Semua Bab THE SHADOWED LEGACY: Bab 1 - Bab 10

12 Bab

Bab 1: Panggilan dari Masa Lalu**

--- **Bab 1: Panggilan dari Masa Lalu** Aria berdiri di depan pintu kayu besar yang sudah lapuk oleh waktu. Pintu itu menjadi saksi bisu dari segala kejadian yang pernah terjadi di dalam rumah tua ini. Di balik pintu itu, banyak nyawa telah melayang, dan setiap jiwa yang pernah menghuni rumah ini meninggalkan jejaknya di sana—jejak yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang cukup berani untuk mendekat. Pintu itu mengeluarkan bunyi berderit saat Aria mendorongnya dengan ragu. Langkah pertamanya ke dalam rumah itu membawa hawa dingin yang langsung merayap ke tulang. Lorong yang gelap dan berdebu terbentang di depannya, mengundang rasa takut yang semakin menguat di dalam hatinya. Tapi Aria tetap maju, mengabaikan naluri yang memintanya untuk lari. Rumah itu, meskipun terlihat kosong, seolah hidup dengan suara-suara kecil yang menakutkan. Angin menerpa dinding-dindingnya yang rapuh, menciptakan bunyi gemerisik yang menyerupai bisikan. Cahaya bulan yang masuk melalui jendela-jendela b
Baca selengkapnya

*Bab 2: Bayang-bayang Masa Lalu**

--- **Bab 2: Bayang-bayang Masa Lalu** Aria duduk terdiam di ujung tempat tidurnya, menatap kosong ke arah jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Angin malam yang dingin masuk melalui celah itu, tetapi tidak mampu mengusir perasaan dingin yang membekukan tulangnya. Perjalanan singkatnya ke rumah tua itu meninggalkan jejak yang mendalam di pikirannya, dan setiap kali dia menutup mata, bayangan cermin yang tersenyum itu muncul kembali, menambah beban ketakutan yang sudah berat di hatinya. Dia mencoba untuk tidur, tapi setiap kali menutup mata, ingatan tentang ruangan berisi cermin itu menghantui pikirannya. Bayangan yang menatapnya dengan tatapan kosong, senyum dingin yang bukan miliknya, dan bisikan halus yang terdengar seperti berasal dari masa lalu—semua itu terus berputar di benaknya, membuatnya terjaga sepanjang malam. Aria berpikir untuk menceritakan semuanya kepada temannya, Lisa, yang selalu menjadi pendengar setianya. Namun, sesuatu dalam dirinya menahan keinginan itu. Dia
Baca selengkapnya

**Bab 3: Misteri dalam Kegelapan**

**Bab 3: Misteri dalam Kegelapan** Pagi yang datang tidak membawa kedamaian bagi Aria. Setelah malam penuh ketegangan itu, rasa lelah yang luar biasa mendera tubuh dan pikirannya. Namun, lebih dari sekadar lelah, ada rasa takut yang terus menggerogoti dirinya, membuatnya gelisah meski sinar matahari menembus tirai kamarnya. Sosok misterius yang muncul di rumahnya malam tadi meninggalkan kesan mendalam, seolah-olah suatu kekuatan gelap telah merangsek masuk ke dalam kehidupannya. Aria mencoba mengabaikan apa yang terjadi, berusaha bersikap normal seperti biasanya. Dia bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, namun bayang-bayang dari kejadian semalam terus menghantuinya. Saat dia memandang dirinya di cermin kamar mandi, dia memperhatikan pantulan wajahnya yang tampak lebih pucat dari biasanya. Mata hitamnya tampak kosong, seolah-olah sedang melihat sesuatu yang jauh di dalam pikirannya sendiri. Di sekolah, semuanya berjalan seperti biasa, tetapi Aria merasa seolah-olah dia berada di duni
Baca selengkapnya

