Begitu tiba di sana, Liu Xingsheng melihat A-Yao dan Zhu Yan yang menunggu dengan raut cemas. A-Yao segera menghampirinya begitu melihat ia menggendong tubuh Yinlan yang sangat lemah. “Selir, apa yang terjadi padamu?” A-Yao berseru panik. Zhu Yan mengikuti di belakang Liu Xingsheng saat pria itu membawa Yinlan masuk ke dalam dan membaringkannya di atas ranjang. “Dia pingsan karena kehabisan darah.” Liu Xingsheng menjawab singkat. Zhu Yan menatap tak percaya, “Kenapa? Kenapa dia sampai kehabisan darah?” ‘Dia tidak mungkin melakukannya, karena dia yang paling tahu kalau darah itu tidak akan cukup membantu. Kenapa? Kenapa dia melalukannya?’ Zhu Yan berpikir keras dalam hati. “Pokoknya, buatkan dia sup ginseng untuk mengembalikan staminanya.” Liu Xingsheng menghela napas pelan, berjalan meninggalkan Paviliun Hua Rong. Namun, langkahnya terhenti karena mendengar Yinlan memanggilnya dengan suaranya yang lemah. Liu Xingsheng berbalik dan kembali mendekat, dia bertanya, “Apa yang sed
Zhu Yan kembali ke Paviliun Hua Rong tepat saat matahari terbit. Dia butuh waktu yang cukup lama untuk menyusuri tempat berbahaya itu. A-Yao meletakkan teko teh di atas meja, Zhu Yan duduk di kursinya sambil menyesap teh yang baru saja disiapkan A-Yao. Sementara Yinlan sudah duduk di depannya, menunggu informasi seperti apa yang Zhu Yan dapatkan dari misi rahasia yang mendadak itu. “Apakah kau menemukannya?” tanya Yinlan. Zhu Yan mengeluarkan botol kecil yang kosong. Yinlan mencium aromanya sedikit. Dia menatap Zhu Yan dengan heran. “Dilihat dari seberapa kotornya botol ini, kau pasti menemukannya terkubur di dalam tanah. Lalu, aroma racun akonit tercium begitu botolnya dibuka, meski isinya sudah kosong, dapat diketahui itu adalah dosis sedang.” Yinlan meletakkan botol itu di atas meja. Zhu Yan mengangguk, “Aku menemukan benda itu di taman sebelah kamar Ning'er. Ada pohon persik di sana, dan yang ganjal adalah, tidak ada salju yang menutupi tanah di bawah pohon itu. Aku menggali
Mata Jing Xuan terbuka perlahan, dia beringsut duduk dan mengedarkan pandangannya ke sekitar. “Kau sudah bangun. Bagaimana keadaanmu, Yang Mulia?” Dia hanya melihat Mao Lian yang langsung menanyakan keadaannya. Dia tidak menjawab hingga beberapa saat dan Mao Lian meninggalkan kamarnya. Jing Xuan menggeser posisi duduknya ke belakang dan bersandar di sana. Dia ingat apa yang terjadi semalam sebelum pingsan karena racunnya kembali kambuh. Dia juga yakin, saat itu, Yinlan melihat semuanya. Karena itu begitu bangun, dia berharap melihat wanita itu ada di dekatnya. Tapi untuk apa? Jing Xuan menggeram, ‘Untuk apa aku mengharapkan kehadirannya?’ Dia juga ingat, semalam, saat hampir menciumnya lagi, detak jantungnya berdebar, dia berpikir itu adalah cinta, namun kemudian, debaran itu berubah menjadi rasa yang menyakitkan. Dia dibuat kembali tidak yakin, ‘Apakah aku benar-benar menyukainya? Atau hanya berharap bisa mendapatkan kesembuhan darinya?’ Pintu kembali terbuka dan Mao Lian su
Sekembalinya dari Ruang Baca Jing Xuan, Liu Xingsheng langsung pergi ke Paviliun Hua Rong untuk menemui Yinlan dan membicarakan keberangkatan Shangguan Yan dan Shangguan Zhi. “Mereka berangkat menuju Kota Jinghe. Tempat di mana kemungkinan terbesar Teratai Hitam itu tumbuh.” Yinlan tertegun. Waktu itu akan segera datang. Dia menyiapkan semuanya dengan baik. Yinlan mengangguk pelan.“Dan juga …, kau harus berhati-hati.” Liu Xingsheng memperingatinya. “Soal apa?” “Yang Mulia sudah mulai curiga pada kita. Aku yakin, hanya soal waktu dia menemukan sesuatu tentang dupa pemikat itu, dan racun akonit di dalamnya. Aku tidak sempat berbicara padanya mengenai menghindari Permaisuri untuk sementara waktu, karena dia selalu memojokkanku dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan penyakitnya yang semakin sering datang.” Liu Xingsheng menjelaskan. Yinlan mengangguk-angguk, “Lalu, apakah sekarang kondisinya membaik?” “Dia baik-baik saja, darahmu sudah menekan racunnya, tid
