Semua Bab Kebangkitan Mafia yang Dikhianati : Bab 21 - Bab 30

32 Bab

Bab 21 Awal yang Baru

Setelah malam penuh kekacauan, pagi itu datang dengan keheningan yang aneh di markas Ferdy. Udara pagi terasa segar, menandakan perubahan yang baru saja terjadi. Gudang tua yang sebelumnya menjadi tempat pertempuran sengit kini sudah ditinggalkan. Polisi datang tak lama setelah pertempuran usai, mengambil alih dan membawa Aditya serta anak buahnya yang tersisa ke tahanan. Berakhir sudah ancaman yang selama ini menggantung di atas kepala mereka.Ferdy kembali ke markasnya bersama Rian dan beberapa anak buah setianya. Di dalam mobil, keheningan terasa berat. Masing-masing orang tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Bagi Ferdy, ini adalah awal dari kehidupan yang baru, bebas dari ancaman Aditya. Namun, kemenangan ini juga membawa perasaan lega yang bercampur dengan kelelahan dan kesadaran bahwa perjuangan mereka belum sepenuhnya usai.Setibanya di markas, Ferdy turun dari mobil dan disambut dengan pandangan penuh rasa hormat dari anak buahnya yang lain. Mereka telah mendengar kabar kem
Baca selengkapnya

Bab 22 Titik Balik

Hari-hari setelah penangkapan Aditya berlalu dengan cepat, namun bagi Ferdy, setiap momen terasa seperti lembaran baru yang harus dihadapi dengan hati-hati. Markasnya kini terasa lebih damai, jauh dari hiruk-pikuk ancaman yang dulu selalu mengintai. Namun, kedamaian ini membawa serta tantangan baru—bagaimana memimpin sebuah organisasi yang kini bebas dari ancaman luar, tetapi mungkin saja rentan dari dalam.Ferdy duduk di ruangannya, memandang ke luar jendela yang menghadap ke halaman belakang markas. Beberapa anak buahnya sedang berlatih di sana, mengasah keterampilan mereka seperti biasa. Namun, kali ini tanpa beban kecemasan yang dulu selalu menyertai setiap gerakan mereka. Pikiran Ferdy melayang pada apa yang harus dilakukan ke depan. Meskipun Aditya sudah tidak lagi menjadi ancaman, dia tahu bahwa ada hal-hal lain yang harus dihadapi.Pintu ruangan Ferdy terbuka perlahan. Rian masuk dengan langkah hati-hati, membawa sebuah map berisi laporan mingguan. “Bos, ini laporan terbaru da
Baca selengkapnya

Bab 23 Bayang-bayang Masa lalu

Setelah pertemuan singkat dengan Nadia di taman, Ferdy merasa pikirannya lebih jernih. Namun, kedamaian itu tidak bertahan lama. Sejak penangkapan Aditya, Ferdy tahu bahwa bukan hanya ancaman dari luar yang perlu diwaspadai, tetapi juga dari dalam lingkaran kekuasaannya sendiri. Ia telah melihat banyak orang yang berubah setelah merasakan sedikit kekuatan, dan itu membuatnya terus waspada.Pagi itu, Ferdy menerima sebuah laporan yang membuat hatinya berdegup lebih kencang. Laporan tersebut datang dari salah satu mata-mata kepercayaannya, yang telah menyusup ke sisa-sisa kelompok Aditya yang masih beroperasi di bawah radar. Mereka menemukan bukti bahwa beberapa mantan anak buah Aditya, yang kini bekerja di bawah kepemimpinan Ferdy, mungkin sedang merencanakan sesuatu yang besar di belakangnya.Ferdy berdiri di depan cermin di kantornya, memandangi bayangannya sendiri. Ia mengingat kembali peringatan Rian beberapa hari yang lalu tentang ketidakpuasan dan ketegangan yang mulai muncul di
Baca selengkapnya

