Home / Romansa / Janda Tapi Perawan / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Janda Tapi Perawan: Chapter 11 - Chapter 20

55 Chapters

Raut Misterius

"Ayo!" ajak Aira saat Manggala masih tetap bergeming di sofa sambil mengetikkan sesuatu di ponselnya. "Eh! Sudah selesai?" Manggala tergagap. Dilihatnya Aira telah siap dengan satu koper besar dan ransel hitam kesayangan yang tersampir di pundak. "Tante melarang Aira membawa terlalu banyak baju, karena dia harus sering-sering kemari," tegas Mira. "Tentu, Tante! Tidak masalah." Manggala menyunggingkan senyuman cerah. "Sini, biar kubawakan," ujarnya seraya merebut pegangan koper Aira dan membawanya menuju mobil. Saat Aira hendak mengikuti langkah suaminya, Mira langsung mencekal lengan keponakan tersayangnya itu. "Kenapa, Tante?" tanya Aira heran. "Nggak tahu, tapi hati Tante nggak nyaman," ungkap Mira dengan sorot sendu. "Mungkin karena terlalu terkejut," hibur Aira. Diusapnya lembut bahu sang tante. "Mungkin. Semoga saja ini hanya perasaanku saja." Mira mengempaskan napas pelan. "Aku tidak bisa menilai karakter dan kejujuran atasanmu itu. Rautnya misterius sekali," keluhn
Read more

Dia Pemenangnya

"M-maksudnya? Bukankah pernikahan kita ini cuma sandiwara?" Aira menelan ludah. Keringat dingin muncul membasahi dahi saat melihat tatapan dan mimik Manggala yang seakan ingin memakannya. "Ya, ampun!" Manggala tergelak. "Kamu mikir apa, Ra? Aku cuma bercanda. Lagian, kewajiban istri kan macam-macam. Nggak cuma di ranjang. Ternyata, pikiran kamu mesum juga, ya," ledeknya. "Angga!" seru Aira tak terima. Manggala tertegun sejenak mendengar panggilan kesayangan yang pernah disematkan Aira untuknya. Akan tetapi, beberapa saat kemudian, dia kembali tertawa renyah. Manggala menyembunyikan segala gundah dan kecewa dalam hati. Sebenarnya, perkataannya tadi serius. Namun, melihat bahasa tubuh Aira yang sama sekali tak menampakkan kenyamanan, membuat Manggala paham bahwa sepertinya sudah tak tersisa sedikit pun rasa cinta untuknya. "Kamu siap-siap, deh. Kita berangkat ke kantor sama-sama," titah Manggala. "Sama-sama? Memangnya tidak apa-apa?" tanya Aira ragu. "Sekadar berangkat ba
Read more

It's A Secret

"Mr. Naradipta?" Tidak mungkin!" Aira terkekeh. "Kenapa tidak? Dia tampan dan mapan," sanggah Brandon. "Tapi dia ...." Aira buru-buru membungkam bibirnya sendiri. Jangan sampai dia kelepasan memberitahu Brandon bahwa Manggala telah menikah dengannya. "Apa?" Brandon mengernyitkan dahi curiga. "Tidak ada. Lupakan!" Aira mengibaskan tangan. Gugup sebenarnya, tapi dia harus berpura-pura santai supaya rekannya itu tak curiga. "Nanti makan siang sama-sama, ya. Di restoran depan kantor," ajak Brandon sebelum memulai kesibukannya di studio sebelah, yang hanya terpisah oleh sekat dinding berbahan kaca. Aira mengacungkan dua jempol sebagai isyarat jika dirinya setuju. Sama sekali tak terbersit dalam pikiran Aira untuk meminta izin atau mengabari Manggala. Toh, suaminya sendiri yang meminta untuk merahasiakan pernikahan ini. Dua jam berkutat dengan pekerjaan, kini saatnya Aira harus beristi
Read more

