Home / CEO / Istri Buat Om Duda / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Istri Buat Om Duda: Chapter 1 - Chapter 10

56 Chapters

bab 1 Pertemuan Di Kafe

Lintang mengetuk-ngetuk kan jarinya dengan tidak sabar di meja kafe. Matanya terus melirik jam tangan mahal pemberian orangtuanya untuk ulang tahunnya yang ke -25 tahun lalu. Sudah hampir 20 menit ia menunggu pesanannya: satu gelas latte dingin dan sepotong cheesecake blueberry, menu favoritnya setiap kali ia butuh menenangkan diri setelah rapat yang melelahkan."Maaf, Nona, pesanan Anda," seorang barista meletakkan nampan di mejanya. Lintang mengernyitkan dahi. Di atas nampan ada secangkir kopi hitam dan sepotong roti bakar salmon. Bukan pesanannya."Maaf, tapi ini bukan pesanan saya," ujar Lintang, berusaha menjaga nada suaranya tetap sopan meski kekesalan mulai terasa. "Saya pesan latte dingin dan cheesecake blueberry."Barista itu terlihat bingung, lalu memeriksa struk pesanan. "Oh, astaga! Maafkan saya, sepertinya pesanan Anda tertukar. Saya akan segera mengambilkan yang benar."Tepat saat barista itu berbalik, seorang pria berusia sekitar awal 40 an menghampiri meja Lintang. Ia
Read more

bab 2 Pesanan Yang Tertukar

Dua hari berlalu sejak pertemuan di kafe, Presentasi Lintang berjalan luar biasa. Ia tidak hanya mendapat pujian dari jajaran direksi, tapi juga kepastian promosi yang akan diumumkan bulan depan. Seharusnya ia merasa di atas awan, tapi pikirannya terus melayang ke percakapan dengan pria bernama Arya itu.Hari ini Kamis, dan Lintang mendapati dirinya berdiri di depan kafe yang sama, ragu-ragu. Ia bahkan tidak yakin kenapa ia di sini. Untuk merayakan kesuksesannya? Atau... untuk sesuatu yang lain?"Hanya kopi," gumamnya pada diri sendiri, mendorong pintu kafe.Aroma kopi dan pastry hangat menyambutnya. Kafe tidak terlalu ramai, mungkin karena ini masih pukul 10 pagi. Lintang melangkah ke konter, mengantre di belakang seorang wanita yang sedang memesan."Satu latte dingin dan cheesecake blueberry," Lintang memberikan pesanannya pada barista yang berbeda dari kemarin. Seorang pemuda dengan rambut hijau cerah dan tindik di alis."Oke, satu latte dingin dan cheesecake blueberry," ulang si
Read more

bab 3 Lintang, Si Wanita Karir

Senin pagi, Lintang sudah berada di kantornya sejak pukul 7. Ia mematut diri di cermin kecil di mejanya, memastikan tidak ada noda kopi di blazer putihnya. Hari ini adalah hari penting: pengumuman resmi promosinya.Lintang menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia telah bekerja keras untuk mencapai titik ini. Sejak lulus dengan predikat cumlaude dari universitas top di Jakarta lima tahun lalu, Lintang tidak pernah membiarkan dirinya bersantai."Lintang?" suara lembut memanggilnya. Ia berbalik dan melihat Dian, salah satu rekan kerjanya, berdiri di pintu ruangannya dengan senyum lebar. "Sudah siap untuk hari besar mu?"Lintang tersenyum balik. "Siap tidak siap, hari ini tetap akan datang.""Kau pantas mendapatkannya," Dian mendekat, menyerahkan secangkir kopi. "Dari kafe favoritmu. Anggap saja hadiah awal.""Makasih, Dian," Lintang menyesap kopinya. Latte dingin, tapi bukan senikmat buatan kafe tempat ia bertemu Arya. Arya. Nama itu membuat jantungnya berdebar. Mereka terus
Read more

