“Darah?”Natan mengusap hidungnya lalu melihat tangannya yang tadi ia usapkan pada hidungnya, ternyata benar. Ada darah di sana.“Sayang, tolong ambilkan tisu!” Natan meminta tolong sambil mendongak ke atas agar tidak semakin banyak lagi darah yang keluar dari hidungnya.“Muka Mas kok santai banget sih? Mas lagi mimisan loh.” Zea jadi cemas melihat darah yang keluar dari hidung Natan.Zea pun membantu Natan menghentikan darah tersebut dengan beberapa lembar tisu tanpa merasa jijik.“Aku sudah biasa, Sayang. Setiap kali kelelahan pasti seperti ini.” Natan masih mendongak agar darah itu berhenti keluar.“Udah pernah cek Dokter?”“Udah.”“Apa katanya?” tanya Zea.Manik abu-abu Zea saling beradu tatap dengan manik hitam legam Natan.“Tidak ada masalah, hanya karena faktor kelelahan saja,” jawab Natan sejujur-jujurnya.“Mas nggak lagi bohongin aku ‘kan?” tuding Zea merasa curiga dan sangat tidak puas dengan jawaban Natan.“Untuk apa aku berbohong, Baby. Aku sehat kok, hanya saja kalau seda
“Eits, nggak bisa. Apapun itu alasannya, Mas Natan harus istirahat dulu hari ini. Jangan maksain diri kalau tubuh udah minta diistirahatkan.” Zea menahan dada Natan sehingga pria yang memiliki tatapan tajam itu terduduk kembali.“Tapi ini penting, Baby. Aku—”“Libur hari ini atau aku pulang ke rumah papa selama seminggu?”Ancaman dari Zea mampu membuat bibir Natan tertutup rapat.“Pinjem handphone kamu bentar!”Zea mengulurkan tangan meminta ponsel Natan.“Pinjem atau aku pulang ke rumah papa?” ancam Zea sekali lagi.Natan patuh, dia memberikan benda pinter miliknya pada Zea.“Pintar sekali dia mengancam ku sekarang,” gumam Natan begitu lirih agar Zea tidak bisa mendengarnya.“Mas ngomong apa barusan?” tanya Zea dengan mata setengah memicing.“Tidak ada, aku cuma lagi ngapalin doa saja,” jawab Natan asal.“Doa apaan?”“Doa bikin anak yang Sholeh dan Sholehah.”“Dasar
Dua puluh menit kemudian Zea dan Natan sudah berada di dalam perjalanan menuju rumah sakit. Demam Natan yang semakin tinggi membuat Natan tidak bisa membawa mobil sendiri sehingga mereka harus diantar supir.“Masih dingin?” Zea membenarkan jaket yang Natan pakai.Zea juga sudah meminta supir untuk mematikan AC agar rasa dingin yang Natan rasakan bisa berkurang.“Ini kenapa malah semakin dingin?” lirih Natan, “peluk aku dong, Sayang. Siapa tau saja setelah kamu peluk rasa dinginnya akan berkurang?” pinta Natan.Dari suara Natan yang selemah itu, Zea merasa iba dan tidak tega untuk menolak. Alhasil, sekarang Zea memeluk Natan dari samping.Natan merebahkan kepalanya di atas bahu Zea. Natan memejamkan mata berharap rasa pusing yang ia rasakan bisa berkurang kalau dia tidur sejenak.“Makannya kalau kerja itu tau waktu dikit, kalau udah waktunya makan, ya makan. Kalau udah waktunya istirahat, maka harus istirahat. Kerjaan ng
Setelah menempuh perjuangan membujuk Natan yang begitu sulit. Akhirnya, Zea mendapat izin untuk menebus obat, sekalian menjenguk Maizura.“Dasar orang aneh, diri sendiri udah kayak orang mau mati masih ada ngotot mau nemenin gue.”Sepanjang jalan melewati koridor rumah sakit, Zea terus meracau mengomeli Natan yang sempat membuat drama ingin ikut dengan dirinya.“Zea!”“Astaga!” Zea yang sedang musuh-musuh dibuat kaget ketika ada seseorang yang menyapanya.“Ternyata bener-bener elo, lo ngapain di rumah sakit sendirian? Mana sambil ngomong sendiri lagi.”“Ngagetin aja deh lo, gue mau nebus obatnya Mas Natan,” jawab Zea apa adanya, “lo sendiri ngapain di sini? Lagi jenguk seseorang juga?” tanya Zea pada seseorang yang baru saja menyapanya.“Gue abis nganter Oma gue kontrol jantungnya, sekarang gue juga mau nebus obat. Gimana kalau kita bareng aja?” tawar Vetri sambil tersenyum.Orang yang baru saja menyapa Zea adal
