Semua Bab Ketika Mantan Kekasih Suamiku Kembali : Bab 31 - Bab 40

82 Bab

Bab 31

Bab 31"Lama banget, sih!" gerutu Rania dalam sambungan telepon."Sabar, Sayang. Ini aku baru on the way. Kamu tunggu ya? Habis ini kita cari sarapan.""Iya, jangan lama-lama! Aku keburu laper!"Abi mengembuskan napas kasar. Kesabarannya selalu terkuras saat bersama Rania. Dengan cepat Abi mengendarai mobilnya menuju apartemen Rania. Ia tak mau repot merayu rayu lagi jika sampai terlambat datang.Sementara itu berbanding terbalik dengan Rania, Nisrina masuk ke dalam kantor dengan hati riang. Meskipun dalam lubuk hatinya tersimpan rasa cemas akan hubungan sang suami yang tetap berjalan dengan kekasihnya setelah perjanjian itu mereka tanda tangani."Pagi, Bu," sapa security. "Pagi juga." Nisrina membalas sapaan itu dengan ramah. Tempat kerja yang baru ini tidak terlalu asing baginya sebab sebelumnya ia kerap berkunjung untuk meeting atau yang lainnya. Dengan rekan sesama manager pun ia sudah saling akrab sehingga tak susah untuknya beradaptasi."Pagi, Bu Rina." Team Leader di divisi B
Baca selengkapnya

Bab 32

Bab 32Selesai briefing, Nisrina membantu staf-nya untuk mendisplay barang di rak. Banyak obrolan dan candaan terlontar dari bibir mereka yang membuat hubungan atasan dan bawahan itu terasa menyatu.Sebagai seseorang yang hidup sebatang kara, Nisrina menganggap staf dan rekan sesama manager di tempatnya bekerja seperti saudara sendiri. Sehingga ia mudah berbaur dengan semula dan tidak pernah membandingkan antara atasan dan bawahan."Ngga pulang, Fidz?" sapa Nisrina yang masih melihat Team Leader-nya sibuk membantu staf yang lainnya menata barang sesuai instruksi saat briefing."Nanggung, Bu. Sekalian selesai aja."Nisrina menatap jam di pergelangan tangannya. Jarum pendek jam tersebut sudah menunjukkan pukul lima sore, seharusnya staf pulang satu jam yang lalu."Sudah lebih satu jam, Fidz. Sebaiknya pulang saja. Ini biar saya yang bantu sama tim sore.""Enggak, Bu. Ngga enak pulang ninggal kerjaan. Minimal setelah ini selesai."Nisrina tersenyum. Sebagai karyawan di perusahaan retail,
Baca selengkapnya

Bab 33

Bab 33"Tidur di kamar, Sayang," ucap Abi saat Rania terlentang di sofa ruang tengah. Matanya lelap setelah menikmati makan siang yang kesorean.Suara televisi yang dibiarkan menyala itu bak lagu nina bobo bagi Rania. Matanya memejam, telinganya mendengar lagu yang diputar melalui aplikasi musik di televisi digital tersebut.Mendengar suara sang kekasih, Rania membuka matanya."Ngga mau. Di sini aja. Peluk," rengek Rania seraya merentangkan kedua tangan. Bibirnya mengerucut untuk membuat sang kekasih lekas mendekat ke dalam pelukannya."Sini, tidur sama aku. Katanya kangen?" Raut memelas tak lepas dari wajah Rania yang sedang terbaring itu.Abi tersenyum senang mendapati rengekan manja milik Rania. Suara itu bak bentuk kasih dari Rania untuknya. Dengan bahagia ia menyambut pelukan tersebut dan membenamkan kepala sang kekasih ke dalam dada bidangnya."Capek ya?" bisik Abi. Tangan kekarnya itu mengusap lembut rambut panjang milik Rania."Iya. Kamu hebat. Bisa bikin aku terbang melayang
Baca selengkapnya

