Home / Fantasi / Sang Dewi / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Sang Dewi: Chapter 41 - Chapter 50

102 Chapters

Bab 41: Rasa yang Tertinggal

....Bibir merah muda Dewa Mandala membentuk lengkungan saat mendengarkan cerita Larasati, sementara jemari tangannya yang lentik seolah-olah sedang menggapai awan-awan cantik di langit Agnicaya. Sembari menunggu Larasati melanjutkan kisah perjalanan hidupnya, dia menikmati pemandangan yang tersaji. Tak peduli jika bidadari di samping kirinya itu harus berduka sebab terpaksa membuka kembali luka di masa lalu untuk menghiburnya. "Kukira itu akhir dari segalanya, kami tak akan bertemu lagi, tapi ternyata ...." Lagi-lagi Ingatan Larasati menerawang ke tahun 1150 Saka.......Melihat Larasati yang dirundung pilu setelah kembali dari taman, Jaya Amijaya mengetahui bahwa sesuatu telah terjadi. Gadis tersebut terus menatap hampa, sampai kemudian menyadari jika sang kakak sedang memperhatikan dia dari tempatnya berdiri di teras. "Apa Lelana menyakitimu?" tanya Jaya Amijaya.Tak ada jawaban, Larasati justru berlinangan air mata sehingga Jaya Amijaya makin emosi. "Aku sudah memperinga
last updateLast Updated : 2024-07-12
Read more

Bab 42: Menerobos Penjara

Suara cengkerik jangkrik mengisi suasana, sementara di langit, bulan sedang purnama. Pada waktu itu, Larasati yang berpakaian serba hitam lengkap dengan kain penutup mulut, mengintip dari atas tembok besar istana. Sejenak dia melirik ke sekitar, sebelum diam-diam memanjat bangunan lantas terjun. Sebelah tangannya menyentuh tanah untuk menahan diri. Kemudian, sembari terus bersikap waspada, dia berjalan mengendap-endap menuju penjara.Akan tetapi, belum terlalu jauh Larasati melangkah, dia sudah hampir berpapasan dengan empat orang prajurit yang sedang menyisir istana. Untung saja, gadis tersebut bergerak cepat merangsek ke sela-sela tembok. Baru setelah mereka lewat, dia keluar dan melanjutkan langkah. Jarak penjara bawah tanah makin dekat di hadapan Larasati. Ketika memasuki pintu utama, dia langsung diserang oleh dua orang penjaga. Namun, belum sempat menyentuhnya, mereka malah saling berjatuhan di tanah, sebab Larasati lebih dulu mengibaskan tangannya yang disertai serbuk bius. Pu
last updateLast Updated : 2024-07-12
Read more

Bab 43: Sikap yang Tak Menentu

Dini hari saat masih petang, Raja Jayabhaya mengirim orang-orang khusus untuk membebaskan Sedah dari penjara bawah tanah. Pria tua berwajah lancap itu dimasukkan ke kereta, lalu dikirim ke luar kota. Setelah menempuh perjalanan lebih dari tiga hari, akhirnya dia turun dibantu oleh Panglima Tunggul Wulung yang bertugas mengawal. Mata tajam sang Empu berkeliling memperhatikan ke sekitar pada suasana pedesaan yang tersaji. Tempat di mana dia akan hidup sebagai rakyat biasa dan melepas status sebagai guru atau sastrawan kerajaan. "Maaf, Empu, kami hanya bisa mengantar sampai di sini," ucap Tunggul Wulung sembari menyatukan kedua telapak tangan. Pria tua berpakaian abu-abu di hadapannya tersebut mengangkat sebelah tangan. "Tak masalah." Tanpa menunggu lagi, sang Panglima segera undur diri dan naik ke punggung kuda. Dia menggerakkan sebelah tangan, sehingga orang-orang suruhan raja pun mengikutinya kembali ke Panjalu.Tak lama setelah menyaksikan kepergian mereka, Sedah sendiri mengayu
last updateLast Updated : 2024-07-12
Read more