Aroma Kopi

Aira buru-buru melepas helm Brandon. Rencananya, dia akan segera berlari masuk ke rumah sebelum Mira memergokinya pulang berdua dengan pria selain Manggala. Bukan apa-apa, Aira hanya malas dicecar pertanyaan oleh tante cerewetnya itu. "Ini! Terima kasih tumpangannya, ya." Aira segera menyodorkan pelindung kepala berwarna coklat itu pada Brandon. "Tunggu! Kau tidak mengajakku masuk? Apa tidak ingin menawarkan kopi atau semacamnya?" tuntut Brandon tak tahu malu. Aira langsung melotot. Sepertinya gestur itu sudah menjadi kebiasaannya akhir-akhir ini. "Aku tidak bisa. Di dalam ada ...." "Aira!" Belum selesai Aira merangkai kalimat, sang tante sudah keluar menghampirinya dengan langkah tergesa. "Siapa lagi ini?" Nada suara Mira semakin meninggi. "Eh, ini .... Di-dia rekan kerjaku, Tante. Kenalkan, namanya Brandon," ucap Aira terbata. Merasa tak ada gerakan apapun dari pria di sampingnya, Aira pun menyenggol lengan Brandon. "Ah, oh, hai! Senang berkenalan dengan anda, Nyonya,"
Read more

Palsu

"Aku sibuk, Cynthia. Mengertilah. Selama tiga hari ke depan, aku harus menemanimu. Jadi, aku memutuskan untuk tidak ke kantor. Oleh karena itu, aku mesti bekerja dari sini," terang Manggala. Mendengar hal itu, Cynthia tertawa getir. "Kau menemaniku, tapi sibuk dengan pekerjaanmu. Sama saja," cibirnya. "Terus? Aku harus bagaimana?" tanya Manggala. "Kamu berubah ...." Air muka Cynthia mendadak sendu. "Berubah?" ulang Manggala. Tak lupa dia menyunggingkan senyuman tipis, berusaha supaya terlihat tenang di hadapan sang kekasih. "Apa ada yang kau sembunyikan dariku?" selidik Cynthia. "Ya, ampun." Manggala tergelak. Dia berinisiatif menghampiri Cynthia yang masih mematung di ambang pintu sambil membawa sekeranjang bunga. Dipeluknya tubuh molek nan seksi itu erat-erat demi meredakan kegalauan kekasihnya. "Maaf, ya. Sudah membuatmu curiga dengan sikapku," ucap Manggala. "Kau pasti lelah, ya? Terlalu banyak tekanan dalam pekerjaan bisa membuat stress," terka Cynthia. "Aku bisa me
Read more

Hati Ke Hati

"Ngga, terima kasih.." Aira tak henti-henti mengucapkan kata itu. Mungkin sudah puluhan kali. Namun, rasanya tak cukup untuk membalas kebaikan Manggala, pria yang dulu pernah dilukainya. "Santai saja, Ra. Anggap saja kita sama-sama diuntungkan. Kamu selamat dari gangguan Jati dan Senja, sedangkan aku ...." Aira mengernyit saat Manggala sengaja menggantung kalimatnya. "Kamu tahu sendiri, kan? Menikahimu adalah keinginanku sejak dulu," ujar Manggala lirih. Aira tertegun. Lekat, iris mata coklatnya memindai wajah tampan yang hanya berjarak beberapa senti darinya itu. Kata-kata Manggala terdengar pelan dan datar. Namun, siapa sangka jika bisa menggetarkan kalbu Aira. Debar jantung yang semakin lama semakin menggila, membuat Aira sesak napas. Selemah inikah dia menghadapi laki-laki? Dulu Jati, sekarang Manggala. Sungguh, Aira tak ingin terjatuh lagi. "Kamu mungkin menganggapku pecundang. Tapi, inilah yang kurasakan, Ra. Aku jatuh cinta padamu, sejak pandangan pertama." Manggala
Read more

Kebahagiaan Semu

"Mama!" Aira menghambur ke pelukan ibunya. "Kok bisa mama ada di sini?" "Manggala yang mengundang kami semua, Ra. Dia juga yang memberikan tiket akomodasi," sahut seseorang yang kini berdiri di belakang ibunda Aira. "Kak Sinta? Kak Wildan?" seru Aira. Terkejut, sekaligus bahagia karena ternyata Manggala tak hanya mendatangkan sang ibu, melainkan juga kakak kandung serta kakak iparnya. "Ngga, kenapa kamu nggak cerita?" Aira mengalihkan pandangan ke arah Manggala yang sejak tadi setia mengikuti di sampingnya. "Namanya juga kejutan." Manggala tersenyum manis seraya membelai lembut pipi Aira. Mendapat perlakuan semanis itu, sontak Aira tersipu. "Semoga ini menjadi pernikahan terakhirmu, Ra. Kuharap kalian selalu bersama sampai maut memisahkan dan bahagia selamanya." Kali ini, bait-bait doa tulus dilantunkan oleh Mira, sang tante yang ternyata juga berada di sana. "Senang rasanya melihat kalian semua berkumpul," ucap Aira penuh haru sekaligus meragu. Dia masih merasa tak percaya
Read more