Bab 34

Bab 34"Jangan diangkat Rin. Kumohon," ucap Abi lagi. Ia merasa jera dengan apa yang terjadi. Wajah Nisrina yang tampak serius membuat Abi merasa takut."Untuk apa aku bertahan sebulan ke depan jika Mas selalu ingkar? Bahkan perjanjian bermaterai pun kamu ingkari! Lebih baik sudahi saja agar semuanya bahagia, iya kan?" Wajah Nisrina mengeras. Ia menatap sang suami dengan tatapan tajam, tanpa kelembutan sedikit pun."Aku minta maaf, Rin. Aku janji, aku ngga akan ngulangi lagi." Abi berusaha meraih ponsel yang dipegang Nisrina. Akan tetapi, dengan cepat Nisrina menepis tangan Abisatya."Diamlah, Mas. Aku sudah lelah. Bukannya kamu ingin segera bersatu dengan pacarmu itu? Aku hanya ingin membantumu, aku pun lelah dengan keadaan ini."Panggilan pun terhenti. Nisrina hanya melirik ponsel yang tak lagi menyala itu."Tidak, Rin. Jangan begini caranya. Makin runyam kalau kamu putuskan dengan emosi begini. Aku janji, aku ngga akan ulangi. Kamu percaya sama aku." "Runyam hanya sebentar, Mas.
Baca selengkapnya

Bab 35

Bab 35Abisatya bergegas mengangkat tubuh Nisrina menuju ranjang. Ia membaringkan badan langsing itu dengan sempurna. Apa yang dilakukannya ini adalah kali pertama mereka bersentuhan badan tanpa sekat dan tanpa dilihat oleh orang lain.Abi melihat wajah lemas Nisrina dengan hati iba. Hatinya mulai tergelitik oleh rasa bersalah.Tangan Abisatya menyentuh dahi yang tak terlalu lebar milik sang istri, dingin tidak demam sama sekali. Akan tetapi mata yang dihiasi bulu lentik itu memejam rapat sekali."Kamu kenapa, Rin?" tanya Abi. "Bangunlah."Namun tidak ada jawaban dari bibir Nisrina, bahkan mata itu tetap terpejam rapat dan tidak ada tanda-tanda akan bergerak.Dengan cepat Abi kembali ke ruang tengah, mengambil ponselnya untuk menghubungi dokter pribadi. Ia tidak mau membawa Nisrina ke rumah sakit sebab terlalu beresiko. Setelah beberapa menit menunggu, dokter pun datang. Abi mempersilahkan dokter Reza untuk masuk ke dalam kamar yang ditempati Nisrina. Ia merasa kondisi istrinya hany
Baca selengkapnya

Bab 36

Bab 36Sepanjang perjalanan menuju toko Nisrina tak banyak bicara. Bibir dan badannya memang diam, akan tetapi pikirannya tebang jauh membayangkan bagaimana jika ia benar-benar membuka semuanya."Aku harus apa lagi?" ucap Abi lemah. Ia tahu bagaimana orang tuanya yang tidak pernag main-main dengan ucapan mereka. Jika saja ini sebuah perkara kecil, Abi tak akan takut dengan amarah orang tuanya. Akan tetapi ini adalah sebuah ikatan pernikahan yang suci dan sakral, yang sebelumnya sudah diwanti-wanti oleh mamanya untuk serius menjalaninya.Namun, kehadiran Rania membuyarkan semuanya. Ketakutan-ketakutan itu tiba-tiba saja sirna saat melihat wajah wanita yang sudah membuatnya patah hati."Mas hanya perlu diam, dengarkan amarah mereka tanpa menyangkal atau membela diri." Nisrina turut bersuara."Andainya kamu tahu bagaimana Papa kalau marah.""Sudahlah, jangan lagi membahas ini. Aku bosan. Seharusnya sudau sejak lama Mas berpikir
Baca selengkapnya

Bab 37

Bab 37Semalaman Nisirna tak kunjung tidur. Ia terus memikirkan bagaimana caranya menyampaikan maksud hati yang sudah tak tahan lagi bertahan dengan pernikahan yang tak sehat itu.Hingga pagi menjelang, Nisrina tak kunjung bisa tidur. Ia memutuskan untuk bangun dan menyiapkan sarapan. Ini adalah saat-saat terakhir Nisrina melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan ia tak mau menyia-nyiakan waktu yang sedikit itu.Luka itu memang masih basah. Akan tetapi, menekan luka itu lebih baik dari pada bertindak sesuka hati yang bisa saja mengakibatkan sebuah penyesalan dikemudian hari."Pagi sekali," sapa Abi yang dua hari ini bangun lebih pagi dari biasanya.Nisrina tidak menjawab sapaan suaminya. Ia fokus dengan wajan yang ada di hadapannnya."Kamu berangkat pagi?" tanya Abi lagi. Ia tak bosan untuk mengajak bicara istrinya."Iya, aku harus berangkat pagi ke rumah Mama, biar aku bisa ketemu Papa di sana."Abisaty
Baca selengkapnya

