Aku merasakan air mataku menetes membasahi pipiku, taruman yang begitu jelas, dosa yang begitu mutlak, mereka bercumbu di hadapanku tanpa sadar bahwa aku pasti akan sembuh. Nasya terus mengerang dan Anjas terus memberikan Nasya alasan untuk mendesah, terus menerus, dan mata ku satu, mataku merasa lelah, telingaku akan segera meledak. Bagaimana Anjas melakukan ini semua? Kepadaku dan kepada calon anaknya? Bagaimana dia bisa meremehkan ingatanku? Bagaimana dia menganggap bahwa aku tidak akan mengingat semuanya? "Mas Anjas, Anara ... Tolong hentikan, tolong hentikan!" Aku memohon dengan tubuh gemetar dan mematung, kalian tidak akan bisa membayangkan rasa sakit ku, air mata ku, dan kekejaman ini, bagiamana ... Bagiamana aku bisa melewati kejahatan ini? "Lupakan mbak Nasya ... Akh akh akh, Mas, ya ... Argh, lupakan bahwa dia ada di sini Aaaa!" Kedua kaki Anara berada di leher Anjas, dan dia terbaring di atas sofa, tepat di hadapanku, di hadapan wanita yang sedang hamil ini. Nafas Anja
Baca selengkapnya