**Bab 4: Pantulan di Dalam Cermin**

**Bab 4: Pantulan di Dalam Cermin** Aria berdiri di depan pintu ruang besar itu, pintu yang berat dan usang. Di baliknya, Aria tahu bahwa cermin-cermin Willem masih ada di sana, menunggu untuk mengungkapkan rahasia kelam mereka. Tangan Aria sedikit gemetar saat meraih gagang pintu, tetapi dia menekan rasa takutnya dan mendorong pintu itu dengan pelan. Pintu itu berderit dengan suara nyaring, seolah-olah sudah bertahun-tahun tidak dibuka. Ruangan itu gelap, dan udara di dalamnya terasa pengap, seolah-olah tertahan di dalamnya selama bertahun-tahun. Dengan senter yang menyala, Aria melangkah masuk, menyoroti satu per satu cermin-cermin besar yang menghiasi dinding-dinding ruangan itu. Cermin-cermin itu tampak seperti mata besar yang mengawasi, memantulkan bayangan Aria yang kecil dan rapuh di tengah kegelapan. Cermin-cermin itu berbeda dari cermin biasa. Masing-masing memiliki bingkai yang rumit, terukir dengan simbol-simbol yang tidak dikenal Aria, seolah-olah setiap cermin membawa
Baca selengkapnya

**Bab 5: Panggilan dari Cermin Terakhir**

**Bab 5: Panggilan dari Cermin Terakhir** Aria berjalan tergesa-gesa keluar dari rumah tua itu, napasnya masih terengah-engah dan jantungnya berdebar keras di dadanya. Kengerian yang baru saja dia alami membuat pikirannya kacau. Bayangan Willem yang nyaris keluar dari cermin itu terus membayang-bayangi pikirannya, menghantui setiap langkahnya. Namun, di balik rasa takut itu, ada sesuatu yang lebih kuat—rasa tanggung jawab yang mendesak. Buku yang ditemukannya di ruangan itu terasa berat di tangannya, seolah-olah mengandung beban rahasia yang tak tertahankan. Aria tahu bahwa dia tidak bisa mengabaikan peringatan dalam buku tersebut. Cermin terakhir yang disebutkan dalam buku itu adalah kunci untuk menghentikan semua ini, tapi di mana dia harus mencari? Dan apa yang harus dia lakukan jika menemukannya? Ketika Aria kembali ke rumahnya, hari sudah mulai gelap. Dia memasuki rumah dengan langkah gontai, langsung menuju kamarnya. Begitu dia masuk, dia meletakkan buku itu di atas meja dan
Baca selengkapnya

**Bab 6: Pengorbanan Terakhir**

**Bab 6: Pengorbanan Terakhir** Aria berdiri di depan cermin terakhir dengan napas yang tersengal-sengal, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Bayangan Willem terus menatapnya dengan pandangan yang menusuk, seolah-olah mampu melihat ke dalam jiwanya dan menelanjangi setiap ketakutan yang dia coba sembunyikan. Tawanya masih bergema di dalam gua itu, menambah suasana yang sudah mencekam. "Aria...," suara Willem terdengar lembut namun penuh ancaman, "kau tahu bahwa kau tidak bisa lari dari takdirmu. Cermin ini bukan sekadar pintu, ini adalah penjara dan kebebasan. Jika kau menghancurkannya, aku akan bebas...dan begitu juga dengan kegelapan yang mengikutiku." Aria terdiam, mencoba memproses kata-kata Willem. Dia tahu bahwa setiap pilihan yang dia ambil akan memiliki konsekuensi besar. Namun, ada sesuatu yang aneh dalam kata-kata Willem, seolah-olah ada bagian dari kebenaran yang belum terungkap. Dia tidak bisa begitu saja percaya bahwa menghancurkan cermin akan memberikan kebebasan
Baca selengkapnya

Bab 7: Jejak Bayangan di Desa**

**Bab 7: Jejak Bayangan di Desa** Hari-hari berlalu sejak pertemuan terakhir Aria dengan cermin di dalam gua. Desa tempat tinggalnya kembali tenang, seolah-olah badai gelap yang mengancam kini telah berlalu. Namun, bagi Aria, ketenangan ini terasa aneh, hampir tidak nyata. Meski semua tampak kembali normal, ada sesuatu yang mengganggu di dalam dirinya, sebuah perasaan bahwa segalanya belum benar-benar berakhir. Aria berusaha menjalani hidup seperti biasa, tetapi bayangan dari peristiwa-peristiwa di gua itu terus menghantuinya. Setiap malam, dia terbangun dari mimpi buruk yang sama—cermin besar yang menghancurkan dirinya sendiri dan suara tawa Willem yang terus menggema di telinganya. Bahkan di siang hari, bayangan itu mengikuti setiap langkahnya, membuatnya merasa tidak pernah benar-benar sendirian. Namun, yang paling mengganggu Aria adalah kenyataan bahwa dia masih hidup. Dia tahu bahwa pengorbanannya seharusnya menyegel nasibnya bersama Willem di dalam cermin, tetapi entah bagaim
Baca selengkapnya

