Home / Fantasi / Dewi Medis Kesayangan Kaisar / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Dewi Medis Kesayangan Kaisar: Chapter 101 - Chapter 110

218 Chapters

Bab 101 - Anak Laki-laki Bernama Han Zheng

Hujan salju kembali turun keesokan harinya. Pada pagi hari yang masih redup, di dalam sebuah bangunan bobrok yang hanya memiliki sehelai karung goni sebagai pintunya, beberapa anak pengemis tidur bergelung sambil saling memeluk satu sama lain. Di dalam bangunan kumuh itu, ada seorang gadis remaja usia awal dua puluhan yang menjaga anak-anak ini. Dia masih mengenakan pakaian pelayan istana. Saat ini, gadis itu sibuk menyalakan perapian demi menjaga suhu ruangan agar tetap hangat. Dalam hati, dia merasa cemas karena angin kencang di luar sana menerbangkan karung goni yang menutupi pintu mereka. Membuat butir salju menerobos masuk ke dalam kamar dan angin menerbangkannya hingga ke seluruh ruangan. Dia terpaksa menahan karung itu dengan bantuan benda yang besar seperti kursi dan meja makan. Dengan begitu, angin di luar sana tak bisa lagi masuk ke dalam dan membuat anak-anak ini tidur dalam keadaan kedinginan. Setelah urusan dengan perapian dan pintu selesai, dia berdiri di depan lema
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

Bab 102 - Teruslah Terpikat Padaku

Jing Xuan menyeruput teh miliknya, kemudian meletakkannya kembali di atas meja. Tangan kirinya mengangkat sebuah dokumen laporan, matanya sibuk membaca isi laporan tersebut. Saat pintu terbuka, Jing Xuan langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu, melihat Mao Lian berjalan mendekat. “Apakah sudah menemukannya?” tanya Jing Xuan. Mao Lian menggeleng, dia duduk di tempatnya dan menyenderkan tubuh, hembusan napasnya terdengar cukup kencang. “Kau begitu kelelahan?” Jing Xuan tersenyum mengejek, dia mengangkat sebuah kendi arak dari dalam laci mejanya, kemudian meletakkannya di atas meja. “Aku memberimu hadiah.” Mao Lian langsung duduk tegak, dia berdeham pelan, lalu melapor, “Sejak keluar dari Nanzhou, tidak ditemukan lagi jejaknya di mana pun, Yang Mulia. Pasukan Jenderal Nanzhou yang mengejarnya juga kehilangan jejak di daerah Tingzhou.” “Lalu, terakhir kali empat hari yang lalu, seorang warga sipil di Youzhou sepertinya sakit parah, lalu seorang tabib menyembuhkannya. Dia ber
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

Bab 103 - Hal Yang Wajar

Tiga hari berikutnya, saat hari pengobatan itu kembali datang, Yinlan bersiap-siap hendak pergi ke Ruang Baca untuk menemui Jing Xuan. Namun, di depan kediamannya sendiri, dia melihat Mao Lian sedang menunggunya sambil melihat ikan di kolam teratai. Yinlan menghampirinya, “Selamat pagi, Tuan Mao.” Seharusnya dia juga bertanya, ‘Kenapa ada di sini?’ Tapi karena Mao Lian lebih dulu membalik tubuhnya dan mengatakan permintaan maaf padanya, Yinlan mengurungkan niatnya yang hendak lanjut bertanya. “Maaf, Selir. Hari ini, Yang Mulia mengundang tabib lain untuk melakukan pengobatannya.” Mao Lian mengatakannya dengan penuh rasa bersalah. Justru Yinlan yang menanggapinya cukup santai, bahkan sempat tersenyum, “Baguslah, kalau begitu. Dia mendapat pengobatan dari orang yang lebih berpengalaman dari pada aku.” “Kau baik-baik saja, Selir?” Mao Lian menatapnya lamat-lamat. Yinlan mengangguk riang, “Kalau begitu, ayo kita temui dia.” “Eh, tapi …,” Mao Lian menghentikan langkahnya, dia menu
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 104 - Pencuri Kacang

