Home / Fantasi / Sang Dewi / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Sang Dewi: Chapter 61 - Chapter 70

102 Chapters

Bab 61: Di Antara Dua Hati

Demam di tubuh Dyah Puspitasari makin tinggi sehingga dia mengigau. "Pangeran!" lirihnya sembari menggeleng-gelengkan kepala.Sementara itu, Jaka Lelana dan Wareng masih menikmati kopi mereka di ruang tamu. Saking asyiknya mengobrol, kedua pria tersebut sampai tidak menyadari dengan apa yang terjadi pada Dyah Puspitasari. Kenangan di masa kecil singgah dalam mimpi sang Panglima. Kala itu, anak-anak para pejabat kembali mengganggu Dyah Puspitasari dengan menyiramkan pasir ke kepala anak kecil berambut terurai itu. Tangis si Dyah adalah kebahagiaan bagi mereka."Aku sudah mengatakan padamu, pergi dari sini, tapi kau masih juga tak mendengarku! Salahmu sendiri!" maki Lokasura seraya membuang wajah."Dasar cengeng!" "Dia sudah buruk rupa, berdiam diri semakin membuatnya terlihat seperti Arca Dwarapala!" tunjuk seorang anak perempuan yang lantas tertawa saat menoleh teman-temannya.Air mata berlinangan membasahi pipi Dyah Puspitasari, bahkan walau tidak tahan lagi masih tak beranjak dar
last updateLast Updated : 2024-07-21
Read more

Bab 62: Pertunangan Jaka Lelana dan Dyah Puspitasari

Sejenak kedua pasang mata saling menatap, Jaka Lelana tersenyum pada Dyah Puspitasari, begitu juga sebaliknya, sebelum mereka bergandengan tangan dan melangkah memasuki gerbang Istana Karpala. Di malam purnama itu, Jaka Lelana harus melalui prosesi pertunangan yang panjang dengan Dyah Puspitasari, membuat para hadirin terharu karena menyaksikan mereka berdua mengasihi satu sama lain. Cinta yang diberikan sang Pangeran begitu nyata bagi Dyah Puspitasari, sampai-sampai wanita itu tak dapat melukiskan betapa bahagianya dirinya.***Keresahan meliputi hati Larasati ketika dia sedang memacu cepat kudanya menerobos Hutan Asmarantaka. Cinta yang begitu dalam serta rasa rindu yang menggebu membuatnya ingin segera sampai dan bertemu dengan sang pujaan hati. Namun, di tengah jalan dia dikepung segerombolan perampok yang tiba-tiba mengadang, bahkan sebagian dari mereka membawa golok.Seketika Larasati menarik tali kekang hingga kuda mengangkat kaki depan saat menghentikan langkah. "Serahkan s
last updateLast Updated : 2024-07-22
Read more

Bab 63: Menelan Kekecewaan

Pagi menjelang, sang surya mulai menyinari jagat raya, cahayanya menembus kegelapan hutan seiring kicauan burung-burung di pepohonan. Pun embun pagi dari dedaunan menetes ke pipi putih Larasati sehingga perlahan gadis itu membuka mata, lantas menggeliat seraya menoleh ke sekitar Namun, ternyata sang Dewi sudah tak ada."Rupanya dia sudah pergi." Dengan segera Larasati menyambar pedang di sebelah kanannya untuk kemudian berdiri, tetapi baru saja akan melangkah, ada silau cahaya yang membuat dia menghentikan ayunan tungkai serta harus menghalangi pandangan.Sebias cahaya turun dari langit, lalu menjelma menjadi sesosok pria tua yang melayang di udara. Pria tersebut mengenakan pakaian layaknya abadi tinggi istana langit. Pun Larasati terpaku ketika mengintip sampai-sampai menurunkan tangan kanan dari depan mata. "Siapakah kau ini?" tanyanya."Aku Dewa Narada. Apa kau tak bisa mengenaliku?" Sang Dewa menjadi heran. Dengan angkuh, Larasati meninggikan sebelah alis. "Oh, rupanya kau Nara
last updateLast Updated : 2024-07-22
Read more

