Semua Bab Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder: Bab 91 - Bab 100

119 Bab

Bastian Menyusul Rania?

Malam terus saja larut, namun dibalik kegelisahan Bastian, wajah Rania tiba-tiba muncul di benaknya. Entah mengapa, ia teringat senyum lembut wanita itu. Rania yang sering tampak kuat di luar, namun sebenarnya memiliki hati yang rapuh. Ia menggelengkan kepala, berusaha menepis bayangan itu, tetapi semakin ia menolak, semakin nyata gambaran itu terasa.“Rania...” bisiknya tanpa sadar.Bastian menatap langit malam, seolah mencari jawaban di sana. Ia tahu dirinya tidak seharusnya terlalu memikirkan wanita itu. Ia sudah berusaha menjaga jarak, membatasi segala interaksi demi menghindari komplikasi lebih lanjut. Tetapi malam ini, perasaannya tak bisa dibendung.Ada sesuatu yang salah.Tangannya mengepal di atas lutut. Ia meneguk lagi kopinya hingga nyaris habis, tetapi kehangatan minuman itu pun tidak mampu meredakan hatinya. Pikirannya melayang ke Lembang, ke rumah kecil tempat Rania tinggal bersama ibunya dan putranya.“Apa dia baik-baik saja?” tanya Bastian pada dirinya sendiri.Angin m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya

Kedatangan Yang Dinanti

Sebuah SUV hitam berhenti perlahan di depan rumah kecil berhalaman asri milik Rania. Mesin mobil dimatikan, dan seorang pria keluar dari kendaraan itu. Bastian menghela napas panjang, tangannya sedikit gemetar saat mengetuk pintu kayu bercat putih itu dengan lembut.“Assalamualaikum,” ucap Bastian, suaranya terdengar tenang meskipun dadanya terasa berdegup kencang.Tak lama, pintu terbuka, dan Cucu muncul di ambang pintu. Wajah wanita itu tampak berbeda dari biasanya—lelah, dengan kantung mata yang jelas terlihat, seolah tak pernah tidur nyenyak selama beberapa malam. Bastian sedikit terkejut melihat perubahan itu.“Waalaikumsalam, Nak Bastian...” jawab Cucu dengan suara serak. Ia mencoba tersenyum, tetapi tidak mampu menyembunyikan kesedihan di matanya. “Masuklah.”Bastian mengangguk, melangkah masuk dengan rasa penasaran yang mengganggu. Rumah itu terasa sunyi, hanya terdengar suara televisi yang samar dari ruang keluarga. Di atas kasur santai yang terletak di sudut ruang, Bintang b
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-19
Baca selengkapnya

Mendapat Pertolongan

Rania masih terus berusaha. Keyakinan yang kuat dan rasa rindu yang mendalam pada Bintang memaksanya untuk kuat dan bertahan.“Aku harus... aku harus bangkit,” gumamnya lirih, hampir seperti doa.Matanya mencari sesuatu di sekelilingnya. Samar, ia melihat sebatang kayu tak jauh dari tempatnya terbaring. Dengan sisa tenaga, ia merangkak perlahan, tanah dingin melumuri lengannya. Tangannya akhirnya meraih kayu itu, menggenggamnya erat meskipun jemarinya terasa kaku.Rania menancapkan kayu ke tanah, menjadikannya sebagai penopang. Dengan usaha luar biasa, ia mendorong tubuhnya untuk bangkit. Lututnya gemetar, seolah menolak untuk berdiri, tapi Rania memaksa dirinya tetap tegak. Ia menggertakkan gigi, menahan rasa sakit yang menjalari seluruh tubuhnya.“Aku harus keluar dari sini,” desisnya, suaranya nyaris tak terdengar.Dengan langkah tertatih, Rania mulai berjalan. Setiap langkah seperti menempuh ribuan kilometer. Kakinya yang lemah nyaris tidak bisa menopang tubuhnya, tetapi pikiranny
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-19
Baca selengkapnya

