Semua Bab Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri : Bab 101 - Bab 110

158 Bab

Bab 101. Bertemu teman kecil.

Mentari terbit, diiringi suara kicauan burung, suasana tenang dan udara yang dingin. Sungguh sangat berbeda dengan Jakarta di sini terasa sangat damai. Dan sunyi.Aku hirup udara pagi yang sangat sejuk, mengeratkan kardigan warna hitam yang melekat di tubuhku.Kemudian mulai melangkah kaki, aku ingin sekedar berjalan-jalan berkeliling desa hari ini. Dulu waktu aku masih SD, aku sering berlibur kemari saat liburan sekolah tiba. Bersama Mama, kami menghabiskan waktu liburan sepanjang 2-3 pekan.Papa akan mengantar kami kemari, kemudian menjemput kami ketika liburan usai."Mari Mbak!" sapa seorang warga yang sudah siap dengan topi caping di kepalanya. Sepertinya hendak ke sawah atau ladang."Oh iya, mari Bu!"Mayoritas warga di sini memang bertani. Dan mereka semuanya sangat ramah, tak segan bertegur sapa ketika berpapasan dengan orang lain. Aku kembali melanjutkan langkah. Hingga tanpa sadar aku telah sampai di ujung desa. Dimana hamparan sawah sangat luas membentang, di depanku kini a
Baca selengkapnya

Bab 102. mengenang masa kecil

"Kenapa ini bisa ada sama kamu?" tanyaku masih tidak percaya dengan apa yang ada dalam genggamanku saat ini. Ini adalah anting bentuk kupu-kupu milikku dulu sewaktu aku masih kecil.Anting ini hilang ketika aku mengikutinya cari ikan di sungai. Anting ini anting kesayanganku, aku dulu sampai menangis karena mencari benda itu tak kunjung ketemu juga, sampai akhirnya aku kembali ke Jakarta. "Sudah Sayang, anting itu nanti Mama belikan yang baru, sudah jangan sedih terus," ucap Mama kala itu menghiburku yang masih terus menangis. Anting itu pemberian Nenek dari Papa, beliau membelikannya khusus untukku, barang itu pun di desain khusus untukku, Nenek memesannya di sebuah toko mas terbesar kala itu, jadi tak ada lagi anting model seperti itu."Setelah hari itu kita mencari ikan, dua hari kemudian kamu balik ke Jakarta, aku setiap hari datang ke sungai itu mencari benda kesayanganmu itu," tuturnya.Aku menatapnya lamat-lamat. Aku cukup terharu mendengarnya. Mencari benda sekecil ini tentu
Baca selengkapnya

Bab 103. Ada Apa di rumah?

"Tyas!""Ananda!"Kami saling tatap dengan ekspresi sama terkejutnya. Aku tak menyangka dunia sesempit ini, aku bertemu lagi dengan wanita yang merebut suamiku. Mendadak ingatan tentang bagaimana dia dulu tengah bersama dengan Iqbal di dalam sebuah kamar hotel. Kalau itu status Mas Iqbal masih bergelar suamiku."Tak ada kerjaan lain kamu selain meminta duit padaku?" tanya Yusuf dengan nada tak suka.Amanda yang masih terkejut melihatku kini segera menguasai keadaan."Cepatlah! Aku nggak mau berlama-lama. Aku mau pergi. Sumpek aku, nggak di sini nggak di Jakarta, harus ketemu dia lagi, dia lagi!" ucapnya menatapku.Yusuf menatapku dan Amanda dengan heran. Mungkin dia tak menyangka aku dan Amanda saling kenal.Kalian saling kenal?""Ya. Udah ah, mana cepetan, aku mau pergi nih!" pinta Amanda setengah memaksa."Nggak! Aku nggak ada uang! Dari dulu yang ada di otakmu cuma uang, uang dan uang!" sentak Yusuf.Amanda tampak kesal, ia menghentakkan kakinya lalu berlalu begitu saja meninggal
Baca selengkapnya

Bab 104. kondisi Nenek.

