Istana Mingyue. Setelah memasuki kamar Permaisuri, Zhu Yan diminta oleh Permaisuri untuk melaporkan apa saja yang terjadi di Paviliun Hua Rong sepanjang hari kemarin. Sebelum menjelaskan, Zhu Yan melirik Ning'er yang berdiri di sebelah kiri kursi Permaisuri. Pelayan itu hanya diam dan patuh berdiri di sana tanpa melakukan apa pun dan tak bergerak walau semili. Hatinya merasa tak nyaman ketika melihat Ning'er dengan tatapan yang berbeda itu.Zhu Yan membungkukkan tubuhnya, “Tidak ada apa pun yang terjadi, Yang Mulia.” BRAK! “Jangan berbohong!” Permaisuri memukul meja bahkan sebelum kalimat terakhirnya selesai terdengar. Dengan cepat, mata Zhu Yan melihat ke arah Ning'er yang berdiri di belakang Permaisuri. Sepersekian detik berikutnya, mata Zhu Yan sudah membelalak ketika menyadari posisi berdiri Ning'er bergeser beberapa centi dari tempat sebelumnya. Dengan tangan gemetar dan wajah yang tegang seperti menahan ketakutan. Zhu Yan menyipitkan mata. Tentu saja Ning'er tidak akan
Jing Xuan sedang duduk di ruang bacanya sambik mengurus beberapa pekerjaan. Mao Lian membacakan laporan menteri dari dua hari yang lalu ketika dirinya sakit. Di wilayah Bingzhou dan Jizhou mulai dilanda bencana alam yang cukup parah sejak awal musim dingin. Longsor salju merusak jalan di pegunungan dan mengubur beberapa desa dan merenggut korban jiwa. Pekerjaan-pekerjaan semacam itu sudah tertunda selama dua hari, bantuan dikirim terlambat, Mao Lian sibuk mengantarkan surat kekaisaran untuk mengatur keperluan pangan dan barang-barang lain untuk dikirim ke kota-kota terdampak bencana tersebut. Hampir tidak ada waktu baginya untuk berurusan dengan hal lain selama dua hari terakhir.Bahkan Jing Xuan, begitu merasa tubuhnya sudah lebih baik, dia segera memegang dokumen-dokumen itu dan kembali bekerja. Sesekali memijat pelipisnya yang terasa pening dan berat, Jing Xuan terlihat fokus melakukan pekerjaannya semelelahkan apa pun itu. Bagi Kaisar, yang terpenting adalah rakyat. Selama ra
Liu Xingsheng menerbangkan merpati pertamanya setelah kembali dari Nanzhou. Dia terus memikirkan kalimat Xi Feng sore ini. Dan memutuskan segera menulis surat untuk menyuruh kakak-beradik itu berhenti di tempat dan tidak bergerak sebelum perintah berikutnya dikirimkan. Liu Xingsheng juga memberitahu tentang kemungkinan perjalanan itu berbahaya jika dilanjutkan, bahkan memberitahu kalau Teratai Hitam tidak akan tumbuh di Jinghe, meski dia belum memercayai sepenuhnya itu benar atau tidak. Dia terdiam memandangi bulan yang tertutup awan gelap. Napasnya berhembus pelan, “Yang terlihat, belum tentu yang terjadi. Apa yang sebenarnya ingin kau sampaikan padaku, Xi Feng? Apa dua kesalahan itu?” Gumamnya pelan. Ketukan pintu terdengar berkali-kali, seorang pelayan muncul dan memanggilnya, “Tabib Liu.” Liu Xingsheng berbalik, “Ada apa?” “Tuan Mao ingin bertemu denganmu.” “Mao Lian?” Liu Xingsheng kembali ke tempat duduknya. “Biarkan dia masuk.” Pelayan tersebut menghilang di balik pintu,