Lembaran Kelam

"Jangan khawatir, Senja. Tidak ada dalam kamusku, menyakiti sesama perempuan. Aku anti merebut milik orang lain. Apalagi orang itu tidak pernah mencintaiku sejak awal," timpal Aira kalem. Dia sama sekali tidak berniat menyindir. Apa yang Aira ungkapkan hanyalah kenyataan. "Jangan terlalu berpikir macam-macam. Jalani saja hidupmu bersama Kak Jati dengan bahagia," sarannya. "Tapi, apa kamu bahagia, Ra?" sela Jati, tak memedulikan raut sendu istrinya. "Kak Jati bisa melihat dan menilai sendiri, kan?" Aira melingkarkan tangan di lengan Manggala dan bergelayut manja. Tanpa sungkan, dia menyandarkan kepala di pundak lebar sang suami. Manggala juga tampak tak keberatan. "Syukurlah." Jati memaksakan senyum. Sorot mata sejuta arti, dia layangkan pada Aira. Entah apa maksud tatapan itu, Aira tak peduli. Baginya, kisah bersama Jati sudah selesai dan tak ingin dia buka lagi lembaran kelam itu. Beruntung, Jati dan Senja tak berlama-lama di pesta. Mereka segera berpamitan setelah menikmati
Read more

Alasan

"Kau .... Sedang apa di sini?" Manggala menatap nyalang pada Brandon. "Kenapa memangnya? Apa aku harus memiliki undangan supaya bisa masuk ke dalam sini?" balas Brandon sinis. "Tentu saja. Kau tidak boleh sembarangan masuk di pesta seseorang," timpal Manggala. "Kenapa harus sembunyi-sembunyi? Bukankah kabar bahagia seperti ini harus disebarluaskan?" sindir Brandon. Merasa Manggala tak bisa berkutik, Brandon pun mengalihkan pandangan pada Aira. "Dan kau, Aira. Aku sama sekali tak menyangka bahwa sosok suamimu adalah dia," ujarnya sembari mengarahkan telunjuk tepat ke muka Manggala. "Seingatku, kau pernah mengatakan kalau kau dan suamimu berhubungan jarak jauh. Tak kusangka, ternyata kau memiliki bakat berbohong," cibir Brandon seraya tersenyum meremehkan. "Kami berhak menyembunyikan pernikahan kami dari siapapun yang kami mau. Kau tak punya hak dan alasan untuk menuntut ini dan itu," tegas Manggala. "Sebenarnya, aku sama sekali tidak peduli atas masalah kalian. Tapi, ada
Read more

Kandas

Di sisa waktu liburan, Aira mencoba bersikap biasa. Dia tak mau merusak suasana bahagia yang tengah dirasakan oleh Kartika. Ibunya itu harus tetap senang sampai tiba waktunya pulang ke Indonesia. Tak terasa, dua hari telah berlalu. Saatnya mereka semua harus check out dari hotel. "Mama masih di sini, kan?" tanya Aira was-was, sebab dirinya masih teramat rindu dengan sang ibu. "Wildan pulang lebih dulu besok pagi, karena dia punya banyak tanggungan pekerjaan di kantor. Wildan cuma mendapat izin cuti tiga hari. Sedangkan mama dan Sinta menginap di rumah Mira sampai seminggu ke depan. Rencananya, kami mau berjalan-jalan keliling Brisbane dulu sampai puas," jelas Kartika panjang lebar. "Syukurlah," ucap Aira sambil sesekali melirik ke arah Manggala. Ada satu keinginan yang tak berani dia ungkapkan pada suaminya itu. "Kamu mau menginap di rumah Tante Mira juga?" terka Manggala yang seolah tahu isi hati Aira. Sontak Aira tersenyum lebar. "Hebat! Kamu bisa membaca pikiranku!" sa
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status