Aku dan Zaki berjalan cepat memasuki rumah, baru beberapa langkah hendak memasuki pintu utama, tiba-tiba seorang wanita keluar dari dalam."Bu Astri?" Zaki menyapa wanita yang mengenakan seragam putih, sepertinya dia bidan."Iya Mas Zaki." Mereka berjabat tangan."Kondisi Nenek sudah lebih baik, hanya saja ada sedikit lebam di dahinya.""Apa? Nenek?""Iya, Tadi saya ditelpon sama Bu Fira, katanya Nenek terjatuh."Degh!Jantungku seakan berhenti berdegup, mendengar kabar kalau Nenek jatuh.Aku bergegas meneruskan langkah masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Zaki dan Bidan yang tengah berbincang."Nenek! Nek!" Aku memanggil sambil berjalan ke kamar Nenek."Ssssttt! Nenek baru saja istirahat Yas." Tante Fira baru saja hendak beranjak dari sisi ranjang, dimana Nenek terbaring di sana. Dahinya sedikit biru."Tante, apa yang terjadi? Katanya Nenek–""Kita bicara di luar yuk, biarkan Nenek istirahat dulu." Aku mengangguk dan mengikuti langkah kaki Tante Fira."Ma! Gimana kondisi Nenek Ma?" Za
Baca selengkapnya

Bab 105. Berpulang.

Aku dan Tante Fira saling pandang dengan kondisi hati sangat cemas memikirkan Nenek.Kini Nenek masih di periksa di dalam ruangan UGD."Nenek pasti baik-baik aja Tante," ucapku lirih, menenangkan Tante Fira, beliau hanya mengangguk pelan.Kami kembali dalam kebisuan, menunggu dokter atau perawat membuka pintu ruang UGD.Hampir setengah jam kami menunggu. Akhirnya pintu kaca itu terbuka, seorang perempuan mengenakan jas putih dengan stetoskop melingkar di lehernya menatap kami berdua."Dengan keluarga Ibu Suharti Kusuma!""Iya Dok, saya anaknya Dok! Gimana kondisi ibu saya Dok?" Aku dan Tante Fira langsung mendekatkan langkah menghadap sang Dokter."Maaf, maaf sekali Bu, kondisi Nenek saat ini kritis, beliau mengalami pecah pembuluh darah di kepalanya. Saat ini beliau masih belum sadar Bu, dan dengan ini saya meminta persetujuan Ibu selaku pihak keluarga untuk memindahkan Nenek ke ruang ICU."Aku dan Tante Fira saling pandang. Netra ini tiba-tiba memanas. Kondisi Nenek yang sudah sepuh
Baca selengkapnya

Bab 106. Berkabung.

Isak tangis masih mewarnai kami yang kini duduk mengelilingi sisi jenazah nenek yang terbujur kaku tertutupi kain jarik.Tante Fira, Azizah, Zaki, kami semua terpukul atas kepergian Nenek.Lantunan ayat suci Al Qur'an, surat Yasin bergema memenuhi ruang tamu rumah nenek ini."Assalamualaikum!" Suara Bariton seorang laki-laki yang sangat kukenal, memasuki rumah duka."Papa." Aku langsung menghambur memeluknya erat."Sabar, tabah, ini sudah suratan dari yang maha kuasa," ucap Papa pelan, sambil mengelus bahuku.Kemudian Papa mendekati Tante Fira yang duduk di samping jenazah nenek, juga Azizah dan Zaki."Mas Adi, Ibu–" Papa hanya mengangguk mengerti.Kemudian mereka berjabat tangan, Zaki dan Azizah mencium takzim punggung tangan Papa."Maaf Pakde baru bisa datang," ucap Papa pada Zaki."Nggak apa-apa Pakde."Papa pun membuka kain penutup, untuk melihat wajah nenek yang terakhir kali. Terlihat jelas gurat kesedihan tergambar di wajah Papa.Papa pun menyempatkan diri untuk membacakan sur
Baca selengkapnya

Bab. 107. Om Zidan.

Aku dan Papa saling pandang. Zaki marah-marah sama siapa?Dengan langkah cepat aku dan Papa keluar rumah, menoleh ke arah samping. Ternyata Zaki tengah memaki seseorang laki-laki yang tak lain itu adalah Bapaknya.Aku terkejut melihat kedatangan Om Zidan, dengan tas ransel dipunggungnya. "Zaki! Sudah! Biarkan Bapakmu masuk dulu, kita bicara di dalam, nggak enak dilihat orang!" cetus Tante Fira tiba-tiba muncul dibelakangku.Tatapan Zaki dan Om Zidan beradu, seakan sama-sama memendam kebencian.Om Zidan melanjutkan langkahnya, mendekati teras rumah, dimana ada aku dan Papa juga Tante Fira di sana."Mas. Alhamdulillah akhirnya kamu pulang Mas!" Tante Fira menatap sendu laki-laki itu, meraih punggung tangan dan menciumnya takzim, bahunya bergetar, Tante Fira tak mampu menahan tangis melihat laki-laki yang ditunggunya selama ini akhirnya kembali.Om Zidan hanya mengangguk."Gimana kabar kamu, Mas?""Aku sehat, kamu dan dan anak-anak gimana?""Kami semua sehat Mas, ayo masuk dulu.""Zidan
Baca selengkapnya

Bab 108. Tante Fira.

