu daya?" Rehan berkata datar, mempertahankan nada tenang meskipun kehadiran Seraphine membuat bulu kuduknya meremang.Seraphine tersenyum lebar, melangkah mendekat dengan elegan. Gaunnya yang hitam berkilauan mengikuti setiap gerakannya, memantulkan cahaya obor yang redup. "Oh, Yang Mulia, kau salah paham. Kami di sini hanya ingin memastikan bahwa tamu kami merasa... nyaman." Dia memberi isyarat dengan tangannya, dan sekelompok
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more

bab 25: tarian diplomasi

Rehan menatap lurus ke mata Seraphine, mencoba membaca kilatan licik yang tersembunyi di balik tatapan lembutnya. Wanita itu adalah bayang-bayang yang sulit dipahami, seperti racun yang manis tetapi mematikan. Tawa renyahnya bergema di halaman benteng yang kosong, seolah menertawakan kebodohan sang raja yang datang ke wilayah musuh tanpa pelindung. Namun, Rehan tahu dia harus menghadapi ini dengan kepala dingin—Seraphine adalah salah satu lawan paling berbahaya yang pernah dihadapinya."Apakah ini cara Distrik Edholm menyambut seorang tamu? Dengan ejekan dan tipu daya?" Rehan berkata datar, mempertahankan nada tenang meskipun kehadiran Seraphine membuat bulu kuduknya meremang.Seraphine tersenyum lebar, melangkah mendekat dengan elegan. Gaunnya yang hitam berkilauan mengikuti setiap gerakannya, memantulkan cahaya obor yang redup. "Oh, Yang Mulia, kau salah paham. Kami di sini hanya ingin memastikan bahwa tamu kami merasa... nyaman." Dia memberi isyarat dengan tangannya, dan sekelompok
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

bab 26: Bayangan Konspirasi

Angin malam berhembus dingin di puncak Menara Hitam, bangunan tertinggi di pusat kota Edholm. Dari atas sini, Seraphine bisa melihat keseluruhan distrik yang membentang, dibatasi tembok-tembok tua yang usang. Di bawah sana, ratusan rumah tampak seperti bintik-bintik gelap yang dikelilingi oleh sungai berkelok-kelok yang sudah hampir mengering. Cahaya lilin dan lentera berkelap-kelip, menunjukkan keberadaan ribuan orang yang hidup dalam ketidakpastian, ketakutan, dan kemarahan."Semuanya akan berubah segera..." bisik Seraphine pada dirinya sendiri, matanya menyipit saat memandang ke arah barat, di mana benteng Raja Rehan berdiri kokoh. Benteng yang dulu menjadi lambang kekuasaan absolut Karstiel, kini menjadi simbol dari sebuah rezim yang mulai goyah. "Saat malam panjang berakhir, hanya mereka yang siap menghadapi kegelapan yang akan tetap berdiri."Dia berbalik ketika suara langkah kaki menggema di belakangnya. Dari bayang-bayang, seorang pria berperawakan tinggi d
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

bab 27: Bidak-Bidak yang Berjatuhan

Malam yang sunyi dipecahkan oleh raungan tanduk perang yang melengking tajam. Di bawah langit Edholm yang gelap, barisan pasukan bergerak dengan diam-diam menuju Benteng Ruther, salah satu pos utama yang menjaga jalur masuk menuju kota utama. Pasukan Raja Rehan berbaris dalam formasi ketat, baju zirah mereka berkilau redup di bawah cahaya bulan. Mereka bergerak seperti bayangan, tanpa suara, tanpa ampun, siap menghantam dengan kekuatan penuh.Di tengah-tengah barisan itu, Jenderal Terek memimpin dengan sorot mata dingin. Rambut putihnya berkibar tertiup angin malam, dan wajahnya yang penuh bekas luka tidak menunjukkan emosi apa pun selain determinasi. Perintah dari Rehan sudah jelas: hancurkan benteng ini, buat Edholm sadar bahwa mereka masih lemah, dan kirim pesan kepada Seraphine bahwa setiap langkah yang salah akan dibayar dengan darah."Kita bergerak cepat," gumamnya kepada kapten di sampingnya. "Tidak ada tawanan. Pastikan semua penghuni benteng dihancurkan sebelum mereka sempat
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