Bab 4 Arya, Duda dengan Satu Putri

Sementara Lintang sibuk di kantornya di pusat Jakarta, Arya sedang berkutat dengan masalah yang jauh berbeda di rumahnya yang nyaman di pinggiran kota. Kayla, putrinya yang berusia 7 tahun, sedang menangis di kamarnya."Sayang, Papa di sini," Arya berlutut di samping tempat tidur Kayla, tangannya dengan lembut membelai rambut hitam putrinya yang tergerai di bantal. "Mau cerita kenapa menangis?"Kayla terisak, memeluk boneka beruang pemberian Arya saat ulang tahunnya yang kelima. "Tadi... tadi di sekolah, Lia bilang aku aneh karena tidak punya mama. Dia bilang... semua anak normal punya mama dan papa."Arya merasakan hatinya seperti diremas. Sudah dua tahun sejak perceraiannya dengan Dian, mantan istrinya. Dua tahun ia berusaha menjadi ayah dan ibu bagi Kayla. Tapi saat-saat seperti ini, ia merasa gagal."Dengar, sayang," Arya mengangkat dagu Kayla lembut, menatap mata cokelatnya yang basah, "kamu tidak aneh. Kamu istimewa. Dan kamu punya Papa yang sangat menyayangimu. Itu yang terpent
Read more

Bab 5 Kafe yang Sama, Hari yang Berbeda

Musim hujan di Jakarta selalu membuat jalanan macet luar biasa. Lintang menggerutu di balik kemudi, melirik jam di dashboard mobilnya. 10:05. Ia sudah terlambat lima menit dari waktu yang dijanjikan."Sial," gumamnya, mengirim pesan cepat ke Arya."Lintang: Macet parah. Mungkin telat 15-20 menit. Maaf! 😖"Balasan datang hampir seketika."Arya: Tidak apa-apa. Hati-hati menyetirnya. Aku dan Kayla menunggu di kafe."Lintang tersenyum. Dua minggu sejak 'makan malam keluarga' pertama mereka, dan entah bagaimana, Arya dan Kayla sudah menjadi bagian rutin dari hidupnya. Setiap Selasa dan Kamis, mereka bertemu di kafe yang sama. Kadang hanya Lintang dan Arya, kadang bertiga dengan Kayla.20 menit kemudian, Lintang akhirnya tiba di kafe. Rambutnya sedikit lembap karena hujan, blazernya ia lampirkan di lengan. Matanya langsung mencari sosok familiar di sudut kafe.Di sana, di meja favorit mereka dekat jendela, duduk Arya dan Kayla. Arya sedang membantu Kayla dengan PR matematikanya, sementara
Read more

Bab 6 Kayla, Putri Kecil Arya

Arya duduk di ruang kerjanya, mata terpaku pada layar laptop. Jari-jarinya menari di atas keyboard, mengedit proposal desain interior untuk sebuah kafe baru di pusat kota. Namun, pikirannya sesekali melayang ke percakapan di kafe tadi pagi. Lintang. Kayla. Nasi goreng dan telur mata sapi. Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. "Papa?" Arya tersenyum. "Masuk, sayang." Kayla melongok masuk, rambut hitamnya yang panjang diikat satu. Di tangannya, sebuah buku cerita bergambar. "Papa lagi apa?" "Kerja sedikit," Arya menyimpan filenya. "Kenapa? Kamu mau baca buku?" Kayla mengangguk, berlari kecil ke arah Arya. Dengan gesit, ia memanjat ke pangkuan ayahnya. Aroma sampo stroberi menguar dari rambutnya. "Ceritain yang ini dong, Pa," pintanya, membuka buku. "'Putri dan Naga'," Arya membaca judul buku. "Hmm, buku baru ya?" "Iya! Tante Lintang yang beliin waktu kita ke toko buku minggu lalu. Tante bilang, aku kayak putri di buku ini." Arya tertegun. Ia teringat hari itu. Lintang m
Read more

Bab 7 Keraguan Lintang

Lintang membuka mata perlahan, silau cahaya pagi menerobos masuk melalui tirai kamarnya yang tidak tertutup sempurna. Ia menggapai ponsel di meja samping tempat tidur. Pukul 6:30. Masih ada waktu sebelum harus bersiap ke kantor. Jarinya mengusap layar, membuka galeri foto. Berhenti pada satu gambar yang diambil dua malam lalu. Foto dirinya, Arya, dan Kayla, berpose di depan meja makan penuh sisa-sisa nasi goreng dan telur mata sapi. Wajah mereka berseri-seri, Kayla di tengah dengan senyum lebar, sementara tangan Arya melingkar lembut di pinggang Lintang. Lintang tersenyum, tapi senyum itu perlahan memudar. Ia teringat apa yang terjadi setelah foto itu diambil. Setelah Kayla tertidur. Ciuman itu. Ciuman lembut di teras belakang rumah Arya, di bawah langit berbintang. Ciuman itu seharusnya membuatnya bahagia. Tapi kenapa sekarang, saat sendirian di kamarnya yang sepi, ia justru merasa... takut? Ponselnya berdering. Pesan dari Arya: "Pagi, Lin. Mimpi indah? 😊" Lintang memandang
Read more

