Home / Rumah Tangga / Istri Tawanan CEO Kejam / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Istri Tawanan CEO Kejam: Chapter 71 - Chapter 80

133 Chapters

Bab 71: Yang Sedang Dirasakan oleh Tristan

Dea duduk di bangku taman kampusnya, mencoba menenangkan pikirannya yang penuh dengan kebingungan. Matahari sore yang hangat memeluk tubuhnya, namun tak mampu mengusir perasaan gelisah yang menyelimuti hatinya. Dia meraih ponselnya dan menekan nomor Revana, berharap mendapatkan jawaban yang dapat menenangkan perasaannya. Panggilan tersambung hanya dalam beberapa detik."Ada apa, Dea?" Suara Revana terdengar lembut namun penuh dengan kelelahan di seberang sana. Dea bisa merasakan betapa kakaknya masih tertekan dengan semua yang terjadi.Dea menghela napas panjang, mencoba mencari cara terbaik untuk menyampaikan kabar yang didengarnya pagi tadi. "Tadi, aku berangkat ke kampus dengan Gave," ujarnya dengan pelan.Di seberang sana, Revana menaikkan alisnya, merasa ada sesuatu yang janggal. "Kenapa bisa bertemu dengan Pak Gave?""Tidak sengaja, Revana. Dia berhenti di depanku ketika aku sedang menunggu taksi," jawab Dea, lalu melanjutkan dengan nada yang lebih serius. "Aku ingin memberi ta
last updateLast Updated : 2024-08-19
Read more

Bab 72: Menemukan Keberadaan Revana

Malam sudah larut ketika Jay tiba di kediaman Tristan. Ia sudah terbiasa dengan pemandangan megah rumah sang mafia, tapi malam ini ada sesuatu yang berbeda. Begitu melangkah masuk, Jay langsung disambut oleh suasana yang suram dan gelap.Lampu-lampu yang biasanya menerangi ruangan besar itu kini hanya remang-remang, dan bau khas obat-obatan samar tercium di udara.Ketika Jay melihat kondisi Tristan, ia tak bisa menahan diri untuk bertanya. "Apakah sang mafia ini sedang dilanda malarindu?" tanya Jay dengan nada bercanda, mencoba mengurangi ketegangan yang ia rasakan. Namun, candaannya tidak direspons dengan tawa.Gave, yang berdiri di samping Tristan, hanya mengangkat bahu dengan ekspresi lelah. Dia sudah berhari-hari mencoba mengajak Tristan untuk fokus pada bisnis atau bahkan sekadar makan dengan teratur, tapi semua usahanya sia-sia. Tristan menolak untuk memikirkan apa pun kecuali satu hal—di mana istrinya, Revana, berada.“Jangan banyak bicara, Jay. Cepat katakan, apa yang kamu dap
last updateLast Updated : 2024-08-19
Read more

Bab 73: Akhirnya Menemukanmu

Pagi yang tenang menyelimuti suasana di jalan kecil yang menghubungkan kostan Revana dan Indri dengan café tempat mereka bekerja.Udara segar mengalir lembut, membawa aroma embun yang masih menempel di dedaunan. Keduanya berjalan santai, menikmati kesunyian pagi sebelum hiruk pikuk hari dimulai."Weekday gini nggak akan terlalu banyak pengunjung apalagi di pagi hari. Jadi, kita bisa santai," kata Indri sambil menyelipkan rambutnya yang tertiup angin di belakang telinga. Langkahnya mantap namun ringan, seolah-olah dunia ini tidak memiliki beban yang terlalu berat untuk dipikirkan.Revana mengangguk, mengiringi senyuman kecil yang muncul di wajahnya. "Iya, kamu benar. Hari ini yang jaga kasir siapa, ya?" tanyanya, mencoba mengalihkan pikirannya yang sejak tadi mengawang ke tempat lain."Bukannya kamu? Pak Zion kan lagi ada tugas keluar katanya," jawab Indri dengan santai."Oh, ya? Aku tidak tahu kalau Pak Zion hari ini keluar," Revana menjawab, sedikit terkejut. Ia tidak begitu memperha
last updateLast Updated : 2024-08-20
Read more