bab 28: Rencana dalam Rencana

Pagi yang tenang di Edholm terasa mencekam setelah berita jatuhnya Benteng Ruther menyebar bagaikan api yang tak terkendali. Pasar-pasar yang biasanya ramai berubah sunyi; para pedagang dan penduduk menyembunyikan ketakutan di balik wajah mereka. Para bangsawan dan tuan tanah saling bertukar bisik, penuh kekhawatiran tentang masa depan mereka di tengah pergolakan yang semakin tak terelakkan. Di atas semuanya, bayang-bayang kekuasaan Seraphine menggantung bagaikan ancaman yang tak terlihat.Di dalam istananya, di pusat distrik, Lady Seraphine duduk di kursi singgasana pribadinya—sebuah ruangan megah dengan dinding-dinding dihiasi tapestry berwarna merah darah dan emas, lambang kekuasaan Karstiel yang kini dia pegang erat. Rapat darurat dengan para panglima, penasihat, dan agen-agen rahasia yang setia kepadanya berlangsung dalam ketegangan. Mata mereka menatap wanita itu dengan penuh harap, meski sebagian besar dari mereka tak bisa menyembunyikan rasa taku
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

bab 29: Jerat dalam Bayangan

Di dalam sebuah ruang bawah tanah tersembunyi di Distrik Myrdan, sekelompok orang yang terdiri dari berbagai kalangan—petani, pengrajin, mantan prajurit, dan bahkan beberapa bangsawan rendah—berkumpul dalam keheningan yang mencekam. Cahaya redup dari lentera tua di langit-langit menyinari wajah-wajah yang penuh ketakutan, amarah, dan harapan. Mereka semua tahu bahwa pertemuan ini bisa berarti akhir hidup mereka jika diketahui oleh pihak yang salah.Di depan mereka, seorang pria dengan jubah gelap dan topeng logam berdiri di atas sebuah peti kayu besar. Suaranya rendah dan tegas saat ia berbicara, namun penuh dengan karisma yang membuat setiap kata terasa bagaikan komando yang tak bisa diabaikan.“Saudara-saudara sekalian,” ucap pria bertopeng itu. “Waktunya sudah tiba. Pasukan Raja Rehan telah merebut Benteng Ruther, tetapi itu hanyalah awal dari penderitaan kita jika kita tidak bertindak sekarang.”Seorang wanita tua dari barisan belakang mengangkat tangannya. “Tapi apa yang bisa kit
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more

bab 30: Pemberontakan Api dan Besi

Kota Myrdan, yang biasanya dipenuhi dengan asap pabrik dan suara dentang logam, malam itu berubah menjadi medan pertempuran yang penuh ketegangan. Di bawah selubung gelap malam, kelompok-kelompok kecil pemberontak bergerak dalam diam di sepanjang gang-gang sempit, menyelinap dari satu tempat ke tempat lainnya. Cahaya obor terlihat berkerlap-kerlip di kejauhan, di mana patroli pasukan Rehan mengawasi dengan waspada.Arlen memimpin kelompoknya ke dekat gudang persediaan utama di Distrik Utara. Bangunan besar yang terbuat dari batu bata merah itu kini dijaga oleh beberapa prajurit berseragam hitam, lambang kekuasaan Rehan yang baru saja mencengkeram kota ini. Mata mereka tajam, senjata terhunus, siap menghadapi serangan apa pun.Namun, Arlen tahu bahwa yang akan mereka lakukan bukan serangan frontal. Dia berlutut di samping beberapa rekan pemberontaknya, berbicara dengan suara berbisik namun penuh semangat.“Ingat, jangan ada suara. Kita tidak punya cukup ora
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more
PREV
12345
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status