Semua Bab HOW BAD DO YOU WANT ME?: Bab 61 - Bab 70

70 Bab

BAB 60

MIKA menggiringnya menuju tempat yang lebih sepi di jalan menuju gedung kantor. Rosa hanya mengekori saja dengan jarang tiga langkah di belakang pemuda tersebut. Si gadis menimbang-nimbang, Mika akan mengatakan apa padanya? Ujaran kekesalan karena ia pergi begitu saja? Lagi pula kenapa harus sekarang? Dan yang paling aneh lagi Mika sudah mengantongi izin dari sekolah kalau Mika tidak akan berpartisipasi banyak di acara OS. Bahkan tidak ikut ambil bagian. Begitu mereka sampai di tempat yang aman serta cukup sepi untuk saling memaki. Mika berbalik menatap Rosa dan si gadis tidak mengerti arti dari tatapan Mika. Sendu? Kenapa sendu? Mika mengambil napas sejenak, “Gue mau bilang minta maaf, Rosa.” “Huh?! Buat apa?” “Karena acara makan malam itu, apalagi,” balasnya, nadanya masih stagnan dan tenang; benar-benar di luar ekspektasi. Rosa mengerutkan keningnya, sepenuhnya tidak mengerti dengan maksud Mika. Mika t
Baca selengkapnya

BAB 61

“IYA! Bagus!” Rosa bertepuk tangan dengan meriah saat tim terakhir padus menyelesaikan nyanyian mereka. Gadis itu langsung bangkit dari tempatnya menuju anggota-anggota padus lain. Berpelukan bersama saking senangnya latihan mereka berjalan lancarㅡmeski kekurangan Mika, bagian ini masih terasa. Seluruh anggota paduan suara saling bertos ria, setelah mengisi tenaga dengan makan gratis mereka semangat latihan. “Yaudah. Turun, anak teater mau latihan,” ujar Rosa. Mereka mengangguk dan si gadis mulai menghitung setiap anggota yang menuruni panggung. Lengkap atau tidaknya. “Bagi yang menjabat sebagai ketua klub, harap kumpul di ruang auditorium. Segera!” seru seorang laki-laki dengan lambang OSIS yang melingkar di lengan kirinya. Rosa lantas cepat-cepat menghampiri Cheryl yang berada di pintu utama, “Cher, lo aja yang ke auditorium, ya?” Cheryl mengerutkan keningnya, “Lho, kenapa?” “Gue lagi male
Baca selengkapnya

BAB 62

BARANGKALI pembicaraan mereka kemarin tidak membawa hasil yang baik, malah semakin membuatnya membeku untuk waktu yang tak dapat di tentukan hingga kapan. Rosa sendiri tidak bisa terus-menerus menjatuhkan diri dalam kubangan kesedihan. Mungkin memang jalan hidupnya di atur demikian, ia juga sudah lelah memberontak. Rosa menyibukkan diri untuk persiapan penampilan solonya. Hari ini adalah hari pertama open stage, biasanya diadakan tiga hari paling lama. Bina Bangsa yang biasanya sudah penuh dengan murid-murid kini bertambah sesak dengan tamu-tamu yang datang. Rosa agaknya semakin gugup, ia takut membuat kesalahan. Namun ketiga sahabatnya sangat membantu sekali. Jessica sibuk memijat pundaknya, Chelsie mendandaninya sementara Jenna mengarahkan kipas portable pada Rosa. Rosa sudah seperti solois sungguhan dengan satu manager, satu asisten dan satu MUA. “Gimana? Enak?” tanya Jessica seraya menatap sahabatnya di cermin. Rosa mengangguk sera
Baca selengkapnya