Mao Lian duduk di dalam kamarnya, seekor tikus yang kakinya diikatkan pada tali di kaki ranjangnya. Dia membuka selembar kertas berisi bubuk dupa yang sama yang ia serahkan pada Liu Xingsheng sebelumnya. Mao Lian merasa tidak yakin kalau Liu Xingsheng akan membantunya. Dia menyimpan separuh bubuk dupa itu untuk mencoba menyelidikinya sendiri. Tentu saja, dia tidak membiarkan siapa pun mengetahuinya, termasuk Jing Xuan. Dia hanya perlu menaburkan bubuk dupa itu di sekitar tikus yang sudah dia siapkan untuk percobaan ini. Jika tikus ini mati, dupa ini, sudah jelas bermasalah. Seseorang sengaja mencampurkan racun di dalamnya dengan tujuan yang jahat. Mao Lian menahan napas, menaburkan dupa itu di atas kepala tikus yang sudah mencicit ketakutan seolah tahu hidupnya akan berakhir. Mao Lian meneteskan air mata. Sebagai prajurit yang pernah menghunuskan pedang di medan perang, membunuh seekor tikus yang tidak bersalah cukup memberatkan hatinya. Tapi jika yang dipertaruhkan adalah nya
Shangguan Zhi membuka matanya. Melihat langit-langit kamar yang gelap. Dia beringsut duduk. Yang langsung disambut rentetan pertanyaan-pertanyaan Shangguan Yan yang mengkhawatirkannya. “Zhi'er, bagaimana keadaanmu?” Di sebelahnya, ada seorang wanita bertopeng yang mendengus malas melihat reaksi berlebihan itu, “Sudah kubilang dia hanya pingsan karena terkejut. Panah itu tidak mengenainya sama sekali.” Shangguan Yan melirik tajam, “Keluar kau, jangan mencampuri urusan persaudaraan kami.” Wanita itu terkekeh, “Dasar pria tak tahu terima kasih.” Shangguan Zhi bertanya, “Kau siapa?” matanya melihat ke arah orang yang sedang berbincang dengan kakaknya. Wanita itu membuka topengnya, sosok Ying Deng terlihat, khas dengan kedua bola matanya yang hilang. “Namaku Ying Deng.” Shangguan Zhi terkejut sampai menutup mulut tak percaya, “Ying Deng? Penyihir Merah itu?” Shangguan Yan mendengus kesal, “Ya …, dia yang menyelamatkan kita, Zhi'er. Dia membawa kita pergi dari Gunung Tingzhou dan m
Hujan yang deras. Orang-orang mengembangkan payungnya, melintasi kota metropolitan yang padat. Tidak ada yang peduli ke mana orang-orang di bawah payung itu akan pergi. Seorang wanita, duduk di halte menunggu bus datang. Di sampingnya, Chu Xia sedang sibuk dengan ponselnya, matanya berbinar takjub. Membaca sebuah informasi yang baru saja dikirim senior laboratoriumnya. “Black Lotus.” Chu Xia bergumam. “Kenapa bentuknya terlihat seperti jamur?” “Sebenarnya itu baru tunasnya saja. Karena warnanya coklat kehitaman, beberapa orang menyebutnya jamur,” jawab wanita rambut pendek yang duduk di sebelahnya.“Ini benar-benar bunga teratai? Dia tumbuh di pegunungan? Bukan di air?” Chu Xia memperbesar gambar di ponsel itu.Wanita itu mengangguk penuh semangat. “Obat berkhasiat yang bisa menyembuhkan segala penyakit itu berasal dari tumbuhan beracun bernama Black Lotus. Chu Xia, kau sudah lama tidak berkumpul dengan rekan-rekan laboratoriummu. Apakah kau mau ikut bersama rombongan kami untuk m
Esok harinya, A-Yao berlari keluar dari kamar Yinlan dengan wajah panik. Dia menghampiri Zhu Yan yang sedang memberi makan ikan di dalam kolam. “Zhu Yan! Kau tahu Selir ada di mana?” “Selir? Bukankah seharusnya ada di kamarnya? Selir belum terlihat keluar sejak aku bangun pagi ini. Kau juga tidur di kamarnya, kan?” Zhu Yan meletakkan mangkuk berisi pakan ikan itu di tepi kolam, kemudian masuk ke kamar Yinlan bersama A-Yao. “Dia tidak ada saat aku bangun, Zhu Yan! Ku pikir dia sudah bangun lebih awal dan melakukan sesuatu di dapur. T-tapi …, jubah bulunya tidak ada, dan dia keluar tanpa memakai hiasan apa pun di kepalanya. Zhu Yan, menurutmu, dia pergi ke mana?” Zhu Yan sudah memasang wajah serius. Dia memeriksa seluruh kamar dengan detail tanpa melewatkan hal sekecil apa pun. “Dia masih menyimpan perhiasannya dengan rapi. Tapi lemari jubahnya terlihat berantakan. Dia seperti baru saja memilih jubah yang paling tebal untuk pergi ke suatu tempat.” Zhu Yan menyimpulkan. Dia berbali