Bab 74: Betapa Lemahnya Dia

Tristan berjalan cepat keluar dari tempat itu, menggandeng Revana yang masih terlihat ragu-ragu.Ia bisa pingsan jika terlalu lama berada di dalam café tadi, di tengah keramaian yang hanya menambah rasa sesak di dadanya.Kini, mereka berada di tempat yang lebih sepi, di taman kecil dengan bangku panjang yang tampak sepi dari pengunjung. Hanya ada Tristan dan Revana di sana, dalam keheningan yang kian menambah jarak di antara mereka.Revana sekali lagi membuang muka setelah melepaskan genggaman tangan Tristan, tak ingin memperlihatkan ekspresi hatinya yang berkecamuk.Tristan, dengan penuh kasih, mengusapi perut buncit istrinya yang sedang hamil besar. Ia menunduk, mencium perut itu dengan penuh cinta. “Apa kabar kamu di sini, Sayang? Kamu tidak menyusahkan ibumu, kan?” bisiknya lirih, seakan berbicara langsung kepada calon buah hati mereka.Revana merasakan sentuhan lembut Tristan di perutnya, namun ia segera menyingkirkan tangan suaminya itu. Tatapannya dingin dan datar saat ia menata
last updateLast Updated : 2024-08-20
Read more

Bab 75: Jangan Menyiksanya Terlalu Lama

Rumah sakit itu terasa dingin, meski udara luar cukup hangat. Lampu-lampu putih menerangi lorong panjang yang sepi, hanya terdengar suara langkah-langkah tergesa dan bunyi mesin di kejauhan.Tristan baru saja dibawa ke ruang gawat darurat setelah pingsan di taman. Untungnya, seorang teman yang kebetulan berada di café segera memanggil ambulans dan membawanya ke rumah sakit.Revana kini berdiri di depan pintu ruang IGD, matanya merah dan bengkak akibat tangis yang tak henti-henti sejak tadi.Pikirannya masih dipenuhi dengan bayangan Tristan yang tergeletak tak sadarkan diri, kulitnya yang pucat dan napasnya yang lemah membuat hati Revana terasa seperti ditikam.Tak lama kemudian, dua sosok yang sangat dikenalnya muncul di ujung lorong. Gave dan Hendri, dua orang kepercayaan Tristan, berjalan cepat menghampiri Revana. Ekspresi mereka serius, penuh kekhawatiran.“Revana …,” suara Hendri pecah di udara saat melihat wajah adik iparnya. Ia sedikit terkejut melihat Revana setelah sekian lama
last updateLast Updated : 2024-08-20
Read more

Bab 76: Jangan Pergi lagi

Tristan membuka matanya secara perlahan setelah satu hari lamanya tidak sadarkan diri. Kegelapan dan kebisingan yang mengelilinginya perlahan-lahan memudar, meninggalkan keheningan yang menggetarkan.Lampu-lampu redup di kamar rumah sakit menyebar cahaya lembut ke wajahnya, yang kini mulai merasakan kehangatan dan kelembutan dari sesuatu yang lebih berharga daripada apa pun di dunia ini.Revana, yang masih setia menemani Tristan, berada di samping ranjang dengan tatapan cemas namun penuh kasih. Dia tidak pernah meninggalkan sisi Tristan selama waktu-waktu kritis itu.Saat Tristan membuka matanya, Revana langsung menoleh. Ada kelegaan yang tergambar di wajahnya, seolah seluruh dunia akhirnya kembali ke tempatnya yang semestinya.“Sayang …,” Tristan berucap lirih, suaranya nyaris seperti bisikan angin di tengah malam. Meski tubuhnya masih lemas dan terasa berat, ia tetap berusaha untuk bangun.Kepalanya berdenyut-denyut seperti sebuah drum yang tidak mau berhenti, tetapi dia berusaha me
last updateLast Updated : 2024-08-21
Read more

Bab 77: Peluh Pelebur Rindu

Dua hari setelah Tristan diperbolehkan pulang oleh dokter, mereka akhirnya memutuskan untuk meninggalkan villa tempat mereka tinggal sementara waktu.Revana, yang sangat peduli dengan kesejahteraan Tristan, mengajaknya menuju tempat tinggalnya selama di Bali—sebuah kostan sederhana yang telah menjadi rumah mereka sementara.Meskipun Tristan tahu Revana memiliki pengaturan yang sederhana, dia tetap tidak bisa menahan rasa ingin tahunya untuk melihat tempat itu.Ketika mereka tiba di kostan, Tristan terperangah melihat betapa kecil dan sederhana tempat tinggal Revana. Ruangan yang sempit dan perlengkapan yang minim benar-benar berbeda dari apa yang biasa ia bayangkan.Lantai yang tidak rata, dinding yang penuh dengan bekas-bekas, dan perabotan yang sudah usang membuat Tristan merasa tidak nyaman.“Revana … ini ….” Tristan menatap horror tempat itu, suaranya penuh dengan kekagetan dan kekhawatiran. “Ini tidak bisa disebut sebagai tempat tinggal. Bagaimana kamu bisa tinggal di sini?”Reva
last updateLast Updated : 2024-08-21
Read more