Bab 24 Pengkhianatan di Depan Mata

Malam itu udara terasa lebih dingin dari biasanya, seakan alam memberi pertanda bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Ferdy berjalan bolak-balik di ruangannya, pikirannya terpusat pada rencana yang telah ia susun bersama Rian. Sudah saatnya mereka bergerak untuk menghentikan pemberontakan dari dalam, namun ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sesuatu yang ia rasakan tetapi belum bisa dijelaskan. Pengkhianatan, meskipun Ferdy sudah siap, selalu datang dari arah yang tidak terduga.Pintu ruangannya terbuka, dan Rian masuk dengan wajah penuh ketegangan. "Bos, kita sudah siap. Semua orang telah berada di posisi masing-masing. Kita tinggal menunggu sinyal untuk bergerak."Ferdy mengangguk, meski perasaan aneh masih menyelimuti hatinya. "Bagus, Rian. Pastikan semua berjalan sesuai rencana. Jangan ada yang bertindak sebelum aku memberi aba-aba.""Siap, Bos," jawab Rian sambil memberi hormat singkat sebelum meninggalkan ruangan.Ferdy menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diriny
Baca selengkapnya

Bab 25 Nafas Terakhir Sang Pengkhianat

Malam semakin larut, namun di markas Ferdy, tidak ada tanda-tanda akan berakhir. Setelah pengkhianatan Rian terbongkar, Ferdy mengambil keputusan yang tidak bisa ditunda. Kesetiaan adalah segalanya dalam dunia yang mereka jalani, dan pengkhianatan tidak hanya berarti pelanggaran, tetapi ancaman bagi keselamatan semua orang. Malam ini, nasib Rian akan ditentukan.Ferdy berdiri di tengah-tengah ruangan, memandang anak buahnya yang berkumpul. Mereka semua tampak waspada dan siap bertindak, namun ada sedikit ketegangan yang menyelimuti suasana. Pengkhianatan selalu menyisakan luka di antara mereka yang telah bertahun-tahun bekerja sama, dan sekarang, mereka harus menghadapi kenyataan bahwa salah satu dari mereka ternyata tidak bisa dipercaya.Di sudut ruangan, Rian duduk diikat pada kursi, wajahnya masih penuh dengan amarah, tapi tubuhnya lemas akibat luka di lengannya. Tembakan tadi tidak mematikan, tapi cukup untuk membuatnya tak berdaya. Di matanya, terpancar perlawanan, seolah menanta
Baca selengkapnya

Bab 26 Kembalinya Sang Jenderal

Pagi datang dengan sunyi di markas Ferdy. Udara masih dingin, tetapi suasana penuh ketegangan belum menghilang. Setelah malam penuh darah dan pengkhianatan, kelompok Ferdy tetap waspada. Semua tahu bahwa setelah kejadian kemarin, pertempuran dengan Aditya sudah semakin dekat, dan kali ini, taruhannya lebih besar dari sebelumnya. Namun, ada sesuatu yang belum mereka sadari—sebuah kekuatan yang siap muncul kembali, lebih besar dan lebih berbahaya dari yang pernah mereka bayangkan.Di sebuah lokasi terpencil di pinggiran kota, suara langkah sepatu yang berat memecah keheningan pagi. Di sana, di bawah sinar matahari yang baru terbit, berdiri seorang pria berusia tiga puluhan dengan wajah penuh bekas luka, tubuhnya kekar dan penuh karisma. Dia mengenakan seragam militer berwarna hitam dengan lencana khusus di dada kirinya—simbol kehormatan yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Dia bukan pria biasa. Dia adalah Alex, seorang mantan jenderal militer yang selama ini bekerja di bawah radar
Baca selengkapnya

Bab 27 Langkah terakhir

Malam yang dinanti akhirnya tiba. Di markas Ferdy, suasana penuh dengan persiapan terakhir. Semua anak buahnya sudah siap, dengan senjata lengkap dan hati yang penuh tekad. Sejak kedatangan Alex, semua pergerakan semakin tersusun rapi, dan rencana besar mereka siap dijalankan. Aditya, musuh terbesar mereka, tidak akan pernah menyangka bahwa malam ini akan menjadi malam terakhir kekuasaannya.Ferdy berdiri di depan peta besar yang tergantung di dinding ruangan rapat. Di belakangnya, Alex dan Nadia berdiri mengamati. Mata Ferdy menelusuri garis-garis yang telah mereka tandai, menunjuk ke lokasi-lokasi penting yang menjadi target mereka."Kita sudah sepakat," kata Ferdy, suaranya tenang tapi penuh wibawa. "Serangan pertama akan dimulai dari titik ini," ia menunjuk sebuah area di peta, yang merupakan salah satu gudang penyimpanan senjata milik Aditya. "Jika kita bisa menghancurkan ini, mereka akan kehilangan akses ke persenjataan berat mereka."Alex mengangguk sambil menyilangkan tangan d
Baca selengkapnya