Liu Xingsheng berdiri di depan Toko Obat Qiuyue setelah mendapat undangan dari Shangguan Zhi. Sehari setelah pulang, dia langsung dipanggil Yang Mulia Kaisar untuk menggantikan Yinlan melakukan pengobatan. Esok paginya, Shangguan Zhi memintanya datang ke Toko Obat Qiuyue untuk mendiskusikan sesuatu. Kini, dia sudah berada di tempat itu, Pengurus Toko membawanya masuk. Dia bahkan bertemu lagi dengan Han Zheng, bocah laki-laki yang mengantarnya pulang ke Ibu Kota itu. Juga ada Shangguan Yan. Pria itu duduk santai mengupas kulit kacang di ruangan yang dipilih Shangguan Zhi untuk mengobrol dengannya. Liu Xingsheng berdecak kesal, “Kenapa kau ada di sini?” “Kawan …, harusnya aku yang bertanya, untuk apa kau berada di tempat adikku sepagi ini?” Shangguan Yan menyeringai lebar. Liu Xingsheng meraup kacang yang sudah dikupas dari depan Shangguan Yan dan memakannya. Shangguan Yan melotot kesal, “Sudah susah payah aku mengupasnya, kenapa malah kau yang menghabiskannya?” dia bersungut-sun
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 105 - Adikku Yang Baik

Siang hari, begitu bangun dari tidurnya, Yinlan mendengar keributan dari luar paviliunnya. Dia keluar untuk melihatnya. Betapa terkejutnya ia, melihat A-Yao tersungkur dengan tubuh basah kuyup dan gemetar kedinginan. Yinlan segera menghampirinya di bawah tatapan mengejek para pelayan di kediamannya. Yinlan segera membantu A-Yao berdiri, dia menyelimutinya dengan jubah berbulu yang dia pakai. “Apa yang terjadi, A-Yao?” A-Yao tidak mampu berbicara dengan bibirnya yang bergetar dan pucat. Yinlan menatap dua orang pelayan dari Istana Mingyue yang membawa mangkuk besar yang kosong. Dengan nada meremehkan, mereka berkata, “Dia pantas mendapatkannya, Selir.” Yinlan mengernyit heran, “Kesalahan apa yang dia lakukan, sampai-sampai kalian berbuat seperti ini padanya?” Dia bertanya datar. “Dia menolak saat aku memintanya membangunkanmu. Jadi, kami terpaksa memakai cara kasar. Rupanya dia sangat setia, ya …, kepada majikan udiknya ini.” Permaisuri muncul dari belakang dua pelayan itu. “Xie
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 106 - Kesetiaan Yang Selalu Diuji

Di lantai tiga Paviliun Longwei, tepat setelah melihat Liu Xingsheng mengangkat tubuh Yinlan, Jing Xuan tak sengaja menjatuhkan cangkir tehnya, suara nyaring terdengar, pecahannya berserakan di lantai. Mao Lian berdiri dengan terkejut, “Yang Mulia, kau baik-baik saja?” bergegas menghampirinya. Jing Xuan menggeleng, wajahnya tiba-tiba terlihat pucat, meringis menahan rasa sakit yang tak bisa dijelaskan. Tangannya mengepal gemetar. Rasa sakit yang sudah lama tak ia rasakan itu muncul lagi. Jing Xuan berdiri untuk menjajal tenaganya sendiri. Tubuhnya malah terjatuh bahkan sebelum sempat mencapai posisi setengah berdiri. “Yang Mulia!” Mao Lian memapahnya dan membantunya duduk di kursi panjang itu. Mao Lian menyingkirkan meja catur yang ada di tengahnya supaya Jing Xuan bisa meluruskan kakinya. Wajahnya terlihat cemas, dia memeriksa suhu tubuh Jing Xuan. “Yang Mulia. Apakah penyakitmu kambuh lagi?” Mao Lian bertanya cemas. “Berikan obat itu padaku, Mao Lian.” Jing Xuan berkata deng
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 107 - Hanya Berpihak Pada Siapa Pun Yang Menguntungkan