Perawatan Terbaik Untuk Rania

Setibanya di rumah sakit terdekat, mobil SUV itu berhenti di depan pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD). Petugas rumah sakit yang berjaga segera menghampiri dengan tandu. Tanpa membuang waktu, tubuh lemah Rania dibaringkan di atas tandu, dan petugas medis langsung membawanya masuk ke dalam ruang IGD.Wanita anggun bernama Rita berjalan cepat mengikuti para petugas medis. Wajahnya penuh kecemasan, dan ia terus memastikan bahwa Rania mendapatkan perhatian yang layak. Sesampainya di ruang IGD, Rita berbicara dengan dokter jaga yang menyambut mereka.“Dokter, tolong segera tangani dia. Lakukan apa pun yang diperlukan. Saya tidak peduli berapa biayanya, pastikan dia mendapat perawatan terbaik,” ucap Rita dengan nada tegas namun tetap sopan.Dokter mengangguk. “Baik, Bu. Kami akan segera memeriksa kondisinya.”Rita berdiri di luar ruang IGD, memandang ke dalam melalui kaca kecil di pintu. Ia melihat tim medis sibuk memeriksa kondisi Rania. Beberapa selang dipasang untuk memastikan wanita itu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-19
Baca selengkapnya

Menemukan Tanda

Waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Rita mulai merasa tubuhnya sedikit gerah. Dari pagi, ia belum sempat mengganti pakaiannya, dan rasa tidak nyaman itu mulai mengganggu. Ia memanggil pengawalnya, Deri, yang setia menunggu di luar ruangan.“Deri, tolong ambil koper saya di mobil,” pinta Rita dengan tenang.“Baik, Bu,” jawab Deri singkat, segera bergegas melaksanakan perintahnya.Setelah koper itu sampai, Rita meminta salah seorang suster untuk menjaga Rania selama ia pergi membersihkan diri. Rita masuk ke kamar mandi khusus yang ada di ruangan itu. Usai mandi, ia mengenakan pakaian santai namun tetap elegan—sebuah gaun selutut berwarna krem dengan balutan syal tipis di lehernya. Rambutnya yang sebelumnya diikat rapi kini ia biarkan tergerai, memberikan kesan lebih sederhana namun tetap anggun.Selesai bersiap, Rita kembali duduk di sofa tunggu, memperhatikan ruangan itu yang memang jauh lebih nyaman daripada ruangan rumah sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-19
Baca selengkapnya

Kegelisahan Yang Tidak Dimengerti

Setelah dokter pergi, Rita mendekati Rania yang masih terbaring di ranjang. Senyuman lembut terlukis di wajah Rita, menunjukkan ketulusan yang membuat Rania merasa sedikit lebih nyaman. Ia menarik kursi di sisi ranjang dan duduk, memperhatikan wanita muda itu dengan penuh perhatian.“Bagaimana kabarmu sekarang, sayang?” tanya Rita dengan suara lembut, seperti seorang ibu yang penuh kasih.Rania mengangguk pelan, tersenyum tipis. “Sudah jauh lebih baik, Bu. Terima kasih atas bantuan dan perhatian Ibu. Saya… saya ingin pulang.”“Syukurlah,” jawab Rita. Ia diam sejenak, mencari kata-kata yang tepat. “Tapi, apa tidak terlalu cepat kalau kamu ingin pulang? Tubuhmu masih terlihat lemah.”Rania tersenyum lagi, kali ini lebih tulus. “Saya rindu, Bu. Ibu saya pasti khawatir, dan… anak saya juga menunggu di rumah.”Rita tertegun mendengar itu. Matanya membulat sedikit, mencerminkan ket
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya

Merasa Punya Hubungan Dekat

Ketika makan malam untuk Rania tiba, Rita menyambut suster yang membawanya dengan senyuman hangat. “Terima kasih banyak, ya,” ujar Rita sambil mengambil nampan berisi makanan bergizi itu. Ia mendekat ke sisi ranjang Rania dengan hati-hati, meletakkan nampan di meja kecil.“Rania, sudah waktunya makan. Kamu butuh tenaga untuk cepat pulih,” kata Rita lembut.Rania menggeleng pelan. “Terima kasih, Bu, tapi saya bisa makan sendiri.”Rita tersenyum, menunjukkan tekadnya. “Oh, tidak. Kamu masih lemah. Biar saya yang membantu.”Awalnya, Rania tetap menolak, namun setelah Rita terus memaksa dengan kelembutan yang sulit ditolak, ia pun menyerah. Dengan canggung, Rania membiarkan wanita itu menyuapinya seperti seorang ibu kepada anaknya.“Saya jadi teringat saat dulu menyuapi anak saya,” ujar Rita, membuka percakapan. “Rasanya seperti ini. Memberi makan dengan penuh kasih sayang.”
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya

