Home / Fantasi / Dewi Medis Kesayangan Kaisar / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Dewi Medis Kesayangan Kaisar: Chapter 111 - Chapter 120

188 Chapters

Bab 111 - Hanya Sebuah Rasa Sakit Yang Menyiksa

Yinlan berjalan tanpa suara di tengah kegelapan malam, rambutnya berlibar ke belakang diterpa angin kencang yang dingin. Langkah kaki membawanya ke Ruang Baca Kaisar, menidurkan penjaga di luar pintu menggunakan bubuk bius yang dibuatnya sendiri. Yinlan membuka pintu itu, berderit pelan, suaranya nyaris tak terdengar. Dia berjalan perlahan melewati lorong menuju ruang baca Jing Xuan. Yinlan tahu Mao Lian tidak ada di sini pada malam hari lebih dari jam sepuluh. Dia sengaja datang diam-diam untuk bertemu dengan Jing Xuan. Tubuhnya berhenti bergerak begitu tiba di ruang baca. Jing Xuan berdiri dengan jubah hitamnya, membelakanginya, seolah sudah tahu dia akan datang malam ini. Yinlan memberanikan diri melangkah ke depan. “Berhenti di situ.” Jing Xuan tiba-tiba berkata dengan dingin. Yinlan menghentikan langkahnya, tatapannya berubah sendu, dia bergumam, “Jing Xuan.” Jing Xuan berbalik dan menatapnya yang sudah hampir menangis, tatapan datar dan ekspresi kosongnya itu membuat Yi
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 112 - Sesuatu Yang Lain

Begitu tiba di sana, Liu Xingsheng melihat A-Yao dan Zhu Yan yang menunggu dengan raut cemas. A-Yao segera menghampirinya begitu melihat ia menggendong tubuh Yinlan yang sangat lemah. “Selir, apa yang terjadi padamu?” A-Yao berseru panik. Zhu Yan mengikuti di belakang Liu Xingsheng saat pria itu membawa Yinlan masuk ke dalam dan membaringkannya di atas ranjang. “Dia pingsan karena kehabisan darah.” Liu Xingsheng menjawab singkat. Zhu Yan menatap tak percaya, “Kenapa? Kenapa dia sampai kehabisan darah?” ‘Dia tidak mungkin melakukannya, karena dia yang paling tahu kalau darah itu tidak akan cukup membantu. Kenapa? Kenapa dia melalukannya?’ Zhu Yan berpikir keras dalam hati. “Pokoknya, buatkan dia sup ginseng untuk mengembalikan staminanya.” Liu Xingsheng menghela napas pelan, berjalan meninggalkan Paviliun Hua Rong. Namun, langkahnya terhenti karena mendengar Yinlan memanggilnya dengan suaranya yang lemah. Liu Xingsheng berbalik dan kembali mendekat, dia bertanya, “Apa yang sed
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 113 - Kembali Dicurigai

Zhu Yan kembali ke Paviliun Hua Rong tepat saat matahari terbit. Dia butuh waktu yang cukup lama untuk menyusuri tempat berbahaya itu. A-Yao meletakkan teko teh di atas meja, Zhu Yan duduk di kursinya sambil menyesap teh yang baru saja disiapkan A-Yao. Sementara Yinlan sudah duduk di depannya, menunggu informasi seperti apa yang Zhu Yan dapatkan dari misi rahasia yang mendadak itu. “Apakah kau menemukannya?” tanya Yinlan. Zhu Yan mengeluarkan botol kecil yang kosong. Yinlan mencium aromanya sedikit. Dia menatap Zhu Yan dengan heran. “Dilihat dari seberapa kotornya botol ini, kau pasti menemukannya terkubur di dalam tanah. Lalu, aroma racun akonit tercium begitu botolnya dibuka, meski isinya sudah kosong, dapat diketahui itu adalah dosis sedang.” Yinlan meletakkan botol itu di atas meja. Zhu Yan mengangguk, “Aku menemukan benda itu di taman sebelah kamar Ning'er. Ada pohon persik di sana, dan yang ganjal adalah, tidak ada salju yang menutupi tanah di bawah pohon itu. Aku menggali
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 114 - Amatiran