Bab 28: Kejatuhan Sang Raja

Pintu besar ruang utama markas Aditya terbanting terbuka dengan keras. Ferdy, dengan langkah penuh percaya diri, memasuki ruangan bersama Alex di sisinya. Di sudut ruangan, Aditya berdiri dengan wajah penuh keringat dan ketakutan, tubuhnya menegang, seolah siap melawan tetapi tahu takdirnya sudah pasti. Untuk pertama kalinya, sosok yang selama ini memegang kekuasaan terlihat begitu rapuh dan tidak berdaya."Ini akhir dari semuanya, Aditya," suara Ferdy terdengar tenang namun sarat dengan kekuatan. "Kau tidak punya tempat lagi untuk bersembunyi."Aditya menatap Ferdy dengan mata penuh kebencian, tetapi ada juga rasa putus asa yang tidak bisa dia sembunyikan. Selama bertahun-tahun, dia berkuasa dengan tangan besi, menggunakan ketakutan untuk mengendalikan orang-orang di sekitarnya. Namun, malam ini, semua itu runtuh. Rencana Ferdy telah menutup semua celah pelariannya, dan sekarang dia dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa kekuatannya telah menguap.“Kau pikir ini sudah berakhir, Ferdy?
Baca selengkapnya

Bab 29 Masa Depan Baru

Pagi itu, cahaya matahari menyinari halaman rumah Ferdy dengan lembut. Setelah malam penuh ketegangan dan pertempuran yang sengit, suasana pagi itu terasa begitu tenang, seakan semesta memberi waktu bagi mereka untuk bernapas sejenak. Ferdy duduk di teras depan, menikmati secangkir kopi panas. Nadia berada di sisinya, wajahnya tenang, matanya menatap jauh ke arah langit biru yang cerah.Segala sesuatunya mulai kembali normal setelah kejatuhan Aditya. Markas musuh telah dibersihkan, dan sisa-sisa pengikutnya ditangkap atau melarikan diri. Bagi Ferdy, kemenangan ini bukan sekadar menghancurkan musuh, tetapi juga meneguhkan posisinya sebagai pemimpin yang kuat dan dihormati. Namun, di balik semua itu, dia tahu bahwa perjuangan sebenarnya baru saja dimulai."Apa yang kau pikirkan?" tanya Nadia lembut, menyadari bahwa pikiran Ferdy melayang jauh.Ferdy menoleh padanya dan tersenyum tipis. "Aku hanya berpikir tentang masa depan. Setelah semua yang terjadi, aku sadar bahwa ada begitu banyak
Baca selengkapnya

Bab 30 Mimpi yang Menjadi nyata

Kehidupan baru Ferdy dan Nadia di rumah kecil di pinggir kota telah berjalan selama beberapa bulan. Mereka menikmati ketenangan yang dulu terasa begitu jauh. Pagi-pagi mereka dipenuhi dengan suara burung berkicau dan aroma kopi yang menyegarkan, sementara sore hari dihabiskan dengan berjalan-jalan di taman dekat rumah, di mana angin sepoi-sepoi membelai wajah mereka dengan lembut.Namun, di balik kedamaian itu, ada satu hal yang selalu ada dalam pikiran Ferdy—mimpi untuk hidup dalam ketenangan tidak sepenuhnya mudah dicapai. Meskipun dia telah meninggalkan dunia lamanya, jejak dari masa lalunya masih terus menghantuinya. Ferdy sadar bahwa bagaimanapun dia ingin melarikan diri, akan ada masa lalu yang mencoba menariknya kembali.Suatu pagi, ketika Ferdy sedang duduk di beranda dengan secangkir kopi di tangannya, teleponnya berdering. Nadia, yang sedang menyiram tanaman di halaman, menoleh saat Ferdy mengambil telepon.“Siapa?” tanya Nadia dengan suara penuh perhatian.Ferdy melihat lay
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status