Dua ekor kuda melesat beriringan di tengah hutan. Seekor kuda berwarna hitam pekat, seekor yang lainnya berwarna coklat gelap. Di atas kuda hitam itu, Shangguan Zhi berteriak sambil mengentakkan tali kekang, kuda berlari lebih cepat, meninggalkan Shangguan Yan yang menunggangi kuda coklat, jauh tertinggal di belakangnya. Hanya berjarak sekitar dua ratus meter sejak kudanya berlari mendahului Shangguan Yan, Shangguan Zhi berhenti tiba-tiba. Shangguan Yan memutuskan menghentikan kudanya di samping Shangguan Zhi dan bertanya, “Ada apa?” Shangguan Zhi mengangkat tangannya dan menunjuk sebuah penginapan di tengah hutan tak jauh dari tempat mereka berhenti. Seperti menyadari apa yang dimaksud adiknya, Shangguan Yan mendongak, “Ini masih terlalu dini untuk bermalam, bukan?” matanya menyipit melihat matahari bersinar sedikit ke barat. “Baru pukul dua siang.”Shangguan Zhi menepuk dahinya, “Kita sudah berjam-jam berada di punggung kuda setelah meninggalkan Ibukota. Kau tidak lapar? Lupa k
Shangguan Yan berusaha menggapai tangan adiknya di tengah kekacauan itu. Dia berseru-seru memanggil namanya, namun Shangguan Zhi tetap tak memberi respon. “Sial!” Shangguan Yan menghunuskan pedangnya untuk menyingkirkan burung-burung itu. Hal yang sama dilakukan oleh beberapa pendekar yang berada di ruangan yang sama dengannya. Jumlah burung yang ada di dalam penginapan mulai berkurang setelah berlangsung tiga puluh menit. Shangguan Yan meletakkan sebelah tangannya di atas kepala sebagai respon perlindungan diri. Kegelapan berangsur hilang setelah semua burung itu pergi. Meninggalkan kekacauan besar di antara bulu-bulu hitamnya yang berterbangan dan meja dan kursi yang berserakan, makanan terjatuh dan mangkuk-mangkuk pecah. Shangguan Yan mengatur napasnya yang menderu, matanya membulat terkejut melihat tubuh-tubuh pendekar yang terlibat kekacauan ini tergeletak tak sadarkan diri. “Hei, bangunlah!” Shangguan Yan memeriksa salah satunya dan menemukan mereka hanya pingsan. Shanggu
Istana Mingyue. Setelah memasuki kamar Permaisuri, Zhu Yan diminta oleh Permaisuri untuk melaporkan apa saja yang terjadi di Paviliun Hua Rong sepanjang hari kemarin. Sebelum menjelaskan, Zhu Yan melirik Ning'er yang berdiri di sebelah kiri kursi Permaisuri. Pelayan itu hanya diam dan patuh berdiri di sana tanpa melakukan apa pun dan tak bergerak walau semili. Hatinya merasa tak nyaman ketika melihat Ning'er dengan tatapan yang berbeda itu.Zhu Yan membungkukkan tubuhnya, “Tidak ada apa pun yang terjadi, Yang Mulia.” BRAK! “Jangan berbohong!” Permaisuri memukul meja bahkan sebelum kalimat terakhirnya selesai terdengar. Dengan cepat, mata Zhu Yan melihat ke arah Ning'er yang berdiri di belakang Permaisuri. Sepersekian detik berikutnya, mata Zhu Yan sudah membelalak ketika menyadari posisi berdiri Ning'er bergeser beberapa centi dari tempat sebelumnya. Dengan tangan gemetar dan wajah yang tegang seperti menahan ketakutan. Zhu Yan menyipitkan mata. Tentu saja Ning'er tidak akan