Mata Jing Xuan terbuka perlahan, dia beringsut duduk dan mengedarkan pandangannya ke sekitar. “Kau sudah bangun. Bagaimana keadaanmu, Yang Mulia?” Dia hanya melihat Mao Lian yang langsung menanyakan keadaannya. Dia tidak menjawab hingga beberapa saat dan Mao Lian meninggalkan kamarnya. Jing Xuan menggeser posisi duduknya ke belakang dan bersandar di sana. Dia ingat apa yang terjadi semalam sebelum pingsan karena racunnya kembali kambuh. Dia juga yakin, saat itu, Yinlan melihat semuanya. Karena itu begitu bangun, dia berharap melihat wanita itu ada di dekatnya. Tapi untuk apa? Jing Xuan menggeram, ‘Untuk apa aku mengharapkan kehadirannya?’ Dia juga ingat, semalam, saat hampir menciumnya lagi, detak jantungnya berdebar, dia berpikir itu adalah cinta, namun kemudian, debaran itu berubah menjadi rasa yang menyakitkan. Dia dibuat kembali tidak yakin, ‘Apakah aku benar-benar menyukainya? Atau hanya berharap bisa mendapatkan kesembuhan darinya?’ Pintu kembali terbuka dan Mao Lian su
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 115 - Surat Penuh Kasih Sayang Persahabatan

Sekembalinya dari Ruang Baca Jing Xuan, Liu Xingsheng langsung pergi ke Paviliun Hua Rong untuk menemui Yinlan dan membicarakan keberangkatan Shangguan Yan dan Shangguan Zhi. “Mereka berangkat menuju Kota Jinghe. Tempat di mana kemungkinan terbesar Teratai Hitam itu tumbuh.” Yinlan tertegun. Waktu itu akan segera datang. Dia menyiapkan semuanya dengan baik. Yinlan mengangguk pelan.“Dan juga …, kau harus berhati-hati.” Liu Xingsheng memperingatinya. “Soal apa?” “Yang Mulia sudah mulai curiga pada kita. Aku yakin, hanya soal waktu dia menemukan sesuatu tentang dupa pemikat itu, dan racun akonit di dalamnya. Aku tidak sempat berbicara padanya mengenai menghindari Permaisuri untuk sementara waktu, karena dia selalu memojokkanku dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan penyakitnya yang semakin sering datang.” Liu Xingsheng menjelaskan. Yinlan mengangguk-angguk, “Lalu, apakah sekarang kondisinya membaik?” “Dia baik-baik saja, darahmu sudah menekan racunnya, tid
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 116 - Masa-masa Yang Krusial

Dua ekor kuda melesat beriringan di tengah hutan. Seekor kuda berwarna hitam pekat, seekor yang lainnya berwarna coklat gelap. Di atas kuda hitam itu, Shangguan Zhi berteriak sambil mengentakkan tali kekang, kuda berlari lebih cepat, meninggalkan Shangguan Yan yang menunggangi kuda coklat, jauh tertinggal di belakangnya. Hanya berjarak sekitar dua ratus meter sejak kudanya berlari mendahului Shangguan Yan, Shangguan Zhi berhenti tiba-tiba. Shangguan Yan memutuskan menghentikan kudanya di samping Shangguan Zhi dan bertanya, “Ada apa?” Shangguan Zhi mengangkat tangannya dan menunjuk sebuah penginapan di tengah hutan tak jauh dari tempat mereka berhenti. Seperti menyadari apa yang dimaksud adiknya, Shangguan Yan mendongak, “Ini masih terlalu dini untuk bermalam, bukan?” matanya menyipit melihat matahari bersinar sedikit ke barat. “Baru pukul dua siang.”Shangguan Zhi menepuk dahinya, “Kita sudah berjam-jam berada di punggung kuda setelah meninggalkan Ibukota. Kau tidak lapar? Lupa k
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 117 - Pahlawan Yang Sesungguhnya

Shangguan Yan berusaha menggapai tangan adiknya di tengah kekacauan itu. Dia berseru-seru memanggil namanya, namun Shangguan Zhi tetap tak memberi respon. “Sial!” Shangguan Yan menghunuskan pedangnya untuk menyingkirkan burung-burung itu. Hal yang sama dilakukan oleh beberapa pendekar yang berada di ruangan yang sama dengannya. Jumlah burung yang ada di dalam penginapan mulai berkurang setelah berlangsung tiga puluh menit. Shangguan Yan meletakkan sebelah tangannya di atas kepala sebagai respon perlindungan diri. Kegelapan berangsur hilang setelah semua burung itu pergi. Meninggalkan kekacauan besar di antara bulu-bulu hitamnya yang berterbangan dan meja dan kursi yang berserakan, makanan terjatuh dan mangkuk-mangkuk pecah. Shangguan Yan mengatur napasnya yang menderu, matanya membulat terkejut melihat tubuh-tubuh pendekar yang terlibat kekacauan ini tergeletak tak sadarkan diri. “Hei, bangunlah!” Shangguan Yan memeriksa salah satunya dan menemukan mereka hanya pingsan. Shanggu
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 118 - Buah Tangan