Bab 64: Cobaan Hidup Sang Awatara

Mendung gelap, kilatan petir serta guntur pun menyapa. Meski begitu, Larasati tak berhenti memacu kuda hitamnya menuju Panjalu. Sepanjang perjalanan hanya kenangan manis sang Pangeran yang memenuhi pikiran gadis tersebut, sampai-sampai membuat air matanya jatuh ke pipi, lantas menyatu dengan tetesan hujan.Waktu terus berjalan siring sinar matahari yang mulai memecah cakrawala pada keesokan pagi. Ketika itu, Larasati baru sampai di Panjalu kembali sehingga mulai melangkah memasuki halaman istana. Namun, betapa terkejutnya dia setelah mendapati semua orang sedang berkumpul, lebih-lebih saat melihat Pramesti menangis. Larasati makin tak mengerti karena Jaya Amijaya dan Sarweswara menatap penuh kebencian, bahkan Dewi Sara juga bersedih hati. Hanya sang Raja Jayabhaya yang masih begitu tenang menyikapi walau emosi, sementara Maulana Ngali justru tersenyum menoleh kedatangan gadis tersebut.Tanpa menunda lagi, Larasati langsung melangkah cepat ke kerumunan. “Apa yang terjadi?” tanyanya.Ak
last updateLast Updated : 2024-07-23
Read more

Bab 65: Kuda Wanengpati

Sembari duduk di taman putri, Pramesti mengelus perutnya yang makin hari terlihat makin membesar. Beban hidup memang terasa begitu berat, tetapi dia ikhlas dalam menerima kehendak takdir dari Yang Maha Kuasa.Kebetulan Larasati sedang mencarinya sehingga tersenyum saat melihat wanita tersebut, sebelum memutuskan duduk di samping kiri. "Kapan bayi ini akan lahir?" "Tunggu sampai bulan depan,” kata Pramesti. “ Dia juga pasti sudah tidak sabar untuk bertemu denganmu.”"Apa kakak sudah mendengar kabar bahwa Yawastina terkena bencana banjir?” tanya Larasati. Seketika senyum di wajah Pramesti memudar, sementara matanya terus menatap si adik. “Lalu, bagaimana nasib semua orang?”"Tak perlu memikirkan Astra Dharma dan Paman Sariwahana, mereka telah memperlakukan Kakak dengan tidak baik,” kata Larasati.Demikian, Pramesti hanya bisa menunduk. "Sebenarnya aku sudah memaafkan mereka.""Aku percaya, Kakak orang baik,” sahut Larasati. “Tapi meski karma tak terjadi, mereka juga tidak akan menerim
last updateLast Updated : 2024-07-23
Read more

Bab 66: Saran Panji Semirang

Sementara itu, Kuda Wanengpati baru beristirahat sejenak, bahkan masih menuntun kuda sewaktu dihadang oleh beberapa orang. Dari penampilan para pria berpakaian serba hitam tersebut, sang Pangeran mengetahui bahwa mereka merupakan kawanan perampok yang telah berkeliaran sejak lama di Hutan Asmarantaka. "Kalau kalian mengincar harta, maaf aku tidak memiliki apa-apa," ucap Kuda Wanengpati yang begitu tenang menyikapi."Kami tau,” sahut salah satu dari mereka."Pangeran silakan ikut bersama kami, tuan kami ingin bertemu dengan Anda." Seketika sang Pangeran meninggikan sebelah alis. "Pemimpin kalian?""Ya, beliau sedang menunggu Anda.” Pria itu mengarahkan sebelah tangan, lantas melangkah pergi lebih dulu sebagai pemandu jalan. Walau sempat ragu, Kuda Wanengpati berkenan menyusul langkah, sementara kudanya diambil alih anggota yang lain. Sepanjang perjalanan ke tengah hutan, sebagian dari para kawanan perampok juga mengawal di belakang sampai-sampai sang Pangeran menjadi waspada dan me
last updateLast Updated : 2024-07-24
Read more

Bab 67: Pertarungan Melawan Bantarangin

Di Hutan Asmarantaka, seorang anak buah perampok kembali menghadap pada Panji Semirang dengan posisi menunduk sembari menyatukan kedua telapak tangan."Lapor, Tuan. Mata-mata kita di Jenggala melihat Pangeran Inu Kertapati berangkat bersama ratusan prajurit menuju ke selatan,” kata pria bertubuh tegap itu, “Disinyalir, mereka akan berperang melawan pasukan Bantarangin.”“Bantarangin?”Bukan hanya terkejut, sang Dewi juga menjadi khawatir, tak lain karena kali ini Bantarangin mengerahkan pasukan elite mereka sehingga bisa dipastikan bahwa Kuda Wanengpati akan sulit menang. Tanpa menunggu lama, wanita itu pun segera melangkah cepat melewati para anggota perampok yang sedang beristirahat."Kalian semua ikutlah aku!" perintahnya."Baik, Tuan,” sahut mereka secara bersamaan, masing-masing bangkit dari tempatnya duduk dan bergegas menyusul langkah Panji Semirang.***Suara senjata saling beradu di medan perang, satu per satu prajurit berjatuhan di medan perang, baik dari pasukan Bantarangin
last updateLast Updated : 2024-07-24
Read more