Jing Xuan sedang duduk di ruang bacanya sambik mengurus beberapa pekerjaan. Mao Lian membacakan laporan menteri dari dua hari yang lalu ketika dirinya sakit. Di wilayah Bingzhou dan Jizhou mulai dilanda bencana alam yang cukup parah sejak awal musim dingin. Longsor salju merusak jalan di pegunungan dan mengubur beberapa desa dan merenggut korban jiwa. Pekerjaan-pekerjaan semacam itu sudah tertunda selama dua hari, bantuan dikirim terlambat, Mao Lian sibuk mengantarkan surat kekaisaran untuk mengatur keperluan pangan dan barang-barang lain untuk dikirim ke kota-kota terdampak bencana tersebut. Hampir tidak ada waktu baginya untuk berurusan dengan hal lain selama dua hari terakhir.Bahkan Jing Xuan, begitu merasa tubuhnya sudah lebih baik, dia segera memegang dokumen-dokumen itu dan kembali bekerja. Sesekali memijat pelipisnya yang terasa pening dan berat, Jing Xuan terlihat fokus melakukan pekerjaannya semelelahkan apa pun itu. Bagi Kaisar, yang terpenting adalah rakyat. Selama ra
A-Yao berlari ke dalam tanpa memedulikan apa pun lagi. Air mata mengaliri pipinya, wajahnya menunjukkan ketakutan yang seolah akan membunuhnya. A-Yao merentangkan kedua tangannya di depan Yinlan, menghadap kedua orang tua itu. Dengan suara tegas, dia berkata, “Jangan menyakiti Yang Mulia!” Adipati Xie terkejut dengan aksinya dan merasa terganggu. Dia berdiri dengan tangan terkepal. Di ambang pintu, Zhu Yan terlihat khawatir sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan. Sementara tanpa dia ketahui, Jing Xuan dan Mao Lian berdiri sedikit jauh di belakangnya. Mao Lian hendak merangsek maju, tapi Jing Xuan menahan lengannya, menggeleng pelan. “Mereka perlu ruang untuk menyelesaikan masalah di antara mereka.” Adipati Xie berdiri tepat di depan A-Yao. Tangan kanannya terangkat. A-Yao bergeming, mantap tidak bergeser sedikit pun dari posisinya. “Pelayan kurang ajar!” Adipati Xie berseru geram, tangan kanannya melayang, nyaris melesat menampar pipi gadis yang sudah bertekad akan melind
A-Yao sedang berada di dapur istana bersama Zhu Yan. Dia ingat semalam mabuk berat karena meminum arak cukup banyak. A-Yao satu kamar dengan Zhu Yan. Dia memuntahkan isi perutnya di samping ranjang, membuat Zhu Yan terbangun dari tidurnya. Zhu Yan terpaksa harus membantu A-Yao membersihkan bekas itu dan membuatkan sup pereda pengar. Esok harinya, Zhu Yan membawa A-Yao ke dapur istana untuk memberinya sup anti pengar lagi. Zhu Yan berkata, mungkin ada tamu yang akan mengunjungi Permaisuri. “Kenapa kau bisa begitu mabuk, A-Yao? Apakah Kaisar tidak memberitahumu, kalau hari ini akan kedatangan tamu penting Permaisuri.”“Siapa?” A-Yao bertanya dengan nada tak peduli. Zhu Yan mengangkat bahu. “Entahlah, Yang Mulia Kaisar hanya berpesan untuk meminta tamu itu langsung menemui Permaisuri saja tanpa perlu menunggunya. Karena itulah aku membawamu ke sini, A-Yao, untuk membantuku memilih teh jenis apa yang sebaiknya dihidangkan nanti?”A-Yao menghabiskan supnya, kemudian menghampiri Zhu Ya
Suara dentingan kecil terdengar saat dua kendi arak itu saling beradu. A-Yao mendongak sambil menenggak arak miliknya. Kemudian mengembuskan napas kasar, “Ah …, nikmat sekali menghangatkan tubuh dengan arak di cuaca yang sedingin ini!” A-Yao tersenyum lebar, menatap bintang-gemintang yang berpendar di atas sana. Langit gelap tampak indah dengan bulan sabit yang cemerlang. Mao Lian mengamatinya dari dekat, sudut bibirnya terangkat, “A-Yao, kau yakin bisa menghabiskan satu kendi itu sendirian?” dia takut gadis itu akan mabuk dan dimarahi Yinlan esok paginya. Tapi A-Yao tampaknya tidak peduli, menggeleng kencang, “Aku bisa menghabiskannya tanpa mengganggu pekerjaan! Lagi pula, Tuan Mao sendiri yang minta ditemani minum arak, kan?” Mao Lian terkekeh, “Aku sudah menyiapkan mangkuk kecil untukmu, aku tidak berpikir kau akan langsung menyambar kendinya.” “Diminum langsung lebih terasa nikmat! Buang saja mangkuk itu, aku tidak membutuhkannya.” A-Yao tertawa dengan mata terpejam. “A-Yao
