Semua Bab Mendadak Dinikahi CEO Arogan: Bab 51 - Bab 60

102 Bab

50. Rumor tenteng pemimpin JZ Group

“Kita usahakan sama-sama. Kalau golongan darahnya tidak langka, maka tidak akan sulit mencarinya. Aku akan bantu cari.”Kata-kata Natan membuat Zea merasa sedikit lebih lega. Setidaknya dengan bantuan orang berpengaruh seperti Natan, tidak akan terlalu sulit meskipun harus mencari golongan darah langka sekalipun.Tidak ada yang akan sulit jika kita punya kuasa, urusan yang paling sulit pun bisa dilakukan dengan mudah.Lima menit kemudian Natan dan Zea sudah berada di rumah sakit, Zea berjalan cepat menuju ruangan ICU sesuai dengan arahan dari Abraham melalui handphone.“Baby, jalannya tidak usah terlalu buru-buru. Nanti kamu nab—”Dugh!“Mama sakit! Hiks.”Mata Natan melotot melihat melihat Zea menangis sambil mengusap keningnya. Belum juga Natan menyelesaikan kalimatnya, nyatanya apa yang ia takutkan benar-benar terjadi.Zea yang berjalan tanpa memperhatikan sekitar, Zea malah tidak sengaja menab
Baca selengkapnya

51. Menyayangi secara diam-diam

“Lukanya tidak terlalu besar, jadi tidak perlu dijahit,” jelas Dokter itu sambil memasang perban di sudut kiri kening Zea yang terluka. “Kalau tidak terlalu besar, terus kenapa tadi darahnya banyak sekali?” “Itu wajar lah, Mas. Namanya juga darah kepala.” Bukan Dokter itu yang menjawab, melainkan Zea. “Sakit tidak, Baby?” Natan mengusap perban di kening Zea yang suda terpasang rapi. Zea tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya. “Udah nggak sakit kok, Mas,” jawabnya agar Natan tidak khawatir berlebihan dan berakhir lebay. “Kenapa bisa luka begitu, Nona?” tanya si Dokter sambil menuliskan resep obat untuk Zea. “Tadi nggak sengaja nabrak sanding tembok, Dok. Saya kurang hati-hati pas jalan tadi karena terlalu mikirin adik saya yang dirawat di sini.” Zea mendadak sendu saat teringat dengan Maizura yang belum jadi ia jenguk. “Ekhm, Tuan. Ini resep obatnya.” Dokter ter
Baca selengkapnya

52. Bahasa halus

Harapan Monic hanya satu, kalau Zea tidak bersedia menerima dirinya. Setidaknya Zea harus menerima kehadiran Maizura, setidak suka apapun Zea terhadap Maizura, tetap saja di tubuh mereka mengalir darah yang sama. “Kata Dokter satu kantong saja cukup,” tutur Abraham diangguki mengerti oleh Zea dan Natan. “Gimana ceritanya Maizura bisa main di jalanan? Biasanya ‘kan dia nggak suka main di luar rumah.” Zea menatap Monic seakan pertanyaan itu ia tujukan pada ibu tirinya itu. “Mama nggak tau kapan Zura keluar rumah, Zea. Mama sibuk di dapur, tadi Mama kira dia main di depan tv seperti biasa. Tiba-tiba saja ada tetangga yang manggil-manggil Mama dari luar, ternyata Maizura kecelakaan di depan dia.” Monic menjelaskan tanpa ada yang dilebihkan dan dikurangkan. Dia benar-benar tidak tau kapan Maizura keluar rumah, taunya dia malah melihat putri kecilnya itu tergeletak di jalan dengan tubuh bersimbah darah.
Baca selengkapnya