Bab 68: Hubungan Larasati dan Panji Semirang

Sekembalinya dari Jenggala, Panji Semirang menghentikan langkah, lantas berbalik untuk berhadapan dengan para anak buah yang mengikuti di belakang.“Kalian semua, segera tinggalkan tempat ini!” perintahnya. “Kita akan bertemu besok tengah malam di perbatasan!" “Baik, Tuan.” Para anak buah perampok mengangguk. Setelah saling menatap satu sama lain, mereka berpencar ke berbagai arah. Sementara itu, Panji Semirang sendiri lekas berbalik dan melanjutkan langkah menuju Panjalu.***Sang Dewi***Tatapan tajam dari mata Larasati terfokus pada ujung pedang, lantas dengan gerakan cepat dia mengibaskan baja pipih. Tubuhnya yang terbalut kemban putih serta mengenakan bawahan rok lebar berputar bebas, sebelum melompat ke sana ke mari dan terbang udara. Pada saat itu, Panji Semirang mencarinya. Namun, dia hentikan oleh dua orang prajurit saat hendak melangkah memasuki gerbang Istana Panjalu."Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk tanpa kepentingan." "Saya ingin bertemu Dewi Putri Laras Kencana
last updateLast Updated : 2024-07-25
Read more

Bab 69: Ketika Kuda Wanengpati Harus Berhadapan Dengan Larasati

Kuda Wanengpati melakukan pengejaran Panji Semirang sampai ke Hutan Asmarantaka. Puluhan prajurit pun dia kerahkan untuk memeriksa gubuk-gubuk bambu yang ternyata hanya dihuni oleh masyarakat kurang mampu."Kami sudah memeriksa semuanya, Panji Semirang beserta anak buahnya sudah meninggalkan tempat ini, Pangeran,” kata Panglima Perang Jenggala. Embusan napas panjang keluar dari hidung mancung sang Panji. "Rupanya dia sudah lebih dulu mengetahui kedatangan kita.""Lalu apa yang harus kita lakukan, Pangeran?" tanya Panglima. Karena merasa usahanya sia-sia, Kuda Wanengpati menggeleng. “Kembali ke Jenggala.”"Baik, Pangeran," sahut Panglima.Setelah berbalik lantas berjalan beberapa langkah, Kuda Wanengpati melihat kedatangan seorang wanita yang tak asing lagi di matanya. Yaitu Larasati bersama Panglima Perang Tunggul Wulung. Di belakang mereka berdua ada tiga puluh prajurit. Tentu saja, hal itu membuat sang Pangeran terkejut hingga terus memperhatikan Larasati yang menghentikan ayuna
last updateLast Updated : 2024-07-25
Read more

Bab 70: Sang Raja yang Bertakhta

Di tempat lain, Panji Semirang sedang memacu kuda meninggalkan Kota lama Kahuripan. Ada puluhan anak buah perampok yang ikut serta bersamanya. Mereka telah sampai pelabuhan dan siap menyeberangi pulau. Sementara itu, pikiran Panji Semirang masih terpaku pada Kuda Wanengpati, bahkan ketika duduk di atas perahu, dia terus melamun. Cinta memang begitu mendalam, tetapi pengkhianatan mengubahnya menjadi kebencian yang berbalut kekecewaan. Pada akhirnya, cinta segitiga di antara Anggraeni, Panji Asmara Bangun, dan Sekartaji menyakiti hati masing-masing. Sekartaji yang paling terluka sejak awal, karena Panji Asmara Bangun yang berjanji mencintainya sehidup semati, justru menikahi wanita lain secara diam-diam. Namun, setelah kematian Anggraeni, Sekartajilah yang seolah-olah menjadi kekasih sejati Panji Asmara Bangun, pria itu terus mengejarnya. Sekartaji butuh pembuktian sehingga dia menguji kesetiaan Panji Asmara Bangun, dia ingin sang Pangeran menunjukkan seberapa besar cintanya setelah in
last updateLast Updated : 2024-07-26
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status