Jing Xuan menutup pintu kamar dengan perlahan tanpa menimbulkan sedikit pun suara. Dia melihat Yinlan sudah meringkuk nyaman di atas tempat tidur. Mungkin takut suara pintu akan mengganggu tidurnya. Jing Xuan bahkan melangkah dengan sangat hati-hati agar tidak membangunkannya. “Jing Xuan, kau dari mana saja? Ini sudah hampir pukul sebelas tapi kau baru pulang?” suara Yinlan terdengar penuh selidik. Jing Xuan mematung—terkejut bahwa Yinlan masih terjaga, mulutnya menyeringai lebar, “Aku baru selesai mengurus pekerjaan.” “Apa? Pekerjaan? Benarkah? Sepanjang siang selama kau pergi dengan Mao Lian, aku menerima sebanyak sepuluh laporan dokumen mendesak dari tujuh orang menteri. Mereka bilang Yang Mulia tidak terlihat sejak meninggalkan Aula Pertemuan. Mereka mencarimu hingga ke sini demi urusan-urusan pekerjaan yang kau katakan itu.” Yinlan tampak beringsut duduk, wajahnya keluar dari selembar selimut, memberikan tatapan menyipit yang menakutkan. “Jing Xuan, apa yang kau lakukan sepa
Jing Xuan turun dari kereta kuda. Mao Lian membawa sebuah kotak berisi sesuatu yang sepertinya berharga. Kereta kuda itu berhenti tepat di depan Kediaman Adipati Xie yang masih dipenuhi kain berwarna putih di setiap sudutnya. Membuat warga-warga rendahan yang melintas refleks menjatuhkan lutut demi menunjukkan perasaan hormat mereka pada Kaisar. Jing Xuan mengedarkan pandangannya di jalanan, wajah datarnya berubah menjadi senyum ramah yang menyenangkan—dia memang telah banyak berubah setelah mengenal Yinlan lebih dekat. “Berdirilah.” Jing Xuan melangkahkan kakinya di gerbang Kediaman Adipati Xie. Yang ternyata, pemilik rumah itu sudah keluar dari kediaman demi mendengar keributan di luar bahwa Kaisar datang untuk berkunjung. “Yang Mulia, selamat datang.” Mereka segera berlutut dan menautkan kedua tangan untuk mengucapkan salam penghormatan. Jing Xuan buru-buru menyentuh siku mereka dan meminta agar berdiri, “Ibu Mertua, Ayah Mertua, tidak perlu begitu formal.” Keduanya saling m
Shangguan Yan berdiri di depan gedung utama Balai Opera Jiulu. Kedua tangannya mengepal, raut wajahnya datar dan serius. Seorang pelayan pria mendekatinya, “Tuan Muda, apakah kau membutuhkan sesuatu yang baru?” pelayan itu berbisik. Dia bernama Jin Pei. Salah satu informan yang dipekerjakan Shangguan Yan dan menjadi satu-satunya orang yang paling dipercayainya. Dia sangat ahli menyelinap tanpa jejak dan memiliki teknik beladiri yang hebat. Dia memutuskan untuk menyatakan sumpah setia pada Shangguan Yan sejak Shangguan Yan menyelamatkan nyawanya dari jebakan mematikan kelompok seniman beladiri aliran sesat. Orang ini dulunya juga pernah hampir dibunuh Liu Xingsheng, tapi nyawanya selamat setelah Shangguan Yan menyatakan sumpah setia padanya dan bersedia bersembunyi di Balai Opera Jiulu di bawah pengawasan Liu Xingsheng untuk bekerja sama dengannya. Dalam arti, Jin Pei menganggap nyawa yang dimilikinya ini adalah milik Shangguan Yan karena telah diselamatkan dua kali dari kematian.