**Bab 8: Warisan yang Terlupakan**

**Bab 8: Warisan yang Terlupakan** Aria berlari dengan napas terengah-engah, meninggalkan hutan yang mencekam di belakangnya. Jalan setapak menuju desa terasa lebih panjang dari biasanya, seolah-olah setiap langkah yang dia ambil menariknya lebih dalam ke dalam ketakutan yang baru saja dia temukan. Meskipun udara dingin malam mulai menyelimuti sekitarnya, Aria merasa keringat dingin mengalir di punggungnya. Sesampainya di desa, Aria langsung menuju rumahnya. Saat dia menutup pintu di belakangnya, perasaan aman yang biasa dia rasakan di dalam rumah itu tampak hilang. Semuanya terasa berbeda sekarang, setelah apa yang baru saja dia alami di hutan. Ada sesuatu yang gelap yang mengintai, dan rumah ini, yang dulu menjadi tempat perlindungannya, tidak lagi terasa cukup kuat untuk menahannya. Aria tahu dia perlu melakukan sesuatu, tetapi langkah pertamanya adalah memahami lebih banyak tentang apa yang sedang dia hadapi. Pikiran pertamanya adalah kembali ke buku tua yang pernah dia temukan
Baca selengkapnya

**Bab 9: Suara dari Kegelapan**

**Bab 9: Suara dari Kegelapan** Aria menghabiskan sisa malamnya dengan membaca buku tua yang diberikan Nenek Nyai. Setiap kata terasa seperti petunjuk penting dalam teka-teki besar yang sedang dihadapinya. Namun, meski dia sudah memahami banyak hal, ada bagian-bagian yang masih membingungkan. Pikirannya terus melayang ke hutan tempat dia menemukan cermin, dan perasaan bahwa sesuatu yang gelap masih mengintai di sana tak bisa diabaikan. Ketika fajar mulai menyingsing, Aria tahu dia harus kembali ke rumahnya. Nenek Nyai sudah memberinya batu kristal, tapi dia tidak yakin kapan atau bagaimana menggunakannya. Saat dia keluar dari rumah Nenek Nyai, udara pagi terasa dingin dan sunyi. Desa itu masih tertidur, tapi Aria merasa seolah-olah dia sedang diawasi. Setiap langkahnya membawa bayangan ketakutan, dan dia tahu bahwa ancaman yang dia rasakan bukanlah khayalan semata. Sesampainya di rumah, Aria segera masuk ke kamarnya. Di sana, dia meletakkan batu kristal itu di atas meja dekat tempa
Baca selengkapnya

**Bab 10: Kebenaran yang Tersembunyi**

**Bab 10: Kebenaran yang Tersembunyi** Matahari telah mulai tenggelam di balik bukit ketika Aria akhirnya mencapai rumah Nenek Nyai. Suasana di desa terasa aneh, seolah-olah ada sesuatu yang merayap di balik ketenangan senja. Aria tidak bisa menyingkirkan perasaan bahwa setiap bayangan yang terlihat, setiap angin yang berdesir, membawa pesan dari kegelapan yang semakin dekat. Nenek Nyai menyambut Aria dengan wajah serius. Tanpa basa-basi, dia segera mempersilakan Aria masuk ke ruangannya yang penuh dengan buku-buku kuno, ramuan, dan benda-benda aneh lainnya. Nenek Nyai tahu ada sesuatu yang mendesak yang harus mereka bicarakan, dan tatapan mata tajamnya mengisyaratkan bahwa dia sudah menunggu kedatangan Aria. “Anakku, apa yang terjadi sejak terakhir kali kita bertemu?” tanya Nenek Nyai, suaranya lembut tapi tegas. Aria menggenggam erat batu kristal di sakunya, merasakan getaran aneh setiap kali dia mengingat peristiwa di rumahnya. Dia menceritakan semua yang terjadi—tentang suara-
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status