bab 8 Makan Siang yang Canggung

Lintang melirik jam di dinding kantornya. 11:45. Lima belas menit lagi sebelum makan siang dengan Arya. Ia menarik napas dalam, berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar kencang. Ini pertama kalinya mereka bertemu berdua saja sejak... sejak malam itu. Malam di teras belakang, di bawah bintang.Ponselnya bergetar. Pesan dari Arya: "Aku sudah di lobi. Kau siap?"Lintang memandang bayangannya di cermin. Ia sengaja memilih blazer merah muda favoritnya hari ini. Warnanya cerah, kontras dengan kegundahan hatinya. Setelah memastikan riasannya sempurna, ia membalas pesan Arya."Iya, turun sekarang."Di lobi, Arya menunggu dengan kemeja biru langit yang membuatnya tampak lebih muda. Ia tersenyum lebar melihat Lintang. "Hai," sapanya lembut."Hai," balas Lintang, berusaha tersenyum senormal mungkin. "Kita mau makan di mana?""Ada restoran Italia baru di dekat sini. Kayla bilang kau suka pasta."Lintang tertegun. Arya ingat. Tentu saja ia ingat. Lintang pernah bercerita tentang kecintaannya
Read more

Bab 9 Arya dan Masalah Perceraiannya

Arya terbangun lebih awal dari biasanya. Bukan karena alarm atau telepon dari klien, tapi karena mimpi. Mimpi yang telah lama tidak menghantuinya. Mimpi tentang malam itu, dua tahun lalu, saat Dian pergi.Ia duduk di tepi tempat tidur, memandang foto di meja samping. Foto pernikahannya dengan Dian, diambil lima tahun lalu. Mereka terlihat bahagia. Dian dengan gaun putihnya, tersenyum lebar. Arya memeluknya dari belakang, wajahnya penuh harap. Kayla kecil berdiri di depan mereka, memegang buket bunga, polos dan tidak mengerti apa-apa.Arya mengusap wajahnya kasar. Kenapa sekarang? Kenapa mimpi itu kembali sekarang, saat ia akhirnya menemukan keberanian untuk membuka hati lagi? Untuk Lintang?Suara ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya. "Papa?" suara Kayla terdengar ragu. "Papa nggak apa-apa?"Arya cepat-cepat menyembunyikan foto itu ke laci. "Papa baik-baik aja, sayang. Ayo sarapan."Di meja makan, Kayla menyantap sereal cokelatnya dengan semangat. Arya hanya mengaduk-aduk kopi, pi
Read more

Bab 10 Lintang Bertemu Kayla

Lintang memarkirkan mobilnya di depan TK Bunga Matahari. Ia melirik jam tangannya: 11.45. Masih ada waktu 15 menit sebelum bel pulang berbunyi. Ia mengeluarkan kotak makan berwarna merah muda dari tas belanjanya. Di dalamnya, sandwich tuna kesukaan Kayla.Ini bukan pertama kalinya Lintang menjemput Kayla. Tapi entah kenapa, hari ini terasa berbeda. Mungkin karena percakapan dengan Arya semalam. Atau mungkin karena hari ini, untuk pertama kalinya, Arya memintanya menjemput Kayla sendirian."Aku ada rapat mendadak," Arya menelepon pagi tadi, suaranya cemas. "Maaf, Lin. Aku tahu harusnya aku yang jemput. Tapi...""Nggak apa-apa," Lintang menenangkan. "Aku bisa kok. Kamu fokus aja rapatnya."Sekarang, duduk di mobil, Lintang merasa gugup. Ini pertama kalinya ia akan bersama Kayla tanpa Arya. Bagaimana kalau Kayla menangis mencari ayahnya? Bagaimana kalau...Lamunannya terpotong oleh bunyi bel. Seketika, halaman TK dipenuhi anak-anak berlarian. Lintang turun dari mobil, matanya mencari-car
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status