Zhu Yan yang saat ini sedang bersama anak-anak pengemis menerima pesan dari seekor merpati yang baru saja hinggap di rumah mereka. Tertulis bahwa selir menghilang dan dia diperintahkan untuk menemui A-Yao di Penginapan Yuelai untuk mencarinya. Zhu Yan tiba di sana dalam tiga puluh menit, dia langsung melihat A-Yao, dan menghampirinya dengan wajah panik. “A-Yao!” Zhu Yan berseru dan langsung bertanya cemas, “Benarkah Selir menghilang?”A-Yao memasang raut bingung, sambil mengangguk, dia menjawab, “Zhu Yan …, kau-lah yang menyuruhku menyelinap keluar untuk mencarinya.” “Eh?” Zhu Yan terdiam, dia lupa kalau orang yang menghubunginya itu memakai identitasnya. Namun, A-Yao juga langsung mengerti dan menyadarinya, dia melompat gembira, “Yang ini benar-benar kau kan, Zhu Yan?”Zhu Yan terdiam seribu bahasa, sudah berada di depannya seperti ini, dia tidak mungkin masih membohongi A-Yao. Apalagi, Zhu Yan juga tidak tahu bagaimana keseharian Xi Feng saat menjadi dirinya di Istana. A-Yao m
Istana Guangping menjadi sangat ramai lima tahun ke depan. Dua orang anak yang terlihat sangat mirip setiap hari berlarian di halamannya, saling mengejar, saling mencoba menjatuhkan. Satu anak adalah perempuan, dia memegang pedang kayu dan terus mengarahkannya pada si anak laki-laki sambil berkata, “Berhenti, penjahat!” Semenatra yang laki-laki tertawa riang, terus berkata bahwa si anak perempuan tidak akan bisa menangkapnya. Di dalam istana, Yinlan sedang sibuk menatap sejumlah tusuk rambut di atas meja. Bingung memilih mau pakai yang mana. “Bagaimana dengan ini?” Jing Xuan menunjukkan tusuk konde yang berwarna perak dengan batu giok putih yang indah. Yinlan menggeleng, “Aku rasa aku sudah memakai itu kemarin lusa.” “Tidak apa, pakai lagi saja.” Jing Xuan menguap, sudah satu jam dia berdiri di depan meja rias Yinlan, dan gadis itu masih belum menentukan akan memakai apa. “Aku pakai ini saja lah.” Yinlan mengambil tusuk rambut bunga rong yang pernah Jing Xuan berikan padanya du
A-Yao tampak kerepotan, menerima sejumlah hadiah dari tamu-tamu luar Ibukota yang menghadiri pernikahan terbesar di seluruh Kekaisaran Jing ini. “A-Yao, sampaikan ucapan selamatku pada Permaisuri, ya?” terlihat Nona Kelima Jiang tersenyum ramah sambil menyerahkan sebuah kotak kayu besar. A-Yao mengangguk sambil tersenyum, “Terima kasih sudah datang.” Mao Lian berdiri di dekat pintu sambil menatapnya dengan tatapan remeh, “Kau tampak sibuk, A-Yao.” A-Yao mendengus sambil menatap tajam ke arahnya, “Dari pada diam menjadi pagar seperti itu, lebih baik kau membantuku.” Mao Lian terkekeh lalu menghampirinya. Sebelum mulai membantu, dia mendekatkan mulutnya ke telinga A-Yao dan berbisik, “Baru saja Yang Mulia memberkati pernikahan untukku, A-Yao. Apakah kau terkejut?” A-Yao terdiam kaku, matanya membulat sempurna, berkedip beberapa kali. “Be-benarkah? Bagaimana mungkin,” A-Yao menyeringai tipis, mencoba mengendalikan perasaannya yang tidak karuan. Dia membatin, ‘Diberkati pernikahan?