Xi Feng mengangguk setuju. “Sejak dulu, Shangguan Zhi hanyalah nona keluarga kaya yang manja dan bergantung pada pelayannya. Sedangkan aku dan Liu Xingsheng sudah terbiasa hidup sendiri dan tidak pernah bergantung pada siapa pun, termasuk keluarga.”“Bukankah Tabib Liu itu orang kaya, ya?” Xi Feng juga mengangguk, “Ayahnya bupati di Nanzhou. Liu Yanran, adik Liu Xingsheng dianugerahi gelar Xianzhu (Putri Kabupaten) setelah ayahnya berjasa mempertahankan Heyang dari suku bar-bar di prefektur selatan Nanzhou.” “Tapi Liu Xingsheng sudah tinggal bersama Biksu Baiyuan sejak usianya lima tahun. Dia mempelajari banyak teknik pengobatan, hingga jimat dan ramalan dari Biksu Baiyuan.” “Sementara Biksu Baiyuan mengadopsi seorang anak perempuan yang usianya lebih tua dari Liu Xingsheng. Anak perempuan itu Ye Yunshang. Kudengar dia sudah tidak diasuh Biksu Baiyuan lagi sejak Liu Xingsheng belajar di sana.”“Lalu aku hanya seorang pengembara Dunia Persilatan yang tak memiliki rumah. Biksu Baiyua
Mao Lian mengangguk, “Sepanjang perjalanan, kami berhenti di banyak tempat. Yang pertama kami datangi tepat setelah Ning'er kabur dari Biro Pusat Keamanan adalah Rumah Lianhong.”“Kami mendapatkan kesaksian dari Nona Mu Dan. Yang mengatakan ada seorang pria aneh yang datang tepat saat terjadi kebakaran di Biro Pusat Keamanan.”“Pria itu meminta tolong padanya untuk dipinjamkan surat jalan atas namanya, dia berkata akan pergi ke Tingzhou.” “Lalu kami melakukan perjalanan menuju Tingzhou. Bertemu lima saksi lain yang melihat pria muda, atau wanita paruh baya, bahkan seorang nenek tua yang datang ke tempat-tempat tertentu sesuai perkiraan waktu kami.” “Xi Feng berkata kalau Penyihir Hitam selalu menyamar menjadi orang lain sepanjang jalan. Jadi kami mengikuti petunjuk itu, mencurigai nenek tua, wanita paruh baya, hingga seorang pria muda yang datang di waktu yang sesuai dengan perkiraan kami.”“Ternyata dugaan itu tepat. Nenek tua muncul setelah kami kehilangan wanita paruh baya. Juga
bab 156Tepat setelah rapat pagi dibubarkan, Jing Xuan kembali ke Istana Guanping untuk menemui dua tamu yang sudah ia undang. Di belakangnya, Mao Lian san Xi Feng tampak mengikuti. Masih memakai pakaian ringkas yang nyaman dikenakan saat bepergian. Sepertinya, mereka berdua langsung bertemu Jing Xuan yang dalam perjalanan menuju Aula Pertemuan untuk rapat pagi. Lalu merundingkan hasil perjalanan mereka bersama beberapa menteri yang terlibat. Sebelum itu, Jing Xuan mengutus bawahannya untuk mengirim pesan pada Shangguan Yan dan Shangguan Zhi untuk membicarakan hasil perundingan itu. Setelah mengetahui identitas asli Ning'er, yang merupakan seorang master bela diri tingkat tinggi dari sebuah sekte terpencil yang misterius bernama Ye Yunshang, yang juga sekaligus seorang Penyihir Hitam yang keberadaannya selalu dipertanyakan, Jing Xuan merasa harus melibatkan orang-orang yang terlibat dengan masa lalunya untuk menggali lebih banyak petunjuk. Seperti mengapa Ye Yunshang memiliki den