Bab 44: Darah Asura

Pagi cukup cerah sewaktu Pramesti, Sasanti, dan Jaya Amijaya memijakkan kaki di pendapa, lantas duduk pada lantai untuk menempati bangku masing-masing.Tak lama kemudian, Maulana Ngali datang bersama Jaka Lelana di samping kanan. Sang Ulama tersenyum memperhatikan semua murid. Demikian dengan Jaka Lelana yang mencari keberadaan Larasati. Gadis tersebut masih belum terlihat walau sudah telat dari waktu kedatangan yang ditentukan.Di barisan murid paling depan, Jaya Amijaya menatap benci Jaka Lelana. Namun, pria tersebut tetap menjaga sikap karena tahu bahwa sang Guru pasti tidak akan menyukai jika dia terlalu urus campur pada hubungan si adik. "Silakan duduk, Lelana." Maulana Ngali mengarahkan sebelah tangan ke dua bangku paling depan yang menghadap para murid. Pun Jaka Lelana tersenyum sebelum duduk pada tempat yang dimaksud. Sementara itu, di sisi lain, Larasati yang bangun kesiangan, segera berganti pakaian hitam dan melangkah terburu-buru menuju pendapa. Karena lupa mengikat tal
last updateLast Updated : 2024-07-13
Read more

Bab 45: Sensasi Panas

Rasa gerah membuat Larasati harus berguling-guling di ranjang dengan keringat yang membasahi seluruh tubuh. Padahal gadis tersebut sudah sangat mengantuk, tetapi tetap tak bisa tidur tenang hingga akhirnya beralih ke posisi duduk. "Apa jangan-jangan ... Lelana mengerjaiku?" pikir Larasati yang lantas melirik ke kanan. "Aku ingin melukainya saat berlatih, jadi ... dia sengaja menaruh sesuatu saat mengobatiku." "Aiiiihhh!"Makin lama, panas dalam tubuhnya makin menguat. Larasati yang tahan segera berdiri lalu berlari keluar dari kamar. Tanpa ragu, gadis berambut terurai itu melompat ke dalam kolam ikan dan menenggelamkan seluruh tubuh untuk beberapa saat. Setelah merasa lebih baik, baru dia mengangkat kepala seraya mengusap air yang menetes di wajah. Namun, siapa sangka, Maulana yang sedang berjalan-jalan bersama Jaka Lelana memergokinya. Kedua pria berpakaian putih tersebut menatap keheranan, sebelum menghentikan langkah. Demikian Larasati sendiri yang seketika membelakan mata dengan
last updateLast Updated : 2024-07-13
Read more

Bab 46: Kembali ke Istana

Sore itu juga, Jaka Lelana berpamitan pada Maulana Ngali untuk kembali ke Karpala. Dia menyatukan kedua telapak tangan serta menundukkan kepala. Demikian dengan sang Ulama yang segera mengangkat sebelah tangan, sementara di belakangnya para murid Pondok Setana lain mengantar sampai pintu gerbang, tak terkecuali Pramesti dan Sansati. Di salah satu ruang tamu di antara bangunan yang berjajar, Larasati duduk membelakangi seolah-olah tak peduli pada Jaka Lelana. Dia tak sendiri, ada Jaya Amijaya yang menemaninya tak jauh di samping kanan. Sembari bersandar pada pilar saka guru, pria berpakaian hitam tersebut menoleh si adik."Kau benar-benar tak ingin mengantarnya?" tanyanya.Sikap Larasati begitu angkuh saat menjawab. “Tidak.”Pun Jaya Amijaya mengalihkan pandangan, lantas dengan sedikit mengangkat dagu mengembuskan napas panjang. "Baiklah."Mereka berdua saling berdiam diri untuk waktu yang cukup lama, bahkan walau Larasati sangat ingin melihat Jaka Lelana, tetapi tak mampu melawan kek
last updateLast Updated : 2024-07-14
Read more

Bab 47: Percakapan di Pemandian Putri

Seraya mengelap keringat yang membasahi kening dengan sebelah tangan, Larasati mengembuskan napas sengal dan melangkah menuju pemandian putri. Di sana ada tujuh bidadari sedang berendam di sendang. Canda tawa mereka terdengar begitu renyah ketika saling memercikkan air ke satu sama lain. Larasati menjadi agak kesal hingga tersenyum sinis menyikapi. "Jadi ini yang kalian lakukan selama aku tidak ada?" Tentu saja ke tujuh bidadari segera terkejut saat menoleh. Satu per satu dari mereka naik ke tepi lalu menyatukan kedua telapak tangan serta menundukkan kepala. "Putri!" "Putri!" "Putri!" Mata Larasati masih tak beralih dari sendang. "Jadi kotor, kan?" "Saya akan membersihkannya," sahut salah seorang bidadari bergaun biru.Bagai sihir, kibasan dari sebelah tangannya menyulap air kolam menjadi jernih kembali dengan kekuatan adikodrati."Sudahlah, cepat mandikan aku!" perintah Larasati yang lalu merentangkan tangan. Para bidadari pun mendekat. Mereka bergerak melepas pakaian yang
last updateLast Updated : 2024-07-14
Read more