Di tengah malam, di tengah guguran salju dan irama desiran angin melewati pepohonan, Yinlan membiarkan jendela kamarnya terbuka, membuat angin sejuk berhembus masuk ke dalam dan menyibak rambut panjangnya. Yinlan sedang duduk di meja rias, matanya terpejam dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya. Meski duduk di depan meja rias, Yinlan tidak menghadap ke depan meja rias dan menatap cermin, justru menghadap ke samping di mana Jing Xuan dengan lembut menyentuh dagunya. Hembusan napasnya yang hangat mengusir angin sejuk yang menerpa punggungnya, Yinlan sama sekali tidak terganggu. Jing Xuan memegang sebuah kuas rias kecil untuk menggambar alis. Dia melakukannya secara pribadi untuk menggambar alis Xie Yinlan. “Kau yakin bisa melakukannya, Yang Mulia?” Yinlan bertanya tak yakin. “Jangan bergerak, nanti warna hitamnya akan keluar dari jalur.” Jing Xuan berkata pelan, dengan lembut dan penuh kasih sayang mengusap alis Yinlan dengan kuas kecil berisi bubuk hitam pekat itu. Lima men
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Bab 108 - Seorang Penolong

Di musim yang dingin ini, setiap orang senang menghabiskan waktu di dalam kamar dan ditemani perapian yang hangat. Para pelayan akan menghidangkan sup buah yang hangat dan menghangatkan perut. Seperti yang dilakukan Ning'er saat ini. Istana Mingyue tampak senyap setelah beberapa saat. Karena Kaisar sedang berada di sana, tidak ada pelayan yang berani mendekat kecuali Ning'er yang diperintahkan Permaisuri untuk membuatkan sup buah hangat untuk Yang Mulia. Jing Xuan berada di dalam kamar Xie Qingyan, bertujuan untuk menemani Qingyan yang sedang melukis. Dia bahkan tak segan menggilingkan tinta untuknya. Permaisuri sedang memiliki suasana hati yang baik untuk melukis pemandangan Sungai Hong. Katanya, sungai panjang ini diberi nama demikian karena airnya pernah berwarna merah pekat pada suatu peperangan besar ratusan tahun lalu. Sungai itu berada di Perbatasan Utara, tempat Keluarga Adipati Xie pernah memimpin peperangan belasan tahun lalu, peperangan yang terjadi saat Kaisar masih j
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Bab 109 - Memilih Kain

Pada hari di mana matahari bersinar hangat ini, meski pun salju tidak pernah mencair sejak kemarin, tidak menyurutkan rasa semangat di hati penghuni istana. Sebentar lagi tahun baru, secara khusus, Kaisar menurunkan titah untuk bawahannya agar menyiapkan perayaan tahun baru di Istana. Bergerbong-gerbong bahan makanan dikirim dari luar untuk memenuhi gudang dapur. Mulai dari daging, ikan, telur hingga sayuran dan buah-buahan. Berbagai macam jenis kain dengan berbagai warna dan kualitas juga dimasukkan ke Departemen Pakaian Istana. Kain-kain itu nantinya akan dibuatkan pakaian untuk keluarga Kekaisaran. Secara khusus, Kaisar juga menurunkan titah bagi para wanita di Istana untuk memilih sendiri kain mana yang akan dipakai untuk perayaan tahun baru nanti. Gudang kain di Departemen Pakaian sangat besar. Pada saat yang bersamaan, Xie Qingyan datang beberapa menit lebih dulu dari kedatangan Yinlan. Sementara di dalam sana sudah ada Selir Agung Qin yang ditemani putranya, Pangeran Chi.
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Bab 110 - Perbincangan Rahasia di Istana Dingin

Setelah kedua orang itu meninggalkan Gudang Kain, Yinlan tak mampu lagi menahan tawanya. “Benar-benar wanita yang mudah tertipu.” A-Yao menatapnya tidak mengerti. “Aku tahu Permaisuri akan memilih kain merah ini, A-Yao. Karena itulah, aku sengaja memuji kain itu, mengatakan dia sangat pantas memakainya.” Yinlan langsung menjelaskan begitu melihat wajah A-Yao yang masam. “Lalu, hanya karena kau menyuruhnya memakai warna itu, maka dia akan menolaknya?” A-Yao menebak. Yinlan mengangguk, “Dia itu orang yang sangat tidak mau kalah. Begitu mendengar aku sependapat dengannya, dia tidak akan menginginkan kain itu lagi. Hanya saja aku tidak menyangka, dia akan sembarang memilih kain yang benar-benar begitu buruk.” A-Yao terkekeh, “Apakah kau sudah merencanakannya?” “Lihat saja nanti, saat dia dipandangi seluruh tamu undangan saat perayaan tahun baru nanti. Pakaiannya yang polos itu pasti mengundang teguran dari sebagian besar bangsawan. Akan menganggapnya lebih buruk dari putri-putri mer
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more
PREV
1
...
910111213
...
22
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status