Yinlan merebahkan tubuhnya di ranjang, Jing Xuan menjadikan pahanya sebagai bantal. Tangannya bergerak mengusap pelan helai rambut panjangnya. Aroma wangi ini, Jing Xuan sangat merindukannya. Sejak baru tiba sore lalu, Yinlan sama sekali tak mau melepaskannya. Dia selalu tersenyum dan berkata harus selalu bersama untuk menebus hari-hari saat berpisah. “A-Yin, berapa bulan lagi sampai hari kelahirannya?” tanya Jing Xuan, memecah keheningan. “Hm …,” Yinlan berpikir sejenak, “Ini sudah lama memasuki bulan ke-tujuh. Sebentar lagi bulan ke-delapan.” “Sebentar lagi, ya ….” Jing Xuan menghela napas, “Tapi dua bulan lagi sangat lama.”“Jika melewatinya bersama-sama, harusnya tidak terlalu lama.” Yinlan tersenyum lebar sampai matanya menyipit. “A-Yin, aku tidak bisa menepati janjiku untuk menikahimu di ujung musim dingin.” Jing Xuan menunduk merasa bersalah. Yinlan menepuk punggung tangannya, “Kita menikah di awal musim semi saja. Bukankah itu bagus?” “Apakah menurutmu begitu?” Yinlan
Dua minggu kemudian. Kabar mengenai kepulangan Jing Xuan telah tiba di Istana. Semua orang menyambutnya di depan gerbang istana, termasuk Yinlan dan Ibu Suri. Kabar peperangan dengan Negara Shang yang mendadak itu juga telah sampai di Ibukota sejak dua minggu lalu. Para warga merasa bersyukur saat tahu sang Kaisar berada di sana untuk meredakan kekacauan. Kini, mereka sudah berkumpul di tepian jalan untuk menyambut Kaisar mereka. Melempar bunga dengan wajah tersenyum lebar, sambil memanjatkan do’a dan pujian untuk pahlawan nomor satu itu. Jing Xuan hanya menaiki seekor kuda hitam, tidak ada tandu atau kereta kuda yang mewah yang menemaninya. Di belakangnya hanya ada dua orang tabib, dan sepuluh orang prajurit yang mengantar kepergiannya. Itu sungguh hanya kepulangan sederhana yang tidak disiapkan secara khusus. Namun semua orang justru merasa senang untuknya dan mengucapkan beribu-ribu kata syukur. Jing Xuan juga secara khusus turun dari kudanya dan menggendong anak-anak usia tig
Kamp Militer Perbatasan Utara. Jing Xuan duduk tegak di kursi, wajahnya sangat serius. Dia sedang membaca sebuah buku. Buku medis kuno yang Shangguan Yan bawa dari ruang bawah tanah beracun milik Ye Qing di Tingzhou. Dalam buku itu, tertulis bahwa Teratai Hitam bukanlah racun. Melainkan sejenis obat mujarab yang bisa membentuk ketangguhan fisik luar biasa, obat yang bisa menetralisir semua jenis racun yang tumbuh di dunia ini. Obat itu memberikan efek samping yang cukup kejam bagi pemakainya. Semua gejala menyakitkan yang Yinlan alami setiap bulan itu adalah efek sampingnya. Dan selamanya tidak bisa dihilangkan. Dalam setiap bulan, akan selalu ada hari di mana tubuh itu sendiri tiba di titik terlemahnya. Jing Xuan menggeram, “Kenapa aku tidak mengalami siklus bulanan ini juga? Padahal aku jelas-jelas meminumnya, kan?” Xi Feng menghela napas, “Yang Mulia, Teratai Hitam yang kau minum itu hanya semangkuk penawar racun saja, bukan lagi jenis obat yang sama. Permaisuri meminum selur
