Layla melirik ke arah Aldimas. Ia tahu, pria itu pasti sedang menahan tawanya. Aldimas berkali-kali berdeham sambil menghindari mata Layla. Begitu mereka saling bertatapan lagi, Layla bisa melihat sudut bibir pria itu berkedut.‘Menyebalkan!’“Saya pesan layanan kamar sebentar,” ucap Aldimas, dengan nada yang terdengar biasa—pura-pura.Sepertinya, Layla menyadari itu. Ia kembali berkata dengan ketus sambil menatap langit-langit kamar, “Gak perlu, aku gak laper banget.”“Saya sekalian mau turun.”Kali ini, ucapan Aldimas sukses membuatnya menoleh. Layla kira, ketika Aldimas bilang akan memesan layanan kamar, pria itu akan memanggilnya melalui telepon hotel.“Turun?” ulang Layla.Akhirnya, Layla paham kenapa Aldimas hanya berdiri di sana sedari tadi. Pria itu bahkan tidak melepaskan jam tangan mahalnya, atau paling tidak mengganti sepatu itu dengan sandal hotel.“Kamu bisa pakai kamar ini sendiri, biar saya cari kamar lain,” ucap Aldimas, sehingga membuat Layla duduk di tepi kasur.Untu
Read more