Melakukan Tes secara Diam-Diam

Malam semakin larut, namun Rita tidak bisa memejamkan mata. Ia duduk di sofa panjang di sudut kamar, menatap Rania yang mulai terlelap. Pikirannya terus dipenuhi oleh pertanyaan tentang siapa sebenarnya Rania dan kenapa ia merasa begitu dekat dengannya.Di luar kamar, pengawal Rita menghampirinya, membawa secangkir teh hangat. “Bu Rita, mungkin Anda perlu istirahat. Sudah terlalu larut,” ujarnya dengan sopan.Rita menggeleng pelan. “Aku tidak bisa tidur. Ada terlalu banyak hal yang harus kupikirkan.”Pengawalnya hanya menunduk hormat, lalu meninggalkan ruangan.Ketika waktu menunjukkan pukul dua dini hari, ponsel Rita bergetar pelan di atas meja. Sebuah pesan masuk dari Boby, suaminya.Rita, bagaimana kabar di sana? Aku dengar kamu belum pulang. Apa semuanya baik-baik saja?Rita menghela napas, lalu mengetik balasan.Aku menemukan sesuatu yang mungkin akan mengubah hidup kita, Mas. Aku akan jelaska
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya

Bertemu Lagi Dengan Bintang

Mobil SUV putih itu melaju tenang, menyusuri jalanan menuju Lembang. Di dalam kabin yang nyaman, tawa kecil sesekali terdengar dari Rania dan Rita yang bercengkrama sepanjang perjalanan. Suasana hangat itu hampir membuat Rania lupa sejenak tentang penderitaan yang baru saja ia lalui.Ketika mobil akhirnya berhenti di depan halaman rumah sederhana Rania, seketika hatinya membuncah. Ia menatap rumah itu dengan mata berkaca-kaca. Sudah lebih dari seminggu ia terpisah dari tempat itu, dari ibunya, dan dari Bintang.“Saya pulang, Bu Rita,” ucap Rania dengan suara pelan, namun penuh keharuan.Rita tersenyum lembut. “Ayo, Rania. Kita turun. Aku juga ingin sekali bertemu keluargamu.”Rania mengangguk, lalu membuka pintu mobil dengan hati yang penuh harap. Begitu kakinya menyentuh tanah, matanya tidak lepas menatap rumah itu, seperti ingin memastikan kalau semua ini nyata.Dari dalam rumah, terdengar suara langkah tergesa. Pintu depan terbuka lebar, dan sosok Cucu muncul di ambang pintu. Wajah
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya

Kehilangan Benda Paling Berharga

Setelah Rita berpamitan pulang, Rania membawa dirinya ke kamar. Aroma khas yang menyambutnya begitu menenangkan, seperti pelukan hangat yang sudah lama dirindukannya. Kamar itu sederhana, tapi setiap sudutnya memancarkan cinta dan kenyamanan. Ia berjalan perlahan, lalu duduk di kursi dekat jendela. Pandangannya menembus kaca, melihat bintang-bintang yang berkerlap-kerlip di langit. Di atas ranjang, Bintang sudah terlelap, napas kecilnya terdengar ritmis dan damai.“Terima kasih, ya Allah,” bisik Rania pelan. Hatinya penuh dengan rasa syukur.Tak lama, Cucu masuk ke kamar dengan secangkir wedang jahe hangat di tangannya. Aroma jahe itu segera mengisi ruangan, menciptakan suasana yang semakin nyaman.“Minumlah ini, Nak. Wedang jahe kesukaanmu. Biar tubuhmu hangat,” ujar Cucu lembut sambil menyerahkan cangkir itu kepada Rania.Rania tersenyum kecil, menerima cangkir itu dengan tangan gemetar. “Terima kasih, Bu.”Cuc
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status