Satu minggu kemudian, Selir Agung Qin ditemukan di Prefektur Barat Ibukota. Jubah kekaisarannya entah hilang ke mana, semua perhiasan emas yang melekat di tubuhnya juga telah raib. Pangeran Ming menggunakan kereta kuda untuk membawanya kembali ke Istana. Sepanjang perjalanan, Selir Agung tidak mengeluarkan sepatah kata pun meski Pangeran Ming berada tepat di depannya. Pangeran Ming tidak berharap wanita itu akan bertanya tentang kenapa dia ditangkap, atau mau membawanya ke mana. Dia berpikir wanita ini akan menanyakan keadaan putranya. Namun keduanya sama sekali tidak terdengar keluar dari mulutnya. Pangeran Ming menghela napas, dia mengeluarkan sapu tangan dengan bordir lambang Keluarga Jing miliknya. Lalu dia meletakkannya di atas paha Selir Agung dan berkata, “Sekalah kotoran di wajahmu. Haoyu tidak akan suka melihatnya.” Selir Agung tersenyum tipis, “Aku bahkan tidak pantas mengambil barang milik Keluarga Jing kalian.”“Memang benar …, lagi pula, untuk apa kau memedulikan pen
Yu adalah marga sebenarnya Selir Agung Qin. Pangeran Ming menatap punggungnya, “Ibumu bahkan tidak memedulikan nasibmu, Haoyu.” Ruangan penjara itu semakin senyap, Pangeran Chi mengangkat kepala, lantas terkekeh pelan, “Kau tidak berhak menilai hubungan ibu dan anak di antara kami, Jing Tian.”“Satu hari setelah tindakan bodohmu, aku terus mencari keberadaan Selir Agung Qin di mana pun. Dia melarikan diri, bersembunyi di suatu tempat menunggu kesempatan pergi dari Ibukota yang sudah seperti neraka baginya ini. Tanpa memedulikan putranya.” Pangeran Ming diam sejenak. Dia menunggu Pangeran Chi berbalik dan menatapnya sebelum dia melanjutkan perkataan yang kian lama semakin menyakitkan itu. Namun Pangeran Chi tidak sebaik hati itu untuk mendengarkan penjelasannya. Dia tampak tidak begitu peduli dengan apa yang ibunya lakukan padanya. “Jing Haoyu.” Pangeran Ming menggeram dengan tangan mengepal. “Apa? Kau mau berkata bahwa aku ditelantarkan? Hah, kau juga tidak berhak.” Pangeran Mi
Pangeran Ming menutup rapat pintu Istana Guangping, sebelum meninggalkan tempat itu, dia menghela napas pelan. “Yang Mulia, Biro Pusat Keamanan dan Kementerian Hukum sudah menunggu.” pengawalnya melaporkan. “Ada berapa orang yang terlibat dalam pemberontakan itu?” tanya Pangeran Ming, langkahnya dengan cepat meninggalkan Istana Guangping. “Kementerian Ritus dan Adipati Wei terlibat. Mereka bersekongkol mengadakan pernikahan palsu agar Tuan Muda Wei tidak dicurigai. Dia yang membantu Pangeran Chi menculik Tuan Muda Ouyang dari Suzhou untuk dicuri identitasnya.” “Nona Kelima Jiang mengalami depresi karena pernikahannya ternyata tidak sungguh-sungguh. Selir Agung Qin melarikan diri. Sementara waktu, dia mungkin masih berada di Ibukota karena semua gerbang telah ditutup sejak hari pemberontakan.” Pangeran Ming mengangguk-angguk, menerima semua laporan itu dengan cepat. “Jangan pernah membuka gerbang itu sebelum Selir Agung ditemukan. Berikan kompensasi atas kerugian yang dialami Nona
BRUK! Jing Xuan meringis, tersungkur beberapa meter dari lokasi pertarungan. Pedangnya terlepas dari genggaman, berkelontang. Dia kembali berdiri dengan tubuh bergetar. Tangannya bergerak menyeka ujung bibir yang masih menyisakan jejak darah. Sudah lama dia tidak mengeluarkan banyak kekuatan. Tubuhnya terkejut menerima hantaman demi hantaman, terlebih, Ye Qing lebih berpengalaman, jelas lebih kuat berkali-kali lipat darinya. Jing Xuan memungut pedangnya. Memasang kuda-kuda kokoh, dia harus bisa segera mengakhirinya. Seseorang masih menunggunya dengan cemas. Shangguan Yan berteriak kencang, tubuhnya melesat cepat, melompat ke udara dengan Pedang Baijiu yang sudah berlumuran darah meski belum membunuh satu orang pun. Ye Qing mendengus, “Bocah merepotkan. Pergi kau ke neraka!” Shangguan Yan menyeringai, Liu Xingsheng melemparkan tombak Jing Xuan yang sebelumnya dibuang oleh Ye Qing. Dengan langkah halus, Shangguan Yan menjejakkan kakinya pada tombak yang masih melesat itu. Tangan