Bab 38

Bab 38"Sudah, Pa!" teriak Nisrina. Ia lebih dulu meletakkan rantang berisi makanan di atas kursi besi yang ada di depan kamar rawat Bu Rumaisha, lalu kembali mendekati Abi yang masih tersungkur."Bangun kamu! Jangan jadi pengecut!" sengit Pak Gunawan dengan napas memburu. Jari telunjuknya terulur menunjuk anak laki-lakinya yang tersungkur di lantai.Nisrina membantu Abi berdiri dengan tertatih. Badan Abi yang berat membuat Nisrina harus mengeluarkan tenaga yang dia punya untuk membantu sang suami kembali tegak.Abi meringis kesakitan sembari memegang rahangnya yang kebas. Ujung bibirnya mengeluarkan cairan merah segar. Ia tak berani melawan papanya. Jika orang tua laki-lakinya sudah berbuat kasar itu artinya ada satu kesalahan fatal yang sudah ia perbuat.Abisatya paham betul bagaimana papanya."Kenapa harus kamu bantu laki-laki pengecut seperti ini!" dengkus Pak Gunawan lagi."Ada apa ini, Pa? Kenapa Papa menghajar Mas Abi sedemikian rupa? Dia ini anak Papa," cecar Nisrina lagi. Bag
Baca selengkapnya

Bab 39

Bab 39Nisrina bungkam seketika. Ia tak berani menjawab pertanyaan mertuanya."Tidak, Ma. Bukan begitu. Kami hanya butuh waktu," sahut Abi yang berusaha membantu sang istri. Meskipun Abi tahu pertanyaan mamanya itu benar adanya, tapi tidak mungkin juga semuanya selesai sekarang juga.Kondisi Bu Rumaisha perlu perhatian dan tak mungkin makin diperparah dengan kabar ketidakcocokan antara keduanya."Butuh waktu itu lumrah, tapi kamu jangan hadirkan orang lain antara kalian. Tidak begitu caranya, Nak," ujar Bu Rumaisha. Ia tak bisa marah pada sang putra."Maafkan Abi ya, Ma. Abi sudah bikin Mama kayak gini." Raut penuh rasa bersalah tercipta di wajah Abisatya."Iya, Nak. Mama maafkan. Mama hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Percayalah, Nisrina perempuan yang baik, yang akan menjadi pendamping hidup terbaik buatmu."Abi diam saja. Ia memegang ujung bibirnya yang memar. Sementara itu, Nisrina dilanda keka
Baca selengkapnya

Bab 40

Bab 40Malam itu, Nisrina sedang bersiap untuk menghadiri resepsi pernikahan Bian dan Ratih. Ada rasa tak nyaman saat ia sedang menatap pantulan wajahnya di dalam kaca.Kenangan saat mereka bersama kembali berkelindan dalam kepala. Perlakuan hangat yang diberikan Bian kembali mengusik hatinya. Senyum tulus yang terbit dari wajah laki-laki yang dulu sangat dicintainya itu kembali mengorek luka yang sudah dengan susah payah ia tutupi.Namun, tamparan dari wanita paruh baya yang telah melahirkan Bian itu kembali terasa perih di wajah Nisrina, yang membuat kenangan-kenangan itu menguap entah kemana.Terbersit rasa ragu untuk hadir di acara itu, mengingat sikap orang tua Bian yang tak menyukainya dan cenderung kasar padanya.Sayangnya pesan dari Bian malam kemarin membuat Nisrina merasa bahwa kehadiran memang harus benar-benar terjadi.[Datang lah dipestaku, sebagai bukti bahwa kamu memang tak lagi mencintaiku. Ketidakhadiranmu k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status