Selesai acara tahlil Papa pamit pulang ke Jakarta, Papa datang dengan membawa mobil bersama Pak Edi. Bersyukur kini infrastruktur sudah maju, langsung masuk tol perjalanan Jakarta-Semarang dan sebaliknya, bisa di tempuh dalam waktu lebih cepat."Papa pamit ya, jaga dirimu baik-baik.""Iya Pa. Papa hati-hati ya." Aku masih merangkul lengan Papa. Mengantarnya sampai di halaman rumah, pun dengan Tante Fira, Om Zidan, beserta Zaki dan Azizah, kami semua berada di halaman rumah.Setelah Papa masuk mobil dan melambaikan tangan, perlahan mobil mulai bergerak meninggalkan halaman.Setelah memastikan mobil Papa sudah tak terlihat lagi, kami semua masuk ke dalam rumah.Baru saja kami semua memasuki pintu rumah, Tante Fira yang juga sudah mengunci pintu karena memang hari sudah malam. Tiba-tiba terdengar suara pintu di ketuk seseorang.Kami semua yang masih berada di ruang tamu, saling tatap.Tante Fira yang kembali memutar anak kunci, membukanya.Seorang laki-laki berdiri di depan pintu, pakaia
Baca selengkapnya

Bab 109. Kemarahan Zaki.

"Apa Tante? Cerai?"Tante Fira menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan, ia pejamkan erat matanya beberapa saat. Seakan mempersiapkan hari untuk menceritakan hal yang sangat berat padaku."Duduk dulu Tante, ini minum dulu teh-nya Tante." Aku menarik kursi untuknya, dan menyodorkan segelas teh hangat yang memang tadi kusiapkan untuk semua anggota keluarga ini."Makasih Yas." Tante Fira meraih gelas Teh dan menyesapnya pelan."Ada apa Tante?"Tante Fira menggeleng."Tante, Tyas paham, kenapa sampai Tante mengambil keputusan sebesar itu, pasti punya alasan kan? Apalagi sampai harus cerai.""Apa? Cerai? Siapa Ma?" Tiba-tiba suara Zaki mengagetkan.Seketika aku dan Tante Fira menoleh, Zaki menatap kami berdua dengan tatapan tajam."Ehm, maksudnya ... Aku Zak, aku kan sudah bercerai dengan Mas Iqbal," sahutku berusaha menutupi."Yas." Tante Fira menatapku sekilas."Duduk dulu Zak," pinta Tante Fira.Zaki duduk di depan Tante Fira."Maksud Nama Bapak kan? Mama sama Bapak ma
Baca selengkapnya

Bab 110. Pergi.

"Bapak akan tetap meminta hak Bapak. Di sana calon adikmu sebentar lagi Zak, dan Bapak butuh banyak biaya." "Ck! Itu urusanmu! Bukan urusan kami, apalagi meminta bagian yang jelas bukan hak Anda!" "Kamu kenapa jadi begini? Apa begini hasil didikan kamu Fira!" "Hei! Cukup! Anda benar-benar nggak punya kaca?! Aku begini karena ulah Anda! Bukan karena Mama! Jadi jangan pernah sekali-kali menyalahkan Mama!" bentak Zaki. "Bapak cuma mau–" "Nggak! Nggak akan sepeserpun kami membagi pada Bapak, karena memang Bapak nggak ada hak! Semua yang ada di sini adalah peninggalan Nenek. Jadi Bapak nggak ada hak. Sekarang aku minta Bapak pergi dari sini, dan jangan pernah lagi datang mengusik kami! Kami sudah terbiasa tanpamu!" "Cepat keluar dari rumah ini!" Zaki terlihat sangat murka. Dengan langkah cepat ia memasuki kamar mamanya dan tak lama kemudian keluar membawa tas ransel milik Om Zidan. "Ini bawalah! Cepat pergi dan jangan pernah datang lagi kemari." Om Zidan menatap nyalang ke
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
16
DMCA.com Protection Status