Bab 78: Satu Kali lagi

Pagi itu, matahari baru saja mengintip dari balik tirai-tirai langit, menciptakan semburat keemasan yang menerobos jendela kamar. Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Namun, keheningan masih menyelimuti ruangan itu, seolah waktu enggan bergerak maju.Revana membuka matanya perlahan, kelopak matanya yang masih berat oleh sisa-sisa mimpi berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang mulai merebak.Ia menoleh ke arah samping, di mana Tristan terbaring di sampingnya, tubuhnya masih memeluk erat, seolah takut kehangatan itu akan hilang jika ia melepaskan genggamannya.Senyum kecil terulas di bibir Revana, tipis namun penuh makna. Ia menatap wajah sang suami yang masih tenggelam dalam tidur, dengan mata yang masih tertutup rapat.Di balik ekspresi damai itu, tersimpan sosok yang begitu ia kagumi, yang dulu hanya menginginkan dirinya sebagai seorang istri tanpa cinta, namun kini telah memberikannya cinta yang tak pernah ia bayangkan akan ia rasakan.“Jangan dulu membuka matamu. Aku ingin m
last updateLast Updated : 2024-08-22
Read more

Bab 79: Bukan Siapa-siapa lagi

Langit senja di pesisir pantai mulai berubah warna, perlahan-lahan mencampurkan semburat jingga dengan warna biru yang masih tersisa di langit. Angin laut berhembus pelan, menggiring gelombang kecil yang bergulung lembut ke tepian.Di tempat ini, di tepian dunia mereka yang tenang, Revana dan Tristan berjalan beriringan di atas pasir yang lembut. Mereka memilih untuk tidak berbicara lebih dulu, membiarkan suara ombak menjadi latar dari percakapan yang belum dimulai.“Kenapa kamu pergi? Padahal aku punya kabar baik saat itu.” Suara Tristan memecah keheningan, lembut namun sarat akan beban. Matanya menatap lurus ke depan, menelusuri garis pantai yang seolah tak berujung.Revana berhenti sejenak, menoleh ke arah Tristan. Matanya menyelidik, seolah mencari jawaban di balik kata-kata yang baru saja dilontarkan sang suami.Mereka melangkah pelan, menyusuri pesisir pantai di dekat villa mereka, tempat di mana banyak kenangan terukir di antara butiran pasir dan deburan ombak.“Aku pergi hanya
last updateLast Updated : 2024-08-23
Read more

Bab 80: Pamit

"Apa kamu yakin, tidak akan kembali lagi padanya?" tanya Revana, suaranya lembut tapi tegas, seolah mencoba menembus dinding pertahanan terakhir yang Tristan mungkin bangun di antara mereka.Matanya mencari-cari di wajah Tristan, berharap menemukan kebenaran yang tidak bisa diungkapkan hanya dengan kata-kata.Tristan menatap Revana dengan mata yang lembut namun penuh keyakinan. “Apa kamu melihat keraguan dalam ucapanku? Kamu pikir, selama ini aku tidak tersiksa ketika kamu pergi?” suaranya rendah, penuh dengan perasaan yang sudah lama terpendam.“Bahkan selama dua minggu saat bersama dengan Aluna pun aku selalu memastikan kamu baik-baik saja di rumah. Pikiran dan hatiku hanya padamu meski saat itu aku sedang bersama dengan Aluna.”Revana diam, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Tristan. Ada kejujuran di sana, ada rasa sakit yang terdengar jelas, tetapi juga ada cinta yang seolah ingin meyakinkan dirinya.“Aku tidak jujur padamu karena aku tidak ingin kamu kepikiran, apala
last updateLast Updated : 2024-08-23
Read more
PREV
1
...
678910
...
14
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status