53. Mbah G****e

“Big no! Nggak ada, aku belum siap punya anak sekarang,” tolak Zea mentah-mentah.“Tapi akunya sudah kebelet pengen punya anak, memang kamu tidak ingin ada anak kecil di rumah ini? Anak kecil itu lucu loh, Sayang.” Natan tidak ingin menunda punya anak karena dirinya sudah lama hidup kesepian.“Iya sih lucu, tapi aku ini masih mau sekolah, kuliah, kerja, baru abis itu punya anak.” Zea menjelaskan alasan kenapa dia tidak siap.,“Punya anak tidak akan membuat cita-cita kamu terbengkalai. Kalau menunggu kamu selesai bekerja sepuas hati dulu, bisa keburu tua aku ini, Baby. Kamu nggak kasihan sama aku?”Natan memasang tampang memelas agar Zea iba.“Fokus makan dulu bisa ‘kan? Jangan sampai nafsu makan aku hilang gara-gara pembahasan ini?” Zea berusaha mengalihkan topik.“Kalau aku maunya makan kamu aja, gimana?” Natan tersenyum penuh makna, dan itu terlihat mengerikan di mata Zea.“Kamu diam saja berarti kamu bersedia aku
Baca selengkapnya

54. Terkejut

“Ck, baru setengah enam. Harusnya gue bisa tidur lagi beberapa menit baru abis itu mandi,” racau Zea masih dengan mata setengah memicing. Rasanya mata Zea begitu sulit untuk dibuka saking ngantuknya. Sebenarnya Zea masih ingin tidur, bergelung syantik di bawah selimutnya. Tapi apa boleh buat, kewajibannya sebagai seorang pelajar yang harus menuntut ilmu ke sekolah mengharuskan Zea untuk bangun pagi. Di tambah lagi sepulang sekolah nanti Zea harus kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Maizura yang masih belum siuman. “Mas, bangun, Mas! Udah jam setengah enam loh.” Zea membangunkan Natan tanpa menoleh karena Zea sibuk mengumpulkan nyawanya sendiri sebelum beraktivitas. “Mas!” panggil Zea sekali lagi karena tak kunjung mendapatkan sahutan dari Natan. Biasanya sekali dipanggil saja Natan sudah bangun, tapi kenapa sekarang tidak ada sahutan?
Baca selengkapnya

55. Harus tetap ke kantor

“Darah?”Natan mengusap hidungnya lalu melihat tangannya yang tadi ia usapkan pada hidungnya, ternyata benar. Ada darah di sana.“Sayang, tolong ambilkan tisu!” Natan meminta tolong sambil mendongak ke atas agar tidak semakin banyak lagi darah yang keluar dari hidungnya.“Muka Mas kok santai banget sih? Mas lagi mimisan loh.” Zea jadi cemas melihat darah yang keluar dari hidung Natan.Zea pun membantu Natan menghentikan darah tersebut dengan beberapa lembar tisu tanpa merasa jijik.“Aku sudah biasa, Sayang. Setiap kali kelelahan pasti seperti ini.” Natan masih mendongak agar darah itu berhenti keluar.“Udah pernah cek Dokter?”“Udah.”“Apa katanya?” tanya Zea.Manik abu-abu Zea saling beradu tatap dengan manik hitam legam Natan.“Tidak ada masalah, hanya karena faktor kelelahan saja,” jawab Natan sejujur-jujurnya.“Mas nggak lagi bohongin aku ‘kan?” tuding Zea merasa curiga dan sangat tidak puas dengan jawaban Natan.“Untuk apa aku berbohong, Baby. Aku sehat kok, hanya saja kalau seda
Baca selengkapnya

56. Ke Dokter

“Eits, nggak bisa. Apapun itu alasannya, Mas Natan harus istirahat dulu hari ini. Jangan maksain diri kalau tubuh udah minta diistirahatkan.” Zea menahan dada Natan sehingga pria yang memiliki tatapan tajam itu terduduk kembali.“Tapi ini penting, Baby. Aku—”“Libur hari ini atau aku pulang ke rumah papa selama seminggu?”Ancaman dari Zea mampu membuat bibir Natan tertutup rapat.“Pinjem handphone kamu bentar!”Zea mengulurkan tangan meminta ponsel Natan.“Pinjem atau aku pulang ke rumah papa?” ancam Zea sekali lagi.Natan patuh, dia memberikan benda pinter miliknya pada Zea.“Pintar sekali dia mengancam ku sekarang,” gumam Natan begitu lirih agar Zea tidak bisa mendengarnya.“Mas ngomong apa barusan?” tanya Zea dengan mata setengah memicing.“Tidak ada, aku cuma lagi ngapalin doa saja,” jawab Natan asal.“Doa apaan?”“Doa bikin anak yang Sholeh dan Sholehah.”“Dasar
Baca selengkapnya