“Cuma demam biasa karena kelelahan kok, Pa. Dia itu maksain diri kerja semaleman sampai ketiduran di ruangan kerja, pas Zea bangunin malah mimisan saking panasnya demamnya.” Zea menceritakan keadaan Natan.Terlihat kekesalan di mata Zea saat menceritakan itu semua.“Kamu kesal karena harus merawat dia, atau kesal karena dia yang bekerja sampai lupa waktu?” pancung Abraham disaat Zea serang menggebu-gebu menceritakan Natan.“Zea mah nggak masalah kalau harus ngerawat dia, Pa. Tapi Zea tuh nggak suka dia yang kerja sampai lupa istirahat, lebih parahnya lagi dia sering banget lupa makan kalau nggak diingetin.”Abraham tersenyum mendengar cerita Zea, Monic pun diam-diam tersenyum tipis. Monic tidak bicara sepatah kata pun karena takut Zea tidak nyaman, tapi jika mendengar dari cerita Zea. Sepertinya Zea tidak sebenci itu terhadap Natan.“Kalau seperti itu, cepatlah kembali ke suami kamu. Kasian dia menunggu kamu terlalu lama,” titah Abraham s
Zea merasa sedih.Apakah dengan itu Zea sudah ada rasa terhadap Natan?Entahlah, Zea sendiri pun masih tidak tau tentang perasaannya sendiri.Zea memilih berselancar di sosial media daripada membayangkan hal-hal yang akan membuat otaknya sumpek.Hingga setengah jam berlalu, dahi Zea berkerut mendengar rintihan kecil dari bibir Natan.Zea menyimpan ponselnya lalu menatap Natan yang ternyata sudah terjaga.“Mas udah bangun? Mana yang sakit?” Zea mendekat.Tanpa sadar, Zea menggenggam tangan Natan begitu perhatian.“Tidak pa-pa, mungkin cuma pusing karena bangun tidur. Infusnya sudah habis?”“Dikit lagi, Mas. Abis itu kita pulang.” Zea salah tingkah sendiri sambil melepas tangan Natan.Padahal Natan tidak menyadari Zea menggenggam tangannya barusan.“Kamu kembali sejak kapan?” Natan menatap Zea dengan sorot mata sendu saking pusingnya Natan saat ini.Natan pun bern
Sejak tadi Zea selalu memikirkan pembicaraannya dengan Natan beberapa jam yang lalu, Zea benar-benar tidak menyangka tempat tinggal mewah yang ia tinggali saat ini ternyata sudah berpindah kepemilikan atas namanya. ‘Apa dia nggak takut ya kalau sewaktu-waktu gue ninggalin dia terus dia gue usir dari mansion ini?’Banyak sekali pertanyaan yang bercokol di benak Zea. Ia yang awalnya berniat akan menguras habis harta Natan dalam bentuk balas dendam, jadi tidak perlu repot-repot berusaha karena nyatanya Natan telah memberikan semuanya padanya. ‘Kalau gini caranya gue jadi nggak bisa morotin dia lagi dong?’ batin Zea lesu.Zea memang berniat ingin membalas Natan yang menikahinya secara mendadak dengan cara mengurus saldo ATM Natan dan membuat Natan ilfil dengan cara bersikap matrek.Tapi, belum sempat Zea melakukan semua itu. Natan justru sudah menghujami dirinya dengan kehidupan mewah yang tidak pernah Zea duga sebelumnya.“Lo mik
Zea menceritakan mengenai kepemilikan mansion ini yang sudah dipindahkan atas namanya.Sepanjang Zea bercerita, Alea terlihat tak henti-hentinya terkejut. Tak terkecuali Anes, kali ini Anes paham maksud dari setiap kalimat yang dibisikkan oleh Zea.“Lo se-serius?” tanya Alea terbata.Ada rasa tak percaya di hati Alea saat mendengar cerita Zea barusan.“Nggak mungkin gue bohong soal beginian,” balas Zea merasa gemas.Di saat dirinya sedang uring-uringan memikirkan Natan yang terlalu royal padanya, eh si Alea malah meragukan kejujuran dirinya.‘Kan Zea jadi makin kesal dengan masalah yang tidak kunjung terselesaikan.“Itu mah namanya lo beruntung, Zea. Kalau gue yang jadi lo mah pastinya gue bakal jadi orang yang paling bahagia sedunia, mulai dari mahar sampai sekarang itu udah luar biasa banget, say.”Alea menahan suara agar tidak menjerit karena mengingat ada Natan yang sedang tidur di depan sana.“Au a