BAB 63

ARZAN yakin betul sudah berlari kesana-kemari guna menemukan Nona Mawarnya. Namun si pemuda berlesung pipi tersebut tidak menemukan eksistensi Rosa di mana pun. Ia berdecak sebal sembari mengacak rambut belakangnya kasar. Arzan meluruhkan bahunya lesu dengan wajah kuyu. Rosa menghilang dari dari pandangan mata, Arzan kesulitan untuk kembali menggapai gadis tersebut. Seluruh sudut-sudut sekolah yang agaknya akan Rosa kunjungi, sendirian atau bersama ketiga sahabatnya pun sudah Arzan datangi. Namun tak kunjung menemukan gadis tersebut. Kemana kira-kira Rosa melarikan diri untuk menenangkan diri? “Tunggu Kak Rosa aja, Kak. Mungkin bentar lagi datang.” Arzan memutar tubuhnya secepat kilat tatkala nama Rosa disebut-sebut. Pemuda tersebut lantas menghampiri Cheryl dan seorang gadis di dekat pintu aula. “Cher, lo liat Rosa?” tembaknya langsung begitu menepuk pundak Cheryl. “Katanya dia pulang bentar buat ngambil
Baca selengkapnya

BAB 64

DERASNYA hujan membasahi setiap sudut kota, hawa dingin beriringan dengan petrikor yang menusuk rongga hidung. Sesak di jalanan pun dibuat lengang dalam sekejap, tak ada orang yang mau basah kuyup; mungkin hanya sebagian orang. Sejauh yang dapat diingat dalam memori sebab semua yang terjadi terlalu cepat. Arzan tak lagi bisa merasakan kakinya menapak setelah Rosa masuk ruang operasi. Tangannya tremor parah, penuh darah kering dan pening menghantam kepala. Si pemuda terus mendoktrin diri bahwa Rosa akan baik-baik saja. Nona Mawarnya sangat kuat jadi ia yakin Rosa akan melewatinya dengan baik. Namun semakin banyak ia berkata demikian, semakin deras air matanya yang keluar. Jantungnya berdetak melewati batas normal dengan sesak merenggup pernapasan. Tubuh Arzan ditarik paksa untuk berdiri dan maniknya bersitatap dengan Jessica. Ah! Kapan gadis itu sampai? Arzan tidak sadar. Jessica mencengkeram kuat kerahnya. Seolah mencari kepingan lain dalam manik lawan bicara guna mengetahui k
Baca selengkapnya

BAB 65

ENTAHLAH sudah berapa lama Arzan membiarkan tubuhnya di guyur hujan. Hanya saja saat sampai di rumah dalam keadaan basah kuyup dan membuat Susan memekik kaget. Arzan yakin ia masih berada di pintu rumah saat itu terjadi, namun tahu-tahu saat bangun ia sudah berada di rumah sakit lagi. Bukan di ruang inap Rosa melainkan di ruang rawat inapnya sendiri. Ia terkena gejala tifus hingga harus dirawat. Yang lebih mengejutkan Arzan tidak sadarkan diri cukup lama, nyaris menyentuh lima hari jika saja sorenya Arzan tidak sadar. Mungkin karena tenaganya diforsir selama sebulan ini, hujan-panas selalu mengurus acara sekolah. Arzan merasakan kepalanya terasa dihantam gada saat bergerak sedikit saja. Krystal menghela napas berat saat mengusap dahi Arzan. Masih panas. "Bunda udah pulang buat ambil baju kamu kalau kamu penasaran," ujar Krystal. "Ayah lagi kerja ngurusin kasus baru." "Rosa?" Arzan menoleh. "Rosa udah bangun?" Krystal menggeleng, "Belum, Zan. Sabar, ya. Doa yang banyak supaya
Baca selengkapnya

BAB 66

DERASNYA hujan membasahi setiap sudut kota, hawa dingin beriringan dengan petrikor yang menusuk rongga hidung. Sesak di jalanan pun dibuat lengang dalam sekejap, tak ada orang yang mau basah kuyup; mungkin hanya sebagian orang. Sejauh yang dapat diingat dalam memori sebab semua yang terjadi terlalu cepat. Arzan tak lagi bisa merasakan kakinya menapak setelah Rosa masuk ruang operasi. Tangannya tremor parah, penuh darah kering dan pening menghantam kepala. Si pemuda terus mendoktrin diri bahwa Rosa akan baik-baik saja. Nona Mawarnya sangat kuat jadi ia yakin Rosa akan melewatinya dengan baik. Namun semakin banyak ia berkata demikian, semakin deras air matanya yang keluar. Jantungnya berdetak melewati batas normal dengan sesak merenggup pernapasan. Tubuh Arzan ditarik paksa untuk berdiri dan maniknya bersitatap dengan Jessica. Ah! Kapan gadis itu sampai? Arzan tidak sadar. Jessica mencengkeram kuat kerahnya. Seolah mencari kepingan lain dalam manik lawan bicara guna mengetahui k
Baca selengkapnya