57. Meminta izin

Dua puluh menit kemudian Zea dan Natan sudah berada di dalam perjalanan menuju rumah sakit. Demam Natan yang semakin tinggi membuat Natan tidak bisa membawa mobil sendiri sehingga mereka harus diantar supir.“Masih dingin?” Zea membenarkan jaket yang Natan pakai.Zea juga sudah meminta supir untuk mematikan AC agar rasa dingin yang Natan rasakan bisa berkurang.“Ini kenapa malah semakin dingin?” lirih Natan, “peluk aku dong, Sayang. Siapa tau saja setelah kamu peluk rasa dinginnya akan berkurang?” pinta Natan.Dari suara Natan yang selemah itu, Zea merasa iba dan tidak tega untuk menolak. Alhasil, sekarang Zea memeluk Natan dari samping.Natan merebahkan kepalanya di atas bahu Zea. Natan memejamkan mata berharap rasa pusing yang ia rasakan bisa berkurang kalau dia tidur sejenak.“Makannya kalau kerja itu tau waktu dikit, kalau udah waktunya makan, ya makan. Kalau udah waktunya istirahat, maka harus istirahat. Kerjaan ng
Baca selengkapnya

58. Sakit apa?

Setelah menempuh perjuangan membujuk Natan yang begitu sulit. Akhirnya, Zea mendapat izin untuk menebus obat, sekalian menjenguk Maizura.“Dasar orang aneh, diri sendiri udah kayak orang mau mati masih ada ngotot mau nemenin gue.”Sepanjang jalan melewati koridor rumah sakit, Zea terus meracau mengomeli Natan yang sempat membuat drama ingin ikut dengan dirinya.“Zea!”“Astaga!” Zea yang sedang musuh-musuh dibuat kaget ketika ada seseorang yang menyapanya.“Ternyata bener-bener elo, lo ngapain di rumah sakit sendirian? Mana sambil ngomong sendiri lagi.”“Ngagetin aja deh lo, gue mau nebus obatnya Mas Natan,” jawab Zea apa adanya, “lo sendiri ngapain di sini? Lagi jenguk seseorang juga?” tanya Zea pada seseorang yang baru saja menyapanya.“Gue abis nganter Oma gue kontrol jantungnya, sekarang gue juga mau nebus obat. Gimana kalau kita bareng aja?” tawar Vetri sambil tersenyum.Orang yang baru saja menyapa Zea adal
Baca selengkapnya

59. Tentang perasaan

“Cuma demam biasa karena kelelahan kok, Pa. Dia itu maksain diri kerja semaleman sampai ketiduran di ruangan kerja, pas Zea bangunin malah mimisan saking panasnya demamnya.” Zea menceritakan keadaan Natan.Terlihat kekesalan di mata Zea saat menceritakan itu semua.“Kamu kesal karena harus merawat dia, atau kesal karena dia yang bekerja sampai lupa waktu?” pancung Abraham disaat Zea serang menggebu-gebu menceritakan Natan.“Zea mah nggak masalah kalau harus ngerawat dia, Pa. Tapi Zea tuh nggak suka dia yang kerja sampai lupa istirahat, lebih parahnya lagi dia sering banget lupa makan kalau nggak diingetin.”Abraham tersenyum mendengar cerita Zea, Monic pun diam-diam tersenyum tipis. Monic tidak bicara sepatah kata pun karena takut Zea tidak nyaman, tapi jika mendengar dari cerita Zea. Sepertinya Zea tidak sebenci itu terhadap Natan.“Kalau seperti itu, cepatlah kembali ke suami kamu. Kasian dia menunggu kamu terlalu lama,” titah Abraham s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status