Bab 48: Sang Putri Jenggala

Di Karpala, Jaka Lelana sendiri sedang duduk di tepi sungai. Rindang pohon asam Jawa menghujaninya dengan bunga-bunga yang berguguran, sementara pemandangan air terjun tersaji indah dari kejauhan. Airnya begitu jernih, mengalir hingga menghasilkan suara gemercik yang seolah-seolah menyatu dengan alunan irama seruling dalam genggaman tangan sang Pangeran. Sejenak Jaka Lelana menghentikan tiupan. Lantas seraya menatap hampa air yang melompat-lompat, dia menurunkan bambu kuning berlubang tujuh di tangan. Ingatannya kembali pada hari di mana dia menggigit ibu jari serta mengoleskan darah ke luka di bagian pundak Larasati, bahkah wajah cantik sang pujaan hatinya tersebut masih melekat dalam memori, walau perlahan lenyap ketika Jaka Lelana mengedipkan mata dan menyadari bagaimana menyakitkannya hubungan yang telah mereka berdua jalin selama ini.Seandainya kita dari ras yang sama, mungkin aku akan memilikimu seutuhnya. Tapi kita ditakdirkan berbeda, aku tak mungkin menentang langit. Jika
last updateLast Updated : 2024-07-15
Read more

Bab 49: Perebutan Cinta Antara Ayah dan Anak

Fajar mulai menyingsing, meski begitu, para pelayan di Istana Panjalu sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk upacara dan pesta pernikahan Pramesti. Canda serta obrolan renyah mereka ketika membahas kedua calon pengantin, membuktikan bahwa semua orang turut bahagia. Di taman putri, Larasati duduk bersimpuh untuk memperhatikan busana yang akan dikenakan Pramesti pada pernikahan yang tinggal tujuh hari lagi. Seserahan tersebut dikirim oleh Yawastina seusai melamar ke Panjalu beberapa waktu lalu. "Ini sangat bagus!" puji Larasati seraya mengelus kain sutra berwarna putih di tangan. "Motifnya cantik, bunga melati!"Sejenak dia memperlihatkan pada Pramesti yang duduk di samping kiri. "Ah, benar sekali," sahut Pramesti yang tersenyum. Tak lupa dia juga menoleh Sasanti yang duduk bersimpuh di samping kanan.Sementara itu, para pelayan datang dengan membawa seperangkat perhiasan, alas kaki, dan juga perias wajah. Semua barang tersebut dikirim Yawastina menyertai busana yang sebelum
last updateLast Updated : 2024-07-15
Read more

Bab 50: Tipu Daya Dyah Puspitasari

Semalaman sudah Jaka Lelana tak sadarkan diri. Paginya, ketika membuka mata, dia telah menemukan diri berada di ranjang bersama Dyah Puspitasari hingga sontak terkejut, lantas beralih dari merebah ke posisi duduk."Apa yang terjadi?" tanyanya.Sewaktu mengedarkan pandangan ke sekitar, dia melihat pakaiannya berserakan di lantai, begitu juga dengan kemban serta kain jarik milik Dyah Puspitasari. Namun, meski begitu sang Pangeran tidak percaya jika dia telah melakukan sesuatu yang hina apa lagi kepada panglima wanita tersebut."Tak mungkin!"Seketika dia menoleh Dyah Puspitasari. Pada saat yang sama, wanita tersebut terbangun dari tidur, bahkan berpura-pura syok karena melihat kondisinya yang hampir telanjang bulat. Bergegas, dia menyilangkan tangan di dada sembari memasang wajah bersedih seakan-akan Jaka Lelanalah yang paling berdosa. Akan tetapi, sang Pangeran justru menatapnya benci. "Apa yang kau lakukan di kamarku?" Tanpa diduga, Dyah Puspitasari kembali berdrama. Kali ini matan
last updateLast Updated : 2024-07-16
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status