BAB 67

DUA minggu berlalu. Kondisi Rosa makin memburuk. Arzan tidak tahu harus bagaimana mendefinisikannya namun ia rasa setiap melangkah menuju kamar si gadis. Lututnya melemas melihat banyak alat penopang kehidupan yang terpasang di tubub Rosa. Arzan seharusnya bersyukur saat gadis itu masih bisa bertahan, tetapi ia malah berpikir jika Rosa ingin pergi. Napasnya memberat. Tepat seminggu Rosa masih berdiam diri di ranjangnya, Arzan sudah dibolehkan untuk pulang. Menjalani aktifitasnya seperti biasa, bahkan Arzan tidak merasakan apapun saat Pak Harry memujinya terus-terusan atas kinerja mereka pada OS. Setiap hari yang Arzan lakukan hanya pulang sekolah dengan cepat agar menghabiskan sisa hari di sisi ranjang Rosa. Tangannya terjulur untuk menyelipkan anak rambut Rosa ke belakang telinga si gadis. Agar wajahnya tidak tertutupi lagi selain dengan alat pernapasan. “Kayaknya di sana enak ya, Sa? Sampai lo nggak mau bangun gini,” ujar Arzan sendu. Diusapnya punggung tangan Rosa yan
Baca selengkapnya

BAB 68

KAMAR inap Rosa ramai meski di isi hening, memperhatikan setiap gerak-gerik dokter yang kembali mengecek kondisi tubuh si gadis. Setelah Rosa sadar, Jessica seperti orang kerasukan menelepon semua orang, memberitahukan kabar gembira ini. Chelsie dan Jenna datang dengan napas terengah-engah dan mata membulat sempurna. Di susul Raffa, Revin dan Alvin kemudian. Lion pun juga datang setelahnya dengan masih mengenakan seragam basket. Jelas sekali kabur dari sesi latihan. Dokter tersebut berbalik dan membuat mereka menahan napas sejenak. Dokter tersebut tersenyum, “Pasien hanya butuh istirahat total untuk pemulihan. Jadi saya harap,” dokter tersebut menggantungkan kalimat dan tersenyum kecil. “Kalian tidak boleh terlalu memaksakan sesuatu hal pada pasien. Kalau begitu saya permisi dulu.” Mereka serentak menghela napas lega. Tepat setelah pintu tertutup mereka semua langsung mengerubungi setiap sisi ranjang Rosa. Seolah mereka adalah lalat yang baru saja melihat kue lava yang lezat. J
Baca selengkapnya

BAB 69

DI karenakan luka jahitan di perut maupun di kepala Rosa sudah mengering. Gadis tersebut diizinkan berjalan-jalan keluar kamar asal tetap pada pengawasan dan larangan yang seharusnya. Gadis chipmunk tersebut tentu senang akhirnya bisa keluar dari kamar super sumpek karena Jessica dengan kurang ajar membawa semua makanan yang di pantangkan untuknya. Rosa berdecih, mengumpat, melempar Jessica dengan vas bunga. Tetapi Jessica tetaplah Jessica. Kelakuannya tetap diulangi lagi ke esokannya. Hari inipun sama. Jessica dengan segenap hati dan baik sekali membawa pasta udang ke dalam kamarnya. Rosa mengumpat, berteriak histeris dan Jessica ngakak di tempat. Sahabat tidak ada akhlak. Rosa meremat kuat lengan Arzan sehingga pemuda tersebut meringis. “Kalau gue bisa, gue sleding kepalanya, Zan! Ih! Nyebelin banget, asli. Kuyang geblek, gue doain poninya hilang! Mampus!” gerutu Rosa, kesal pangkat seratus. “Cuih! Najis! Ishhh! Zaaaaan, mau pasta juga,” rengeknya. Arzan menghela napas berat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status