Istana Mingyue. Setelah memasuki kamar Permaisuri, Zhu Yan diminta oleh Permaisuri untuk melaporkan apa saja yang terjadi di Paviliun Hua Rong sepanjang hari kemarin. Sebelum menjelaskan, Zhu Yan melirik Ning'er yang berdiri di sebelah kiri kursi Permaisuri. Pelayan itu hanya diam dan patuh berdiri di sana tanpa melakukan apa pun dan tak bergerak walau semili. Hatinya merasa tak nyaman ketika melihat Ning'er dengan tatapan yang berbeda itu.Zhu Yan membungkukkan tubuhnya, “Tidak ada apa pun yang terjadi, Yang Mulia.” BRAK! “Jangan berbohong!” Permaisuri memukul meja bahkan sebelum kalimat terakhirnya selesai terdengar. Dengan cepat, mata Zhu Yan melihat ke arah Ning'er yang berdiri di belakang Permaisuri. Sepersekian detik berikutnya, mata Zhu Yan sudah membelalak ketika menyadari posisi berdiri Ning'er bergeser beberapa centi dari tempat sebelumnya. Dengan tangan gemetar dan wajah yang tegang seperti menahan ketakutan. Zhu Yan menyipitkan mata. Tentu saja Ning'er tidak akan
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 119 - Tusuk Rambut Sepenuh Hati

Jing Xuan sedang duduk di ruang bacanya sambik mengurus beberapa pekerjaan. Mao Lian membacakan laporan menteri dari dua hari yang lalu ketika dirinya sakit. Di wilayah Bingzhou dan Jizhou mulai dilanda bencana alam yang cukup parah sejak awal musim dingin. Longsor salju merusak jalan di pegunungan dan mengubur beberapa desa dan merenggut korban jiwa. Pekerjaan-pekerjaan semacam itu sudah tertunda selama dua hari, bantuan dikirim terlambat, Mao Lian sibuk mengantarkan surat kekaisaran untuk mengatur keperluan pangan dan barang-barang lain untuk dikirim ke kota-kota terdampak bencana tersebut. Hampir tidak ada waktu baginya untuk berurusan dengan hal lain selama dua hari terakhir.Bahkan Jing Xuan, begitu merasa tubuhnya sudah lebih baik, dia segera memegang dokumen-dokumen itu dan kembali bekerja. Sesekali memijat pelipisnya yang terasa pening dan berat, Jing Xuan terlihat fokus melakukan pekerjaannya semelelahkan apa pun itu. Bagi Kaisar, yang terpenting adalah rakyat. Selama ra
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 120 - Menyayangimu Sebagai Dewi-nya

Liu Xingsheng menerbangkan merpati pertamanya setelah kembali dari Nanzhou. Dia terus memikirkan kalimat Xi Feng sore ini. Dan memutuskan segera menulis surat untuk menyuruh kakak-beradik itu berhenti di tempat dan tidak bergerak sebelum perintah berikutnya dikirimkan. Liu Xingsheng juga memberitahu tentang kemungkinan perjalanan itu berbahaya jika dilanjutkan, bahkan memberitahu kalau Teratai Hitam tidak akan tumbuh di Jinghe, meski dia belum memercayai sepenuhnya itu benar atau tidak. Dia terdiam memandangi bulan yang tertutup awan gelap. Napasnya berhembus pelan, “Yang terlihat, belum tentu yang terjadi. Apa yang sebenarnya ingin kau sampaikan padaku, Xi Feng? Apa dua kesalahan itu?” Gumamnya pelan. Ketukan pintu terdengar berkali-kali, seorang pelayan muncul dan memanggilnya, “Tabib Liu.” Liu Xingsheng berbalik, “Ada apa?” “Tuan Mao ingin bertemu denganmu.” “Mao Lian?” Liu Xingsheng kembali ke tempat duduknya. “Biarkan dia masuk.” Pelayan tersebut menghilang di balik pintu,
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
19
DMCA.com Protection Status